Hati-hati dengan Jari

Oleh: Kak Shafa

(MIMم_Muslimah Indramayu Menulis)

 

LenSaMediaNews.com__Besti, pernah terpikir tidak kalau suatu hari, jari jemari kita bakalan bisa bicara. Mind-blowing, sekaligus ngerti-ngeri sedap, tapi itu akan terjadi lho. Buat yang tiap malam Jumat rajin baca surat Yasin, pasti lewatin ayat ke 65, yang artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”

 

Jadi, di akhirat tepatnya saat tiba di fase yaumil hisab, setiap tangan dan kaki manusia akan bersaksi di hadapan Allah, sementara mulut malah dikunci. Kenapa? Karena mulut seringkali bersilat lidah, alias pintar mencari alasan sebagai pembenaran. Nanti, kaki dan tangan beserta jari jemari akan mengungkap segala yang pernah dikerjakan. Terutama kedua jempol tangan kita nih, besti.

 

Di era digitalisasi, jempol sering banget kepleset. Darinya tercetus satu maksiat, berujung pada maksiat ‘jariyah‘. Meskipun seseorang sudah log out dari dunia, tapi dosanya masih mengalir deras. Sepintas sepertinya sepele ya, cuma nutul menutul alias nyentuh layar untuk upload, download, nge-klik ini itu, nge-like, nge-share dan nulis komentar sekenanya. Tapi ternyata semua ada konsekuensinya.

 

Jempol akan ditanya, saat di dunia digunakan untuk posting apa saja. Misal, viral di berita, dan di-spill oleh detik.com pada 30-06-2024, tentang kalangan remaja yang membuat konten berisi live tawuran. Kejadiannya di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

 

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Jadi sembari tawuran, disempetin buat live streaming. Demi apa coba? Hal berbahaya tersebut dibela-belain demi konten. Ujung-ujungnya biar dapat keuntungan, baik dalam bentuk uang atau juga pengakuan. Kok bisa ya, konten kekerasan malah dibilang keren, bukannya serem bin ngeri.

 

Dari sini jadi makin transparan alias jelas nampak isi kepala anak-anak remaja pelaku tawuran, pun remaja lain yang milih mager, tapi sambil nonton live streaming-nya, plus ngopi santai di tengah rintik hujan. Referensi yang sampai ke otak mereka tidak jauh-jauh dari ragam kesenangan fana.

 

Tak jarang dari mereka, mendefinisikan bahagia sebagai titik di mana tangan mereka mampu meraih kepuasan duniawi. Bisa makan enak, beli baju, sepatu dan tas branded, punya smartphone versi terbaru, ke mana-mana naik moge (motor gede), sampai gonta ganti cewek, oplas (operasi plastik) atau apapun yang bisa membuat mereka dibilang “daebak“, wow sekali.

 

Tajir melintir menjadi impian sekaligus obsesi. Sebab, di alam kapitalis ini, uang adalah dewa. Disembah, dan bikin dengkul lemes sampai berlutut di hadapannya. Orang tajir, gampang terkenal. Dan salah satu jalan pintas biar bisa langsung dapat keduanya adalah media sosial. Lewat konten yang berpotensi viral.

 

Padahal kalau balik lagi ke soal jari jemari, urusannya bisa gawat. Jari meng-upload konten hanya sekali, tapi kalau kontennya unfaedah, apakah Allah bakalan rida? Ditambah lagi, semisal banyak mendapat like dan di-share oleh ribuan warganet, terbayang lipat demi lipat dari dosanya. Parahnya, jejak digital sulit dihapus, meski pemilik konten sudah tiada. Di sinilah ngerinya. Seseorang yang telah berpindah alam, tidak akan mungkin bisa kembali ke dunia untuk memperbaiki kesalahannya atau sekadar men-delete postingan.

 

Tobat jari, yuk besti. Mumpung Allah masih memberikan kesempatan hidup. Jati diri sebagai seorang muslim, harus kita patri. Sadari kalau kita ada pemiliknya. Sang Pemilik berkehendak merawat dan menentukan peta jalan hidup untuk kita lewati. Karena di depan sana perjalanan masih panjang. Kehidupan dunia hanyalah satu fase dari fase-fase yang akan dilewati. Seluruh manusia akan kembali kepada pemiliknya, yakni Allah SWT.

 

Jati diri kita sebagai seorang muslim, akan membawa pada janji setia. “Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162) 

 

Hanya untuk Allah, bukan untuk selain-Nya. Begitupun seluruh anggota tubuh, semestinya digunakan sejalan dengan rida Allah SWT. Jari jemari dikendalikan agar tidak melenceng dari misinya. Jika pun ingin memviralkan satu postingan, maka akan memilih konten bermanfaat dan mendekatkan warganet kepada ajaran Islam. Tidak mungkin mempertontonkan kekerasan, semacam tawuran.

 

Besti, relakah kita menukar harumnya syurga, hanya demi kesenangan sesaat? Kenapa tidak memilih live streaming berisi dakwah, padahal darinya rahmat dan rida Allah berpotensi untuk kita dapatkan.

Wallahua’lam bishawab. [LM/Ss]

Please follow and like us:

Tentang Penulis