Judi Online Bukti Kapitalisme Gagal Menjanjikan Kesejahteraan

Oleh: Risa Hanifah

 

LenSaMediaNews.com__Judi online atau disingkat judol kini menjadi naik daun, bukan karena prestasinya namun akibat kegagalannya menjamin kesejahteraan dari sisi ekonomi. Bagaimana tidak, kasus pembakaran di Mojokerto oleh seorang istri terhadap suaminya hingga meninggal dunia cukup memberikan fakta bahwa risiko nyawa dan psikis bakal dialami oleh anggota keluarga yang tenggelam dalam praktik haram judol. Bahkan pelaku judol di tanah air tidak hanya menjerat masyarakat awam tapi juga ASN, pegawai BUMN, aparat keamanan, artis hingga pejabat di lingkaran kekuasaan.

 

Pemerintah memetakan korban judol mencapai 2,37 juta jiwa. Hadi Tjahjanto (Menko Polhukam) pun mengungkap bahwa terdapat 2 persen di antaranya, yakni sekitar 80 ribu pemain judol di Indonesia terdeteksi anak di bawah usia 10 tahun. Sedangkan persentase terbesar korbannya usia 30 hingga 50 tahun, baik laki-laki maupun perempuan (Kompas.com, 19-06-2024). Namun, data ini bisa jadi sebuah fenomena gunung es di tengah masyarakat yang wajib mendapat penanganan serius sebelum kerusakan sosial makin parah.

 

Apabila kita tarik benang merahnya, faktor utama yang mendorong seseorang mengambil judi online sebagai jalan pintasnya adalah ekonomi. Mereka menjadikan judol sebagai permainan untuk mengundi nasib dengan harapan bakal mendapat untung berlimpah tanpa usaha berlebih. Alih-alih meraih untung, tabiat judi yang tak dapat diprediksi justru menyebabkan kebuntungan hakiki hingga mempengaruhi psikis korban judol. Lantas mengapa perilaku masyarakat demikian dapat terjadi?

 

Kehidupan masyarakat saat ini bercorak individualis dan serba materalistik, sehingga mereka senantiasa menganggap kebahagiaan hanya dapat diukur dengan uang. Paradigma demikian lahir dari pandangan hidup kapitalisme yang telah mandarah daging di dalam masyarakat hingga mempengaruhi pemikiran, perasaan dan peraturan di tengah-tengah kehidupan. Kapitalisme pulalah yang menjadi sebab lahirnya judi online sebagai solusi fatal bagi carut marutnya problem ekonomi masyarakat. Bukannya solutif malah melahirkan problem baru yang lebih memprihatinkan. Inilah bukti kegagalan kapitalisme memberikan kesejahteraan.

 

Kini persoalan judol tak mampu lagi diselesaikan secara individual karena sifatnya yang sistematis ala kapitalisme. Sudah saatnya pemerintah turun tangan menghentikan praktik haram ini. Namun sejauh ini pemerintah melalui perangkat aturannya masih belum menuntaskan problem judol hingga ke akarnya. Di dalam KUHP diatur terkait perjudian daring dalam Pasal 27 ayat (2) UU 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang ITE.

 

Namun, sanksi atas judol sejauh ini tidak sampai dijatuhi hukuman tahanan. Sebab, menurut Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada apabila ditahan maka penjara akan penuh mengingat pelaku judol jumlahnya bisa mencapai 2,3 juta pelaku (Kumparan.com, 21-06-2024). Sungguh ini menunjukkan negara tak berdaya memberantas judol.

 

Islam Punya Solusi Hakiki

Allah Swt. berfirman di dalam Q.S. Al-Maidah ayat 90-91 yang artinya, “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berhudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi Nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

 

Berdasarkan firman Allah tersebut jelas bahwa judi termasuk perbuatan setan sehingga haram dilakukan, baik judi online maupun offline. Agar penerapan ayat tersebut sempurna maka negara wajib meninggalkan kapitalisme dan beralih pada Islam Kaffah. Individu, keluarga, dan masyarakat bahkan negara wajib memahami pentingnya pengokohan iman. Sehingga, menjadikan akidah Islam sebagai pondasi yang kokoh dan benteng yang kuat dari godaan perilaku maksiat seperti judi.

 

Di samping itu, negara perlu menyadari bahwa ekonomi kapitalisme yang kini sedang bercokol harus dicampakkan dan diganti dengan ekonomi Islam. Sehingga, problem kemiskinan tidak lagi diselesaikan dengan bansos, namun dengan pengelolaan sumber daya alam berdasar syariat Islam dan dikembalikan sepenuhnya untuk kesejahteraan umat seluruhnya, muslim dan nonmuslim.

 

Dari sisi preventif, negara wajib melindungi masyarakat dari kejahatan digital dengan memberdayakan pakar teknologi informasi terbaiknya. Apabila langkah preventif belum cukup mencegah perbuatan judi maka negara menegakkan sanksi yang tegas berupa hukuman ta’zir melalui keputusan Qadhi (hakim).

 

Demikianlah, Islam menuntaskan problem judol hingga ke akarnya. Akan tetapi, solusi Islam hanya dapat ditegakkan secara menyeluruh, manakala sistem pandangan hidup kapitalisme benar-benar ditinggalkan hingga terwujud kehidupan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Wallahu a’lam bishawab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis