All Eyes on Rafah : Bukan PBB Solusinya
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
LenSa Media News–Serangan brutal dan keji yang dilakukan militer Zionis Israel laknatullah terhadap penduduk dan pengungsi Palestina di Rafah pada tanggal 6 Mei 2024 mengundang kecaman dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Tagar All Eyes on Rafah pun menjadi trending topic di social media X selama beberapa waktu ini. Banyak warganet pengguna media X yang mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi Rafah dan mengecam kekejian aksi genosida dari militer Zionis Israel ini (tirto.id, 8/05/2024).
Dalam akun resmi X, Kemenlu RI mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan puncak kejahatan terhadap kemanusiaa. Indonesia meminta Dewan Keamanan PBB untuk segera menghentikan kejahatan Zionis Israel, untuk mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar (liputan6.com,8/05/2024).
Runtuhnya Khilafah dan Campur Tangan PBB
Setelah Khilafah Islamiyyah runtuh, yang ditandai dengan kekalahan Kesultanan Utsmaniyah dalam Perang Dunia Pertama pada tanggal 3 Maret 1942, Inggris mengambil alih Palestina. Wilayah ini didiami oleh Bangsa minoritas Yahudi dan Bangsa Mayoritas Arab.
Ketegangan antara dua bangsa tersebut meningkat ketika masyarakat dunia menugaskan Inggris untuk mendirikan “rumah nasional” di Palestina bagi warga Yahudi.
Bagi orang Yahudi, wilayah itu adalah tanah air leluhur mereka, tetapi warga Arab Palestina juga. Antara tahun 1920-an hingga 1940-an, jumlah orang Yahudi yang datang ke wilayah itu bertambah. Banyak di antara mereka adalah orang Yahudi yang menyelamatkan diri dari persekusi Eropa dan mencari tanah air sesudah Holokaus perang dunia kedua.
Ketegangan antara Yahudi dan Arab, dan aksi penentangan kekuasaan Inggris, juga meningkat. Pada tahun 1947, PBB menetapkan wilayah Palestina dibagi menjadi dua negara terpisah untuk Bangsa Yahudi dan Arab Palestina, dengan Yerusalem sebagai kota internasional. Ketetapan ini diterima oleh kalangan pemimpin Yahudi, namun ditolak oleh Bangsa Arab Palestina dan kemudian tidak pernah diterapkan.
Karena tidak bisa menyelesaikan masalah, maka pada tahun 1948 penguasa Inggris angkat kaki dari Palestina dan para pemuka Yahudi mendeklarasikan pembentukan negara Israel. Karena banyak warga Palestina menolaknya, maka pecahlah perang selama puluhan tahun (bbc.com, 11/05/2021).
Dari catatan sejarah tersebut, terlihat jelas bahwa PBB lah yang membuka peluang two state solution atau solusi dua negara. Palestina boleh tetap ada, namun harus berdampingan dengan Israel.
Jadi jika Indonesia meminta campur tangan PBB dalam konflik Palestina-Zionis Israel, artinya kita pun ikut membuka lebar peluang solusi dua negara. Artinya Indonesia menyetujui perampok (Zionis Israel) merampas tanah milik kita (Palestina).
Jihad dan Khilafah Solusinya
Catatan sejarah membuktikan bahwa ketika Khilafah Islamiyyah masih tegak berdiri, wilayah Palestina terlindungi. Keruntuhan khilafah lah yang menyebabkan penjajahan oleh Zionis Yahudi bisa terjadi. Oleh karena itu hanya dengan menegakkan kembali khilafah, maka wilayah yang sangat istimewa bagi umat Islam sedunia ini dapat dibebaskan dari cengkeraman Zionis Yahudi laknatullah.
Ketika khilafah belum ditegakkan, maka upaya yang dapat dilakukan adalah jihad fii sabilillah. Hanya dengan jihad, Zionis yahudi dapat ditaklukan, karena mereka adalah bangsa munafik dengan karakter suka mengkhianati perjanjian atau kesepakatan.
Terbukti walaupun sudah banyak perundingan damai yang dilakukan, namun kesepakatannya dilanggar. Mereka tetap merangsek masuk ke wilayah Palestina. Mereka tidak pernah menginginkan perdamaian, karena yang mereka inginkan hanyalah mewujudkan Negara Israel Raya yang membentang antara Sungai Nil di Mesir hingga Sunga Eufrat di Irak.
Untuk menjalankan jihad, tentu diperlukan kekuatan persenjataan, sementara Khilafah belum lagi berdiri. Jadi langkah logis dan praktis yang dapat dilakukan adalah mengirimkan tentara dari 50 negeri muslim di dunia ke Palestina untuk melancarkan jihad tersebut. Andai masing-masing negeri muslim mengirim satu batalion saja, maka telah terkumpul lebih dari 50 batalion dengan semangat jihad yang mampu menggetarkan kekuatan Zionis Yahudi di sana.
Ketika Khilafah sudah tegak, jihad bisa dilakukan dengan lebih baik. Khilafah akan menyatukan potensi tentara dan perlengkapan militer yang dimiliki oleh umat Islam sedunia, sehingga mudah untuk menyelesaikan persoalan Palestina secara tuntas.
Disinilah diperlukan peran besar kita menyadarkan umat tentang kewajiban perjuangan bagi tegaknya kembali Khilafah yang akan menyatukan dan menguatkan umat Islam. Dengan kekuatan itulah, penjajah bisa dienyahkan dari Bumi Palestina dan wilayah dunia Islam lainnya Insyaa Allah. Allahu Akbar, wallahualam bissawab. [LM/ry].