IKN, Proyek Ambisius Butuh Solusi Serius

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News–Dua otorita IKN (Ibu Kota Negara) telah menyatakan mundur dari jabatannya. Pengunduran diri Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, selaku Ketua OIKN dan Wakilnya, menjadi batu ganjalan di tengah “garangnya” pembangunan IKN (detiknews.com, 4/6/2024).

 

Berbagai spekulasi muncul. Mulai dari buruknya kinerja keduanya hingga masalah IKN yang terlalu rumit dan sudah menyalahi ambang batas kepentingan rakyat. Alasan kuat yang mengemuka yakni keinginan presiden yang menginginkan agenda upacara kemerdekaan tahun ini, menjelang akhir jabatannya, sudah bisa dilakukan di IKN.

 

Sementara faktanya, kehendak presiden ini sulit diwujudkan di tengah semrawutnya anggaran pembangunan IKN. Di sudut lain, terkait hal ini Presiden Jokowi menyebutkan bahwa keduanya mengundurkan diri karena alasan pribadi (kompas.com, 4/6/2024).

 

Kebijakan Absurd ala Sekular Kapitalistik

 

Di luar berbagai spekulasi yang terbentuk di tengah pemikiran masyarakat, fakta nyata tampak jelas. Konflik sosial, kacaunya anggaran hingga sulitnya mereguk investor di IKN, menjadi hambatan besar yang hingga kini belum ada solusi. Kewenangan luas yang tidak didukung kekuasaan berujung pada tersendatnya pembangunan IKN.

 

Tidak hanya itu, wilayah tanah Penajam Paser Utara yang mengandung gambut dan batu bara di bawahnya menyebabkan sulitnya mengakses kebutuhan air dan batu untuk pembangunan. Ini memperkuat alasan enggannya para investor menanamkan modalnya.

 

Berbagai kesulitan yang ada menciptakan asumsi bahwa IKN bakal sepi dan tidak akan mampu menampung banyak rakyat. Para ahli memperkirakan jika IKN hanya akan dihuni tidak lebih dari 5 juta orang (tempo.co, 10/6/2024). Sehingga proyek IKN disarankan untuk diberhentikan daripada terus dilakukan tanpa juntrungan yang jelas.

 

Apalagi, presiden terpilih mendatang pun tampaknya tidak berambisi melanjutkan pembangunan IKN. Programnya hanya sebatas program makan siang yang masih “dirumuskan”.

 

Masalah IKN yang terus menumpuk menunjukkan fakta bahwa negara ini telah keliru menetapkan kebijakan. Lebih kepada  hanya mengikuti nafsu penguasa yang berambisi pada kekuatan, kekuasaan dan keuntungan materi. Sementara nasib rakyat terus dikorbankan. Salah satunya tampak pada nasib warga lokal Penajam Paser Utara yang terus menanti ganti rugi penggantian lahan yang tidak kunjung tuntas hingga kini.

 

Semua kepentingan rakyat dikorbankan. Padahal secara garis besar, program IKN sebetulnya tidak memiliki urgenitas yang mendesak. Inilah potret kebijakan sekularisme yang berpijak pada konsep kapitalistik.

 

Negara sama sekali tidak memandang bahwa kepentingan rakyat adalah hal yang wajib diprioritaskan. Justru sebaliknya, setiap ketetapan yang ada selalu didasarkan pada kepentingan penguasa, investor dan oligarki. Sementara rakyat hanya bisa gigit jari.

 

Urgensi IKN dalam Pandangan Islam

 

Perpindahan ibu kota negara sebetulnya bukan hal yang baru. Islam pun mencatat sejarah perpindahan ibukota. Sejarah peradaban Islam mencatat setidaknya ditetapkan empat kali perpindahan ibukota negara. Alasan utama perpindahan ibukota saat itu semata-mata karena aspek politik.

 

Perpindahan pertama adalah dari Madinah ke Damaskus pada awal Bani Umayyah. Perpindahan kedua adalah saat kebangkitan Bani Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad. Baghdad adalah kota yang baru dibangun, menggantikan Ctesiphon, ibukota Persia. Perpindahan ketiga adalah pasca hancurnya Baghdad oleh serbuan Mongol, dan pusat Khilafah lalu dipindah ke Kairo.

 

Kairo sendiri sudah ada di delta sungai Nil itu sejak zaman Fir’aun. Sedang terakhir adalah perpindahan dari Kairo ke Istanbul, ketika Khalifah terakhir Abbasiyah mengundurkan diri setelah mengamati kemampuan Bani Abbasiyah memimpin dunia Islam dan mendakwahkannya ke penjuru dunia. Adapun Istanbul telah berdiri lebih dari 1000 tahun karena dibangun oleh Kaisar Konstantin. Dengan demikian, satu-satunya ibukota Khilafah yang praktis dibangun dari awal hanyalah Baghdad.

 

Dalam sejarah perpindahan ibukota dalam peradaban Islam senantiasa ditetapkan secara matang berdasarkan pendapat para khubara (ahli), baik bidang politik, ekonomi dan kawasan wilayah baru yang potensial untuk dijadikan ibukota khilafah. Dengan kebijakan tersebut menciptakan optimasi kepengurusan rakyat lebih baik.

 

Anggaran terkait ibukota negara pun tidak ditetapkan secara mendadak tanpa perencanaan matang. Melainkan ditetapkan secara detil baik anggaran maupun programnya. Kebijakannya pun tidak merugikan kepentingan rakyat. Karena dalam sistem Islam, kepentingan rakyat adalah prioritas yang wajib dijaga.

 

Rasulullah SAW. bersabda,”Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori). Demikianlah Islam menetapkan kebijakan yang senantiasa menjaga. Amanah dalam pengaturan. Rakyat pun senantiasa terlindungi dalam dekapan sistem penuh kasih sayang. Wallahualam bissawwab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis