Demokrasi Melegalkan Apa yang Allah SWT Haramkan

Oleh: Lia Fakhriyah

 

LenSa MediaNews__

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan hal itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa( itu).

(QS Al-Furqon: 68)

 

 

Ayat di atas menjelaskan tentang apa yang Allah ﷻ larang secara jazm, yaitu yang dikenal dengan haram. Haram bagi kita untuk menyembah selain Allah. Haram bagi kita membunuh tanpa alasan yang dibenarkan. Haram hukumnya untuk berzina.

 

 

Setelah informasi ini diterima, maka perlu kita hadirkan rasa. Diawali dengan menghadirkan Allah sebagai Pencipta sekaligus Pengatur. Sebagai Dzat yang melarang aktivitas tersebut, karena posisi Dia sebagai Pencipta dan Pengatur pasti tahu betul yang tepat buat manusia. Ini adalah larangan yang Allah berikan agar manusia

1. Bahagia menjadi makhluk yang taat saat menjalankan perintah-Nya. Allah telah gambarkan kebahagiaan sebagai makhluk yang taat itu salah satunya dalam surat Al-Hijr: 2

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ

Orang-orang yang kufur itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.

2. Bahagia karena akan mendapatkan keberkahan hidup jika taat menjalankan aturanNya. Hal ini Allah gambarkan dalam surat Al-A’raf: 96

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

 

 

Saat Allah haramkan zina, kita sebagai manusia yang berharap kebahagiaan hakiki, tentunya perlu menyesuaikan aktivitas kita seperti yang telah Allah cantumkan dalam Al-Qur’an. Maka sungguh saat Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17/23 tentang Kesehatan, ada ketakutan yang menyeruak. Ketakutan bahwa UU yang dibuat akan membuat Allah marah, dan membuat kebahagiaan hakiki tersebut hilang. Pasalnya PP tersebut ternyata mengundang kontroversi. Dalam Pasal 103 ayat (4) tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi, selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan konseling, mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja. Untuk apa disediakan alat kontrasepsi? Karena usia sekolah itu tidak boleh menikah. Ini bisa dilihat dari batas usia minimal seseorang boleh menikah, di Pasal 7 ayat (1) UU 16/2019 adalah di usia 19 tahun.

 

 

Dalam aturan demokrasi,  ini aturan yang sah saja. Selama mayoritas menginginkan maka aturan bisa dibuat. Namun rasanya, tidak ada orangtua yang ingin anaknya jatuh dalam pergaulan bebas. Tidak ada orangtua yang ingin anaknya celaka di dunia apalagi di akhirat. Karena akibat pergaulan bebas ini sungguh mengerikan.
Nabi ﷺ pun mengingatkan bahwa meluasnya perzinaan menjadi salah satu sebab datangnya azab Allah ﷻ :

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.

(HR Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani).

 

 

Manusia akan menjauhi sesuatu jika dia mengindra kesakitan yang ditimbulkan sesuatu tersebut. Jika info azab akan diberikan kepada suatu kaum yang di dalamnya menyebar zina, dan tergambar yang disebut dengan azab itu seperti apa, maka perbuatan zina itu tentu akan dijauhi.  Di sinilah letak kebutuhan kita terhadap pemimpin yang takwa.

1. Karena merekalah yang akan mengedukasi masyarakat tentang bagaimana menjadi manusia yang bertakwa.

2. Pemimpinlah yang akan menyediakan sarana dan prasarana untuk mewujudkan ketakwaan warga negara

3. Pemimpin akan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku maksiat, dengan tujuan mendapatkan realitas sakit di dunia, sehingga orang lain yang punya keinginan maksiyat akan tercegah. Menghindari dari perbuatan yang bisa mencelakakannya.
Inilah gambaran dari hadits Nabi ﷺ :

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.”

[Hr Bukhari dan Muslim] 

 

 

Sungguh kita rindu pemimpin yang bisa menjadi tameng bagi diri dan generasi dari segala gempuran keburukan yang saat ini merajalela. Gempuran ide kebebasan beragama, kebebasan berbuat, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan kebebasan kepemilikan yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi.

Please follow and like us:

Tentang Penulis