Remisi Napi Bukti Lemahnya Sistem Sanksi

Oleh. Netty al Kayyisa

 

 

LenSa MediaNews__ Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus menjadi hari yang dinanti para Napi. Pasalnya setiap perayaan hari kemerdekaan pemerintah pasti mengeluarkan remisi masa tahanan terhadap Napi. Tak peduli napi apapaun, pasti mendapat keringanan hukuman. Bukankah lumayan mengurangi masa tahanan atau justru bebas tak pakai lama?

 

Tahun ini pun terjadi hal yang sama seperti yang dialami 176.984 orang narapidana di seluruh Indonesia, bahkan 3050 orang langsung bebas. Pemerintah mengatakan pemberian remisi ini bukan hadiah tetapi apresiasi atas narapidana yang berprestasi. Tetapi di sebagian wilayah Provinsi menyatakan pemberian remisi ini akibat over kapasitas penjara. Sebagaimana yang diberitakan metrotempo.co.id (18-8-2024) Kepulauan Bangka Belitung yang memberikan remisi 1.750 narapidana yang 48 orang langsung bebas karena mengalami over kapasitas hingga 70%.

 

Angka yang cukup fantastis juga ditunjukkan di lapas Cipinang, sebagaimana yang dilansir dalam antaranews.com (17-8-2024), dimana kapasitas Lapas Kelas I sebanyak 800 orang tetapi dihuni sekitar 2.738 orang. Hampir tiga kali lipat lebih dari kapasitas yang seharusnya.

Dengan pemberian remisi dan pengurangan masa tahanan ini menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly pemerintah menghemat anggaran negara sebesar Rp274,36 miliar. Lumayan bukan?

 

Dari satu sisi pemberian remisi barangkali menguntungkan negara karena bisae menghemat dana ratusan miliar hanya untuk menghidupi narapidana. Bahkan juga barangkali memberikan kebahagiaan bagi narapidana karena mendapat pengurangan hukuman atau bahkan bebas dari penjara.

 

Hanya saja dari sisi lain ini justru menampakkan lemahnya sanksi di negeri ini. Hukuman yang telah diberikan kepada narapidana nyatanya bisa diubah dengan berbagai alasan. Kemungkinan besar juga bisa ditawar jika ada kompensasi yang menguntungkan, misalnya menyumbang dana miliaran untuk negara. Atau bisa di tawar sesuai kepentingan pemilik modal. Di samping itu pemilihan hukuman penjara juga harus dikaji ulang. Karena dengan memasukkan napi ke penjara apakah benar membuat mereka jera? Atau hanya menjadi beban negara, atau justru digunakan sebagai ajang jual beli hingga mendapatkan kompensasi dana?

 

Dengan adanya remisi yang dikatakan bisa menghemat dana ratusan miliar ini juga semakin menampakkan bahwa kondisi ekonomi negara kita sedang tidak baik-baik saja. Untuk mengurusi warga negara yang seharusnya dibina dan diberi bekal mumpuni untuk kehidupannya, negara menghitung untung ruginya, sehingga jalan pintas diambil dengan memberikan remisi sehingga mengurangi beban negara.

 

Inilah akibatnya jika sistem di negara kita meggunakan sistem kapitalisme yang berorientasi pada kapital saja. Setiap sisi akan dicari peluang untuk mendapatkan kapital yang sebesar-besarnya. Termasuk sistem sanksi, jika ada hal yang menguntungkan maka akan dilakukan tanpa mempertimbangkan efek yang lain. Beginilah gambaaran sistem buatan manusia, mudah berubah demi kepentingan dan kondisi yang ada.

 

Berbeda dalam negara Islam yang menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Termasuk sisetem sanksi yang di topang dengan sistem ekonomi dan sistem pendidikan berbasis akidah. Juga sistem sosial yang berbasis amar makruf nahi munkar.

 

Sistem sanksi dalam Islam bersifat pencegah dan penebus. Ketegasan sistem sanksinya akan mencegah pihak lain melakukan kejahatan yang sama, sementara sanksi yang langsung berasal dari Allah berupa hudud menebus dosa kejahatan yang sudah dilakukan. Sistem sanksi di dalam Islam juga memberikan wewenang bagi Khalifah untuk menentukan sanksi yang tidak ditetapkan oleh Allah. Dalam hal ini berupa takzir dan mukholafat. Bisa jadi Khalifah memutuskan hukuman penjara, tetapi tentu saja dengan di topang sistem ekonomi Islam, negara akan mampu mengurusi narapidana yang ada di penjara, baik fasilitas maupun kehidupan sehari-harinya. Sistem ekonomi Islam dengan aturan kepemilikan yang jelas akan memilki banyak sumber pemasukan dari kepemilikan umum dan kepemilkan negara yang dapat digunakan sesuai dengan ketetapan syarak atasnya. Negara Islam juga akan membangun sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, sehingga membentuk pribadi taat kepada Allah, jauh dari kemaksiatan, dan saling mengingatkan dalam kehidupan bermasyarakatnya.

 

Dengan sinergi sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, akan membentuk negara damai, sejahtera, aman dengan sistem sanksi yang tegas bukan abal-abal atau asal-asalan. Dan itu hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam, Khilafah a’la Minhajin Nubuwwah. Wallahu álam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis