Pajak untuk Rakyat Sejahtera atau Sengsara?

Oleh: Sunarti

 

LenSa Media News–“Bak jatuh tertimpa tangga” begitu nasib rakyat Indonesia saat ini. Dengan berbagai macam persoalan hidup dan pemenuhan kebutuhan dasar yang juga susah, masih ditambah beban pajak yang konon untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Faktanya kehidupan rakyat sarat dengan banyaknya iuran entah atas nama sosial ataupun jaminan kesehatan.

 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal itu diumumkan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Rahayu Puspasari. Lebih lanjut dikatakan jika kenaikan tarif merupakan bagian dari kebijakan reformasi fiskal. Selain kenaikan tarif PPN, pemerintah juga menambah lapisan pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) untuk pendapatan di atas Rp 5 miliiar.

 

Selain itu pemerintah juga menambah objek pajak baru yang akan dikenakan PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.

 

Tak ketinggalan jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman yang dengan wesel pos (Kompas.com, 6/6/2024). Bukankah ini semua akan berpengaruh terhadap kehidupan rakyat?

 

Sementara ada pihak lain yang diuntungkan oleh pemerintah yaitu para pengusaha. Relaksasi pajak properti hingga tax amnesty (pengampunan pajak) dan beberapa insentif pajak lain. Padahal jika dilihat lebih detail hanya sebagian rakyat kecil saja yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini.

 

Yaitu masyarakat yang berstatus kelas menengah ke atas yang jelas memiliki kemampuan dan daya beli barang mewah seperti mobil yang akan mendapatkan keringanan PPN-BN.

 

Namun demikian saat ini penerimaan pajak dianggap anjlok pada Maret 2024. Dikutip dari CNBC Indonesia, sejumlah setoran pajak beberapa sektor industri turun drastis seperti industri manufaktur hingga industri pertambangan.

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, turunnya setoran pajak beberapa industri ini menggambarkan kondisi perekonomian domestik yang terdampak tekanan ekonomi global. Penyebabnya, kata Sri Mulyani ialah penurunan harga komoditas dan peningkatan restitusi pajak terutama di subsektor industri sawit dan logam dasar.

 

Sistem Ekonomi Kapitalis tidak Mensejahterakan Rakyat

 

Sistem ekonomi ala kapitalis sebenarnya tidak bisa mensejahterakan rakyat. Dari berbagai macam kebijakan, rakyatlah yang menjadi incaran pengeluaran kapital (keuangan). Terutama pajak yang menjadi salah satu “napas” dari sistem yang berstandar kapital ini. Pajak adalah pemasukan utama negara. Sayangnya, pemungutan pajak diberlakukan dengan tebang pilih dan lebih menguntungkan pihak-pihak pengusaha.

 

Meski di dalam pelaksanaannya dilakukan dengan slogan-slogan yang “manis” untuk mengelabuhi rakyat, namun pada dasarnya rakyat “dipaksa” untuk taat pajak.

 

Lebih miris, berkurangnya target pemasukan pajak memicu negara mengeluarkan berbagai kebijakan yang membantu para pengusaha. Seperti tax amnesty dan insentif lainnya. Pun, negara bisa mengubah aturan terkait pajak tanpa dianggap melanggar aturan negara.

 

Pajak dalam Sistem Islam

 

Dalam pelaksanaan sistem ekonomi, negara memiliki berbagai macam sumber pemasukan, sehingga Daulah Islam adalah negara yang kaya. Islam melarang adanya pajak kecuali pada kondisi tertentu ketika ada kebutuhan rakyat yang mendesak dan kondisi Baitul maal kosong.

 

Sumber pemasukan Baitul mal adalah fai’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Sumber-sumber ini berada dalam pos-pos dan disalurkan kepada rakyat sesuai aturan syara‘.

 

Negara tidak boleh mengambil harta kaum muslim maupun non muslim selain harta yang telah difardukan oleh Allah sebagai pajak, secara mutlak. Sebab tidak ada kebolehan mengambil harta rakyat sedikitpun, selain cara yang haq dan telah ditentukan oleh dalil-dalil syara’ secara rinci.

 

Khatimah

 

Kondisi perpajakan dalam sistem sekular-liberal saat ini jelas bukan berpihak pada rakyat, akan tetapi berpihak pada para pengusaha dan konglomerat. Terbukti, rakyat yang semakin hari semakin dituntut untuk membayar pajak dan juga memenuhi kebutuhan pangan, sandang maupun papan dengan harga yang tinggi dikarenakan pajak yang dikenakan pada barang-barang tersebut.

 

Ini bertentangan dengan sistem Islam yang segala urusan perekonomian berdasar pada kesejahteraan warga negara. Tentunya, ini semua tidak akan bisa diterapkan dalam negara yang menganut sistem sekular-liberal. Dan sudah seharusnya kaum muslim melek mata untuk sebuah perubahan mendasar, yaitu kembali pada sistem Islam yang benar-benar akan mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan.Waallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis