Minyak Kita, tak Pro Kita

Oleh : Elly Waluyo

Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam

 

LenSa Media News _ Opini _ Kesalahan tata kelola sumber daya alam di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme merupakan suatu keniscayaan. Karena pada dasarnya, sistem ini merupakan sistem yang meletakkan kendali perdagangan, industri dan alat-alat produksi pada pemilik modal atau swasta yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Dasar ini pula yang menyebabkan pemerintah menjadi mandul dalam melakukan intervensi dan hanya mampu melakukan intervensi untuk kepentingan-kepentingan pribadi.

Keputusan pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pada minyakKita dari 14.000 rupiah menjadi 15.700 rupiah menuai kritik. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau biasa dipanggil Zulhas sebagai pengusung usulan kenaikkan harga tersebut menyebutkan bahwa kenaikkan HET dipengaruhi oleh merosotnya nilai rupiah yang mencapai 16.344 rupiah dan menyesuaikan harga bahan pokok yang lain. Namun alasan tersebut dianggap tidak masuk akal oleh Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), karena kenaikan harga tersebut terjadi di tengah melimpahnya CPO (Crude Palm Oil/Minyak Kelapa Sawit Mentah) di dalam negeri, sedangkan posisi Indonesia bukanlah importir minyak sawit yang dipengaruhi oleh faktor internasional seperti kurs mata uang.

Selain itu laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan bahwa jumlah produksi dari 3,146 ton ketersediaan minyak kelapa sawit mentah pada bulan Januari 2024, sebesar 1,942 juta ton dikonsumsi dalam negeri sedangkan jumlah ekspornya mencapai 2,802 juta ton. Menurut Eliza Mardian seorang Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) menyatakan bahwa dalam dua bulan terakhir harga CPO dunia sedang menurun sehingga tidak ada kenaikan dari segi bahan mentah, namun Eliza menyampaikan bahwa kenaikan harga minyakKita dapat disebabkan masalah distribusi yang banyak diedarkan oleh swasta bukan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pangan(https://bisnis.tempo.co; 20 Juli 2024).

Kritikan atas kebijakan kenaikkan harga minyak goreng yang telah diumumkan oleh Mendag melalui Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat disampaikan pula oleh Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat. Alasan kenaikan harga yang disampaikan oleh Mendag tersebut terasa aneh dan sumir karena Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di muka bumi. Merujuk dari catatannya yang menunjukkan kenaikkan produksi CPO sebesar 7,15 persen pada 2023 sehingga mencapai 50,07 juta ton (https://www.liputan6.com; 20 Juli 2024).

Kenaikan harga kebutuhan pokok di tengah-tengah melimpahnya bahan mentah menunjukkan gagalnya sistem kapitalisme dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki untuk kesejahteraan rakyatnya. Beban ekonomi rakyat semakin besar berpotensi menambah angka kemiskinan yang berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kriminalitas. Hal ini pula yang akan menarik bangsa-bangsa lain dengan dalih bantuan pinjaman, bantuan pengelolaan sumber daya alam atau dalih investasi untuk menutupi tujuan penguasaan. Pemerintah bersikap non aktif dalam melakukan intervensi harga pasar dan hanya mampu memberikan kebijakan untuk merestui kepentingan pemilik modal membuat mereka berlomba-lomba meraup keuntungan dari pemenuhan kebutuhan yang menjadi hak dasar masyarakat.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memiliki konsep pangan mewujudkan kemandirian dan jaminan pasokan. Dalam Islam kebutuhan pangan termasuk minyak merupakan kebutuhan pokok yang wajib di penuhi negara. Posisi negara sebagai pengurus urusan umat akan meningkatkan produktivitas lahan dengan mendukung dan memfasilitasi seperti menghidupkan kembali lahan yang mati, meningkatkan kualitas benih, pemanfaatan teknologi, hingga pembekalan kemampuan untuk para petani.

Dalam segi distribusi, negara mengikuti hukum permintaan dan penawaran secara alami tanpa mengintervensinya. Negara hanya akan melakukan pengawasan dan pengawalan distribusi untuk mencapai pasar yang sehat. Apabila terjadi ketidaknormalan harga maka negara akan mengambil kebijakan dengan menghilangkan penimbunan, kartel, dan lain-lain serta menyeimbangkan antara supply dan demand. Demikianlah Islam secara luas, menyeluruh dan teliti dalam menjaga kestabilan harga pangan sehingga dapat dijangkau oleh seluruh rakyat dengan murah dan mudah.

 

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis