Peringatan HAN: Seremoni Tanpa Solusi Hakiki


Oleh: Perwita Lesmana
(Muslimah Pasuruan)

 

LenSa MediaNews__ Sama, seperti tahun-tahun sebelumnya peringatan Hari Anak Nasional kembali digelar. Berdasarkan data dari (Antaranews.com 20-7-2024) Panitia Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) melibatkan sebanyak 7000 anak pada acara puncak HAN yang berlangsung di Istora Papua Bangkit, Kabupaten Jayapura, Papua pada 23 Juli 2024.

 

Mengutip situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tema Hari Anak Nasional (HAN) 2024 sama dengan 2023 yakni, Anak Terlindungi, Indonesia Maju. terdapat enam subtema yang meliputi Suara Anak Membangun Bangsa; Anak Cerdas Berinternet Sehat; Pancasila di Hati Anak Indonesia; Anak Pelopor dan Pelapor; Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja Anak, dan Stunting; serta Digital Parenting.

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyatakan hari anak nasional tahun ini merupakan hari yang istimewa bagi anak-anak di Indonesia. Beliau berharap anak Indonesia menjadi anak yang cerdas bahagia dan bersemangat, tidak ragu untuk bermimpi, karena mimpi adalah harapan bagi masa depan Indonesia. (rri.co.id, 19-7-2024)

 

Seremonial Semata

Negara hanya membuat seremonial acara tapi lupa akar masalah. Jika kita mau lebih cermat dengan peringatan HAN ini, maka benang merahnya tetap sama. Rangkaian acara yang tercantum hanya indah di kata. Tapi pahit pada faktanya. Hampir setiap hari kita mendapati kasus kriminal yang melibatkan anak. Entah sebagai korban maupun pelaku. Selain itu Angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 21,6% berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Belum lagi perkara bullying yang kasusnya semakin sadis, judi online di kalangan pelajar sekolah dasar. Kekerasan seksual, penggunakan miras dan narkoba serta masih banyak kasus yang sungguh miris terjadi di negeri yang notabene penduduknya muslim terbesar di dunia.

 

Akar Masalah

Sejatinya persoalan anak di Indonesia bukan hanya karena satu faktor saja. Tidak hanya salah didikan orang tua, namun abainya masyarakat dan rusaknya sistem yang dianut negara. Sistem sekuler kapitalis menjadi biang kerusakan di segala lini kehidupan. Ketika agama hanya diambil untuk kegiatan ibadah pribadi, sementara kegiatan muamalah, pendidikan, ekonomi, sampai urusan politik diatur oleh sistem kapitalis. Maka wajar jika hak-hak anak semakin terpinggirkan. Anak menjadi objek eksploitasi dan ketamakan penguasa.

 

Solusi Islam

Hal ini sangat berbeda dengan pandangan Islam tentang keberadaan anak sebagai penerus perjuangan umat. Negara yang menjadikan Islam sebagai sistem pemerintahan, berusaha mengoptimalkan peran keluarga sebagai pencetak pondasi akidah, tempat anak belajar di masa emasnya. Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting untuk menjaga hak anak. Amar maruf nahi munkar sudah menjadi karakter masyarakat yang berakidah Islam. Hukum syariat menjadi standar berinteraksi dengan anggota masyarakat termasuk anak di dalamnya.

 

Negara juga memberikan pendidikan berkualitas tanpa pungutan biaya. Segala hal yang mendukung terbentuknya generasi unggul yang bertsaqofah Islam akan difasilitasi. Kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) juga termasuk hak anak yang akan ditanggung negara. Kebijakan yang diambil dalam bidang ekonomi juga tidak akan membuat seorang ayah kesulitan mencari nafkah dan ibu harus keluar rumah ikut berjibaku menanggung beban rumah tangga.

 

Khatimah

Sehingga dapat ditarik simpulan bahwa solusi dari kompleks permasalahan anak di Indonesia bukan acara seremonial yang meriah, namun tegaknya syariat Islam secara kaffah. Biidznillah.

Please follow and like us:

Tentang Penulis