Naiknya Harga Bahan Pokok, Rakyat Jadi Korban

 

Lensa Media News, SP- Bukan pertama kalinya pemerintah menetapkan kebijakan terkait harga kebutuhan pokok yang berujung pada polemik di tengah masyarakat. Tak hanya beras, belum lama ini harga kebutuhan pokok seperti gula dan minyak juga mengalami kenaikan. Harga Acuan Pemerintah (HAP) gula naik dari Rp15.500 menjadi Rp17.500 sejak 31 Mei dan diperpanjang hingga Juli 2024. Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita naik dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran (SE) Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 425/TS.02.02/B/06/2024.

 

Selain untuk menjaga pasokan gula sebelum musim giling tebu, alasan pemerintah menaikkan harga gula adalah karena lemahnya nilai tukar rupiah. Begitu pula kenaikan minyak goreng didasari oleh pertimbangan pengaruh daya beli masyarakat terhadap inflasi, juga agar setiap pelaku usaha mendapatkan keuntungan yang wajar.

 

Permasalahannya, baik beras, minyak dan gula adalah kebutuhan keseharian rakyat yang tak bisa digantikan dengan komoditi lain. Bayangkan jika harga kebutuhan ini terus melonjak, berapa banyak usaha mikro di Indonesia yang akan gulung tikar. Besarnya biaya produksi, daya beli masyarakat menurun, PHK di mana-mana berimbas pada sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masalah hidup pun semakin menumpuk. Tak sedikit yang berujung pada terganggu nya kesehatan mental. Lagi-lagi rakyat jadi korban kebijakan. Pernahkah pemerintah mempertimbangkan hal tersebut.

 

Beginilah gambaran hidup dalam sistem kapitalisme, negara hadir hanya sebagai regulator bagi para kapitalis. Mereka menjadi pelayan bagi tuannya yakni para oligarki yang dengan kekuasaannya bebas mengatur harga pasar demi keuntungan pribadi. Berbeda dengan kehidupan dalam sistem Islam, seorang pemimpin (Khalifah) akan memastikan seluruh rakyat terpenuhi segala kebutuhan pokok mereka baik sandang, pangan, papan. Khalifah juga memastikan pengawasan distribusi pangan yang baik di pasaran.

 

Haram hukumnya bagi Khalifah mematok harga. Sementara itu sanksi dalam islam juga akan memberantas praktik penimbunan dan monopoli harga. Lapangan kerja akan dibuka seluas-luasnya, serta pemberian modal oleh negara dari baitul mal. Bagi rakyat yang terkategori lemah, negara akan memberikan bantuan rutin dan berkelanjutan karena tugas pemimpin adalah sebagai pengurus dan penanggung jawab rakyatnya.

 

Fatimah Nafis

 

[LM, Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis