World Water Forum, Proyek Pro Rakyat atau Swasta?

Oleh: Nurhikmah
(Tim Pena Ideologis Maros)
Lensamedianews.com, Opini – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Basuki Hadimuljono resmi menutup World Water Forum (WWF) Ke-10, Jumat (24/5/2024) di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua, Bali. Acara ini diikuti oleh 33 negara dan 53 organisasi internasional yang setidaknya terdapat 113 kesepakatan proyek air dan sanitasi yang dihasilkan dengan nilai US$9,4 miliar.
World Water Forum ini juga memberikan penekanan pada 3 poin penting Deklarasi Menteri, yakni pertama, pembentukan Center of Excellence of Water Resources Management and Climate Resilience, yang bertujuan untuk ketahanan air dan iklim di Indonesia serta negara Asia Pasifik lainnya. Kedua, mendorong pengelolaan sumber daya air secara terpadu pada pulau-pulau kecil. Ketiga, adanya pengusulan Hari Danau Sedunia (World Lake Day).
Di Indonesia sendiri, terdapat proyek-proyek yang dibicarakan dalam WWF ke-10. Di antaranya percepatan penyediaan air minum untuk 3 juta rumah tangga. Serta proyek pengelolaan air limbah domestik untuk 300 rumah tangga. Selain itu, proyek penanganan banjir di beberapa wilayah di Indonesia juga dibicarakan dalam forum ini. Wilayah itu meliputi Palembang, Pantura, Jabodetabek, Makassar, hingga Sungai Citarum. (kabarbursa.com, 27/05/2024).
Merespons penyelenggaraan WWF ini, Stephan McCaffrey, dalam tulisannya A Human Right to Water: Domestic and International, menyimpulkan bahwa WWF sebagai ajang konsolidasi para pemodal untuk memperluas monopoli pangsa air. Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan High Level Panel WWF juga mengatakan, ada persepsi bahwa air merupakan barang yang gratis, padahal penyediaan air bersih memerlukan investasi yang sangat besar. (Muslimah News, 31/05/2024)
Proyek Bisnis
Adanya pertemuan antar menteri ini digadang-gadang mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam hal penyediaan air bersih. Diharapkan pula proyek ini mampu menjadi solusi dalam pengelolaan limbah air rumah tangga.
Hanya saja, di tengah sistem materialistik hari ini, tak ada makan siang gratis, tentu ada kompensasi balik yang diharapkan dalam proyek kerjasama ini. Apalagi jika berbicara kerjasama antar negara dengan pihak swasta atau investor, maka tentu hal ini tidak akan lepas dari ajang bisnis para pemilik modal. Rakyat tidak akan mungkin menerima fasilitas pengelolaan air secara percuma, pastilah ada harga yang harus mereka bayar. Sebagaimana perkataan menteri Sri Mulyani, bahwa air bukanlah barang gratis sebab memerlukan investasi yang sangat besar.
Berada di tengah sistem ekonomi Kapitalisme hari ini memang segala hal harus mendatangkan keuntungan. Apa pun akan menjadi ladang bisnis, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Negara hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas menyediakan hal yang diperlukan rakyat dalam kehidupannya tetapi tidak disediakan secara gratis.
Ini diakibatkan oleh lemahnya tata kelola kekayaan alam negara yang mengakibatkan negara tidak cukup dana untuk menyediakan infrastruktur pengelolaan air. Alhasil, air yang harusnya menjadi kepemilikan umum bagi rakyat yang disediakan negara secara mudah dan gratis harus dibayar bahkan dengan harga mahal.
Berbeda dengan sistem perekonomian Islam yang justru memandang air sebagai kebutuhan pokok rakyat yang wajib disediakan oleh negara dan merupakan kepemilikan umum yang haram untuk diperjualbelikan atau dijadikan ladang bisnis.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Ahmad).
Setiap individu rakyat berhak mengakses air untuk kebutuhan hidupnya, misalnya untuk kebutuhan makan, minum, mandi, bersuci, termasuk dalam hal pemenuhan domestik, pertanian, ataupun usahanya. Pemenuhan tersebut bisa dimanfaatkan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung bisa dengan memanfaatkan mata air sungai, danau, ataupun sumur.
Apabila negara menyediakan infrastruktur dalam penyaluran kebutuhan rakyat maka hal itu bukan semata-mata untuk meraih keuntungan, tetapi termasuk bagian daripada kewajiban negara dalam memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya dan hal itu akan disediakan secara gratis oleh negara.
Hal ini bisa saja mampu direalisasikan di dalam sistem perekonomian Islam, sebab negara Islam akan mengelola kekayaan alam negeri ini secara mandiri tanpa intervensi dari pihak swasta maupun asing. Dengan hasil pengelolaan SDA tersebut, badan keuangan negara Islam yang disebut Baitulmal akan memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan air rakyat secara merata.

Wallahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis