Pekerja dalam Bayang-bayang PHK
Oleh: Carminih, S.E.
(MIMم_Muslimah Indramayu Menulis)
LenSaMediaNews.com__Memilukan, ribuan buruh industri tekstil dilaporkan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu diungkapkan oleh presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi. Sekitar 13.800 orang pekerja pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi korban PHK sejak awal tahun 2024. PHK terpaksa dilakukan demi efisiensi perusahaan. Selain itu akibat penurunan order sampai tak ada lagi order, sehingga pabrik ditutup (cnbcindonesia.com, 10-06-2024).
Sebenarnya ada faktor lain yang menyebabkan PHK terus berlanjut. Yaitu ketidakpastian ekonomi global. Berupa dampak buruk penerapan ekonomi kapitalisme yang membawa penyakit berupa inflasi. Inflasi sendiri terjadi karena ekonomi kapitalisme mengandalkan kebijakan moneter pada mata uang kertas.
Jika penerapan ekonomi kapitalisme masih terus berlangsung. Mustahil PHK yang berkelanjutan ini bisa diselesaikan. Yang ada justru kemiskinan dan kejahatan semakin merajalela. Demikianlah permasalahan ekonomi akan terus berputar seperti itu selama sistem kapitalisme masih diterapkan di negeri ini.
Di sisi lain juga, peran penguasa terkesan minimalis. Jika ekonomi di negeri ini mengalami kemerosotan, para penguasa kerap mencari solusi instan dalam menanggulanginya. Misalnya saja dalam mengatasi pengangguran. Solusi yang diambil negara dengan membuka investasi asing atau swasta agar lapangan kerja bertambah. Padahal darinya malah memunculkan problem baru.
Untuk mengurangi angka kemiskinan negara hanya menerapkan solusi tambal sulam yang tidak mampu menyelesaikan pokok permasalahan. Yakni dengan memberikan berbagai stimulus agar daya beli masyarakat menggeliat, seperti bantuan sosial (bansos) sembako dan lain sebagainya.
Mirisnya lagi di tengah keberlanjutan PHK di negeri ini dengan solusi instan dan pragmatis, privatisasi sumber daya alam terus terjadi. Liberalisasi pengelolaan kekayaan alam, telah merampas harta milik rakyat. Lalu didaulat menjadi milik individu/swasta, bahkan asing. Kekayaan sumber daya alam yang seharusnya mampu memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat seolah sia-sia, tatkala kapitalis berkuasa dan menguasai hajat hidup masyarakat.
Kondisi seperti ini sangat jauh berbeda dengan kondisi di mana kepengurusan ekonomi berada di tangan negara Islam. Kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas dasar permintaan dan penawaran, pertumbuhan ekonomi, nilai mata uang, cadangan devisa, ataupun indeks harga-harga di pasar nonrill.
Negara Islam akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menjaga kestabilan ekonomi. Yakni dengan melakukan penerapan undang-undang larangan praktek ribawi dan kebijakan fiskal berbasis syariah. Dengan stabilnya iklim usaha, produksi akan berjalan baik sehingga serapan tenaga kerja akan berjalan dengan masif.
Dalam Islam pun, laki-laki diharamkan untuk menganggur apalagi bermalas-malasan. Karena itulah negara Islam akan menjalankan strategi jitu dengan turun tangan langsung memastikan hal ini. Negara Islam juga bertumpu pada industri berat dan strategis. Sebab strategi seperti ini akan mendorong pertumbuhan industri-industri lainnya juga, seperti industri konsumsi dan logistik. Adapun industri tekstil yang merupakan kebutuhan sandang masyarakat, akan didukung produksinya oleh negara.
Melalui sistem keuangan Baitul Mal dalam negara Islam, seorang pemimpin akan memberikan bantuan modal tanpa riba. Atau bahkan memberikan hibah kepada individu usia produktif yang ingin membuka usaha. Sehingga individu tersebut memiliki akses menuju pergerakan ekonomi.
Demikianlah mekanisme negara Islam dalam membangun iklim usaha yang kondusif. Sehingga mampu meminimalisir pengangguran akibat PHK. Maka jelaslah bahwa PHK akan selalu terjadi pada negara yang menerapkan sistem sekuler ala kapitalis-liberal.
Hanya di dalam sistem yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, permasalahan PHK akan teratasi, termasuk permasalahan-permasalahan ekonomi lainnya.
Wallahu’alam bissawab. [LM/Ss]