Anggota DPR Terlibat Judi Online, kok Bisa?

Oleh: Siti Aminah
(Aktivis Muslimah Kota Malang)

Lensamedianews.com, Opini – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 orang anggota legislatif setingkat DPR dan DPRD bermain judi online (judol). Hal ini diungkapkan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ivan Yustiavandana, dalam rapat dengan DPR RI, Rabu (26/6/2024).

PPATK mencatat ada sekitar 63 ribu transaksi dengan pemain mencapai 1.000 orang. Pemain itu berada di lingkungan legislatif mulai anggota DPR, DPRD, hingga kesekjenan. Dengan angka  transaksi mencapai miliaran.

“Angka rupiahnya hampir Rp25 miliar di masing-masing, transaksi di antara mereka dari ratusan (juta) sampai miliaran, itu deposit, kalau perputarannya sampai raturan miliran. (Tirto.id, 27/06/2024).

Sungguh memalukan wakil rakyat yang seharusnya menjadi suara rakyat malah melakukan tindakan melanggar hukum. Wakil rakyat yang lebih fokus pada judol daripada kondisi rakyat mencerminkan buruknya wakil rakyat. Wakil rakyat seharusnya menjadi contoh yang baik bagi rakyat.

Tapi nyatanya wakil rakyat di dalam sistem demokrasi kapitalis ini bukanlah wakil rakyat, tapi wakil para kapitalis. Ini dikarenakan proses menjadi wakil rakyat tidaklah mudah, mereka harus mempunyai modal yang banyak untuk mendapatkan kursi dalam DPR. Modal itu harus kembali bila sudah menjadi anggota DPR. Maka dari itu muncullah watak serakah walaupun sudah mendapatkan gaji besar dan segala macam tunjangan.

Hal ini menyebabkan yang menjadi wakil rakyat adalah orang yang mempunyai modal sehingga banyak wakil rakyat yang lemah integritas, tidak amanah, dan kredibilitas rendah.

Anggota dewan hari ini lebih banyak melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki dan tidak berpihak pada rakyat banyak.  Hal ini menggambarkan adanya perekrutan yang bermasalah karena tidak mengutamakan kredibilitas, dan juga representasi masyarakat.

Dalam Islam, Majelis Umat adalah representasi umat yang berperan penting dalam menjaga penerapan hukum syara oleh pejabat negara dan menyalurkan aspirasi rakyat.

Majelis Syura merupakan majelis atau dewan yang terdiri dari orang-orang yang telah dipilih umat dan perwakilan umat untuk meminta pertanggungjawaban dan mengoreksi penguasa dalam menerapkan Islam, serta memberikan arahan atau masukan pada penguasa dari apa yang dianggapnya baik bagi kaum muslim.

Setiap orang yang memiliki hak kewarganegaraan Islam boleh untuk menjadi anggota Majelis Umat, selama ia berakal, balig, dan merdeka. Dalil atas hal ini adalah bahwasanya Rasulullah saw. telah meminta kaum muslim untuk memilih 14 orang pemimpin dari kalangan Anshar dan Muhajirin untuk menjadi tempat meminta masukan dalam berbagai persoalan.

Adapun beberapa wewenang utama Majelis Syura ini adalah:

1. Memberikan pendapat (usulan) kepada khalifah dalam setiap urusan dalam negeri seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, sebagaimana juga usulan mendirikan sekolah, membuat jalan, atau mendirikan rumah sakit. Dalam hal ini pendapat majelis bersifat mengikat.

2. Mengoreksi khalifah dan para penguasa tentang berbagai hal yang dianggap oleh mereka sebagai sebuah kekeliruan. Pendapat majelis ini bersifat mengikat jika pendapat mayoritasnya bersifat mengikat pula. Bila terjadi perbedaan dengan khalifah, maka perkara tersebut diserahkan kepada Mahkamah Mazhalim.

3. Menampakkan ketidaksukaan terhadap para wali atau para mu’awin, dan khalifah harus memberhentikan mereka yang diadukan itu.

4. Memberikan pandangan dalam undang-undang yang akan ditetapkan dan membatasi kandidat khalifah.

Berbagai dalil yang berkaitan dengan syura ini di antaranya adalah firman Allah SWT.

وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.“ (QS Ali Imran: 159).

وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS Asy-Syura: 38).
Ini berkaitan dengan kaum muslim, adapun bila dikaitkan dengan nonmuslim, adalah firman Allah SWT,

فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Maka tanyakanlah olehmu kepada ahla adz-dzikir        (orang-orang yang berilmu), jika kamu tiada mengetahui.” (QS Al-Anbiya: 7).

Pengertian ahli dzikr di sini mencakup ahli kitab.

Rasulullah saw. bersabda pada Umar dan Abu Bakar, “Bila kalian berdua telah bersepakat dalam suatu urusan yang dimusyawarahkan, maka aku tidak akan menyalahi (menentang) kalian berdua.”

Islam mampu melahirkan individu anggota majelis umat yang amanah, bertanggung jawab, dan peduli pada kondisi masyarakat.

Apakah kita tidak rindu dipimpin dan meneladani pemimpin yang amanah? Yang cerdas mengatasi segala permasalahan dan mengoreksi penguasa tanpa takut ancaman. [LM/ Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis