MK “Dibegal”, Seketika Pesohor Negeri Mangkal

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

 

LenSa Media News–Komika Muhammad Rizki Rakelna alias Rigen, mengeluarkan kalimat viral, “ Ketika pejabat mulai melawak, saatnya komedian yang lawan”. Kalimat itu ia ucapkan saat hadir dalam unjuk rasa bersama ribuan massa lainnya di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Perwakilan Rakyat (DPR/MPR), di kawasan Senayan.

 

Rigen mengatakan, ini adalah bentuk perlawanan dirinya bersama masyarakat terhadap legislator yang mau mengubah putusan MK lewat revisi UU Pilkada. Kamis, 22 Agustus memang menjadi hari yang bersejarah dimana ribuan massa berdemonstrasi menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pilkada.

 

Sejumlah komedian selain Rigen terlihat bergabung dalam aksi tersebut, di antaranya Abdel Achrian, Abdur Asryad, Gusti Muhammad Abdurrahman Bintang Mahaputra alias Bintang Emon, Andovida Lopez, Ahmad Najmi Hidayat alias Ebel Cobra, Arie Kriting, hingga Mamat Al Katiri.

 

Sedangkan massa yang tergabung terdiri dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh hingga mahasiswa yang menuntut pemerintah dan wakil rakyat untuk mematuhi putusan MK. Sebenarnya bukan kali ini saja rakyat marah terhadap kebijakan penguasanya,  namun kali ini banyak yang menyamakan dengan peristiwa reformasi dengan banyak mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya yang terlibat.

 

Awal mula persoalan ketika MK (Mahkamah Konstitusi) mengeluarkan putusan yang menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

 

Namun, sehari setelah MK mengeluarkan putusan itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendadak menggelar rapat dan dalam sehari menyepakati revisi UU Pilkada untuk disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna. Isi kesepakatan revisi itu adalah memutuskan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20 persen kursi di parlemen. Putusan itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (VOA Indonesia.com, 20-8-2024).

 

Artinya keputusan Baleg mengoreksi putusan MK yang telah menghapus ambang batas tersebut. Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR cacat hukum atau inkonstitusional (tempo.co, 22-8-2024).

 

Membangun Visi Perubahan Yang Shahih

 

Berkumpulnya rakyat dalam jumlah yang banyak secara spontanitas memang menunjukkan masyarakat, semua lapisan bergerak melawan kedzalimam/kesewenang-wenangan. Artinya mereka sadar bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. “Pembegalan” keputusan MK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada banyak kebijakan kontroversial pemerintah dan para pejabatnya yang lainnya yang sebenarnya sudah membuat rakyat muak.

 

Terlebih, di tengah rakyat berdemo, putra bungsu presiden Jokowi flexing plesiran ke Amerika dengan menyewa jet pribadi. Perjalannya itu untuk belanja keperluan bayi dan makan roti seharga Rp400 ribu yang kemudian dibully oleh netizen dengan menyebut angka itu adalah nominal gaji yang mereka terima dalam sebulan.

 

Dan inilah bukti penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Pejabatnya penipu dan tak pandai urus rakyat, sedang rakyat sengsara diisap darahnya untuk kepentingan para penguasa dan pengusaha. Dampak lainnya yaitu terjadi banyak kerusakan di segala bidang.

 

Namun bergeraknya umat belum berlandaskan pada pemahaman yang benar atas akar masalah dan solusi. Artinya hanya sekadar people power (kekuatan masyarakat) , bukan power people ( masyarakat yang kuat), mereka bergerak sekadar menjadi kekuatan fisik, mengumpulkan banyak orang yang semisi dan visi. Ditambah kekuatan ini masih bersandar pada demokrasi, yang sejatinya menjadi penyebab utama kerusakan.

 

Pada akhirnya hanya memunculkan rasa capek, sebab energi banyak terserap oleh aktivitas yang tak bertujuan jelas. Untuk mencapai perubahan hakiki ini butuh pemahaman atas visi perubahan yang sahih pada semua kalangan. Yaitu idiologi (ide mendasar terkait pandangan hidup) yang asasnya adalah akidah yang berasal dari zat yang tak memiliki kepentingan apapun.

 

Hal itu hanyalah berupa penerapan syariat Islam kafah. Dimana Allah SWT. telah memerintahkan kepada Rasul agar semua manusia taat, tunduk, patuh dan terikat dengan hukumnya. Islam sejatinya bukan hanya untuk kaum muslim saja, tapi kemaslahatan seluruh manusia di bumi ini apapun keyakinannya. Islam adalah Rahmatan Lil Aalamin.

 

Islam Solusi Perubahan Hakiki

 

Umat membutuhkan hadirnya kelompok dakwah ideologis, yang akan membina umat menuju pemahaman yang benar dan berjuang untuk menegakkan syariat Allah di muka bumi. Sekelompok manusia yang menginginkan keadilan ditegakkan, bahkan jika ditambah berapa pun banyaknya jika tak memiliki kesadaran akan perubahan hakiki, makna dan caranya yang benar tak akan bisa menghasilkan perubahan yang benar pula. Wallahualam bissawab. [LM/ry]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis