Liberalisasi S3ks Bebas di Balik PP 28/2024

Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Freelance Writer

 

LenSaMediaNews.com – Manusia seolah mengalami kemunduran. Jika dahulu Baginda Rasulullah SAW. diutus untuk memperbaiki kehidupan manusia, yang penuh maksiat dan mengajak tunduk kepada aturan Sang Pencipta, kini secara perlahan dirusak kembali oleh tangan manusia yang menginginkan kebebasan.

 

Mirisnya, aturan Sang Pencipta dicampakkan, kemudian dengan pongahnya membuat aturan sendiri. Antara lain, seperti kebijakan yang baru dikeluarkan pemerintah terkait pengadaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah. Beleid itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

 

Menimbulkan Kontroversi

PP tersebut pun menuai kritikan, salah satunya dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Mu’ti menegaskan, bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja berpotensi menimbulkan terjadinya seks bebas di kalangan masyarakat, khususnya remaja. Bahkan, potensi kerusakan moral remaja makin besar (tempo.co, 10-8-2024).

 

Sangat wajar jika PP ini menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi mereka yang peduli akan nasib generasi ke depan. Pasalnya, dalam PP tersebut hanya menjelaskan usia sekolah dan remaja, tidak ada penyebutan pemberian kontrasepsi hanya untuk pasangan halal.

 

Hal ini tentu berpotensi menimbulkan multitafsir di kalangan masyarakat. Jadi, pernyataan Kementerian Kesehatan RI serta Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo yang belakangan menyebutkan, bahwa pemberian alat kontrasepsi tersebut diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah seolah menjadi dalih untuk ‘meluruskan’ kebijakan pemerintah (detik.com, 9-8-2024).

 

Pola Pikir Liberalisme

Jika mau jujur, sebagian masyarakat, termasuk para pemangku kebijakan tahu persis jika kondisi generasi hari ini tidak baik-baik saja. Bahkan, menurut BKKBN, sebagaimana diungkapkan oleh dr. Hasto Wardoyo, tren pernikahan dini di Indonesia mengalami penurunan, tetapi budaya seks bebas terus meningkat.

 

Merujuk pada data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) diketahui, usia laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks pertama makin muda. Sebanyak 60% remaja berusia 16-17 tahun melakukan hubungan seksual, 20% berusia 14-15 tahun, dan 20% berusia 19-20 tahun. Ini menjadi indikasi bahwa perzinaan makin meningkat.

 

Melihat fakta tersebut, pemerintah sepatutnya memberikan solusi, bukan menambah pelik persoalan dengan melahirkan kebijakan yang berpotensi menumbuhsuburkan perzinaan. Kondisi ini, seharusnya menjadi alarm agar pemerintah memutus akar persoalan.

 

Sebagian masyarakat mungkin tidak lupa, pada 2016 lalu, pemerintah pernah meluncurkan rumus ABCDE sebagai solusi pencegahan HIV/AIDS. Pada huruf B, misalnya, yakni be faithful (saling setia pada pasangan), tidak dijelaskan pasangan yang dimaksud. Apakah pasangan halal atau bukan, remaja atau dewasa. Alhasil, rumus ABCDE jadi multitafsir (kompas.com, 2-12-12016).

 

Hal ini menunjukkan, bahwa solusi yang ditawarkan pemerintah beraroma liberalisme. Tentu ini musibah besar bagi umat manusia. Ketika hidup tidak diatur oleh syariat, perbuatan yang melanggar agama pun terlihat indah.

 

Sekularisme makin menjauhkan umat dari Tuhan-nya, yang haram menjadi halal dan syubhat terlihat samar-samar. Hubungan dengan lawan jenis menjadi hal yang lumrah, padahal aktivitas berduaan adalah pintu masuknya perzinaan.

 

Bukan hanya itu, terbitnya PP No. 28/2024 seolah menegaskan bahwa negara menganggap seks bebas hal yang lumrah. Kemudian pemberian alat kontrasepsi dianggap langkah yang tepat, guna mencegah penyakit menular maupun kehamilan yang tidak diinginkan. Padahal ini adalah ide liberal yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler. Sungguh, generasi di ambang kehancuran jika negara terus-menerus melakukan pembiaran dengan dalih kebebasan.

 

Solusi Islam

Dalam Islam, negara berperan penting dalam melindungi dan mendidik individu agar memiliki moral dan akhlak yang mulia. Sebagai raain, negara akan melayani setiap urusan rakyatnya.

 

Melalui penerapan sistem Islam, segala potensi kerusakan bisa dicegah, mulai dari kurikulum pendidikan sampai pergaulan. Negara juga akan menerapkan sanksi Islam, yakni dicambuk 100 kali jika belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah. Sanksi ini mampu memberikan efek jera bagi pelaku maupun individu lainnya.

 

Kurikulum pendidikan yang berasaskan akidah Islam akan melahirkan pribadi yang taat, memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Peserta didik tidak hanya dibekali ilmu saintek, tetapi juga tsaqafah Islam sehingga mereka memiliki pemahaman Islam yang benar sesuai dengan akidah Islam.

 

Terkait pergaulan, Islam melarang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berdua-duaan. Islam dengan tegas melarang zina (seks bebas), bahkan hal-hal yang memicu terjadinya zina, sebagaimana firman Allah Swt.,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra: 32). Wallahu’alam bishowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis