Akses Pupuk Sulit, Petani Menjerit
Oleh: Nurma Wuriana, S.Psi.
LenSaMediaNews.com__Sejumlah kelompok tani yang ada di Dusun 006, Talang 40, desa Baturaja Bungin, Kecamatan Bunga Mayang, OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan mengeluhkan pembelian pupuk jenis bersubsidi yang dijual mahal. Menurut keterangan dari beberapa kelompok tani yang ada di sana, harga yang dipatok sangatlah mahal. “Padahal kita beli Pupuk jenis subsidi menggunakan kartu Tani, tapi masih aja dipatok harga Rp380.000. Harga yang dipatok sebesar itu bagi kami sangat mahal, kami loh ikut kelompok Tani,” ungkap mereka.
Sebelas dua belas dengan nasib para petani di Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa timur yang merasakan kelangkaan dalam mendapatkan pupuk urea di saat musim tanam seperti saat ini. Fakta di lapangan pupuk tersebut dijual lebih mahal dari harga eceran tertinggi (HET) (jatimnews.sigapnews.co.id, 21-06-2024).
Tak hanya petani sawah tadah hujan di kawasan perbukitan di kecamatan tersebut yang mulai kesulitan memperoleh pupuk urea bersubsidi di saat musim tanam. Tapi ada lagi petani di kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat NTT yang harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah (beritasatu.com, 23-06-2024). Hal ini terungkap dari temuan Tim Satgassus Pencegahan korupsi POLRI saat memantau penyaluran pupuk subsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024.
Berikut hasil pemantauan tim Satgassus: (1). Di kedua kabupaten tersebut masih banyak petani bahkan mencapai ribuan yang seharusnya berhak, malah tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi karena belum terdaftar di E-RDKK. Hal ini salah satunya disebabkan oleh belum padu padannya nomor NIK petani dengan data dukcapil dan tidak cukup waktu untuk melakukan input data di sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (E-RDKK).
(2). Sampai Juni 2024, masih banyak kartu tani yang belum disalurkan oleh bank sehingga petani tidak bisa menebus jatah pupuk bersubsidinya. (3). Distribusi belum merata, bahkan ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak 80 km. (4). Masih banyak petani yang kehabisan pupuk subsidi disaat membutuhkannya karena kios dan distributor (5). Masih banyaknya penolakan transaksi penebusan oleh tim verifikasi dan validasi kecamatan karena ketidaklengkapan administrasi.
Hal ini membuat petani kian menjerit dan makin menurunkan produktivitasnya. Petani tidak bisa berbuat banyak karena kesemrawutan sistem, jarak dan stok distribusi pupuk yang ada di pemerintah.
Fakta di lapangan, pemerintah kini tercatat memiliki utang subsidi pupuk kepada PT. Pupuk Indonesia (Persero) sebesar 12,5 triliun rupiah. Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebutkan, utang tersebut terdiri atas tagihan berjalan April 2024 sekitar Rp2 triliun dan sisanya merupakan tagihan subsidi pupuk pada 2020, 2022, dan 2023 yang belum dibayarkan pemerintah (ekonomi.bisnis.com, 20-06-2024).
Ada banyak persoalan dalam akses pupuk subsidi bagi petani. Ini buah dari kapitalisasi pupuk dan lepas tangannya negara dalam memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani. Perusahaanlah yang kini memegang kendali pengadaan dan distribusi pupuk. Petani pun kesulitan mendapatkannya. Bahkan negara terjerat hutang pupuk kepada PT. Pupuk Indonesia. Inilah realita yang ada, negara memiliki utang pada perusahaan yang sejatinya adalah BUMN sendiri. Semua itu menjadikan akses pupuk makin jauh. Juga makin jauh dari cita-cita terwujudnya kedaulatan pangan dan juga ketahanan pangan.
Islam menjadikan pertanian sebagai bidang strategis. Oleh karena itu negara akan mendukung penuh para petani, termasuk dalam mengakses sarana produksi pertanian (Saprotan) dengan mudah. Di sisi lain, negara juga memiliki mekanisme dalam memberikan bantuan pada petani dan keluarga yang tak punya modal agar tetap menjadi petani yang sejahtera.
Wallahu a’lam bish-shawwab. [LM/Ss]