UKT Mahal VS Beasiswa Youtuber
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Lensa Media News–Di era digital yang terus berkembang, peran konten kreator dan youtuber semakin mendapat pengakuan dan menjadi salah satu profesi yang diminati banyak orang. Untuk mendukung para talenta muda yang berbakat di bidang ini, Kampus Cyber University menghadirkan program beasiswa khusus yang dirancang untuk konten kreator dan youtuber berbakat (Republika.co.id, 10/5/2024).
Beasiswa Digital Talent Scholarship ini, tujuannya untuk memberikan dukungan pendidikan tinggi kepada individu yang memiliki bakat dan minat dalam menciptakan konten kreatif di platform daring, terutama YouTube.
Cyber University berkomitmen untuk membantu para konten kreator dan youtuber muda untuk meraih kesuksesan dalam karier mereka, sambil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan akademis mereka hal ini disampaikan oleh Dicky Haryanto, selaku Kepala Kampus Cyber University. Dicky percaya bahwa calon siswanya adalah pemimpin masa depan dalam industri digital.
Potensi Anak Muda Hanya di Dunia Kerja
Generasi muda memang potensi yang sangat luar biasa. Baik dari sisi daya pikir maupun energi. Allah Swt. Berfirman yang artinya,”Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (TQS ar-Rum:54).
Potensi yang telah ada itu bukan tanpa maksud, jelas sekali ada pesan kuat dari Sang Maha Pencipta kepada pemuda, salah satunya adalah melanjutkan estafet peradaban manusia. Namun sayang, ketika berada pada sistem yang salah, maka potensi itu justru menjadi bumerang. Dan sayangnya, kita hari ini sedang berada dalam kungkungan sistem kapitalisme.
Kapitalisme berasas sekuler, yaitu pemisahan agama dari kehidupan sehingga memandang arti bahagia atau sukses hanya dengan perolehan materi. Dalam hal apapun akan bermuara pada cara pandang yang sama. Ditambah dengan kampanye usia pencarian jati diri, bebas mengeksplore apa yang disuka, termasuk terhadap badannya sendiri membuat anak muda melenceng dari visi dan misi seharusnya di dunia.
Tak terkecuali dari aspek pendidikan, output pendidikan kapitalisme hanya fokus pada pasar kerja dan penyediaan tenaga kerja. Belum lagi pendapat orang miskin dilarang jadi sarjana menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal dalam UUD 1945 pasal 31 jelas menyebutkan bahwa negaralah penanggungjawab pendidikan.
Demikian bunyinya, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Pada praktiknya jauh panggang dari api. Pendidikan dirasakan permata mahal di berbagai jenengan. Hingga muncul pendapat orang miskin tak boleh jadi sarjana.
Padahal output sekolah vokasi masih banyak yang menganggur, bersaing dengan sarjana, kecuali bagi mereka yang mau kontrak kerja di luar negeri. Bukankah miris, negara dengan kekayaan alam melimpah namun rakyatnya miskin dan sulit mencari kerja.
Pendapat sekolah untuk kerja menjadi tidak sinkron lagi, bukti program tak selaras dengan praktik. Wajar jika muncul pertanyaan dimana peran negara? Ketiadaan peran negara memunculkan celah bagi para pengusaha beasiswa untuk memperluas cakupan bisnisnya.
Hari ini dengan kecanggihan teknologi, berbagai lembaga bisa memberikan beasiswa. Dengan syarat dan kesempatan beragam. Bagi youtuber, perempuan, anak tidak mampu, ingin kuliah di luar negeri dan lain sebagainya, di sisi lain menunjukkan ada pihak yang berlebih uang ( entah dana pribadi, saham, patungan , sumbangan atau lainnya) dan seolah peduli dengan pendidikan namun ada rasa bisnis.
Bagi sebagian orang pula, menjamurnya program beasiswa ini sangat membantu, terutama yang melek digital dan memiliki akses tak terbatas kepada teknologi, misal mereka yang tinggal di perkotaan. Tapi tidak bagi mereka yang tinggal di pedalaman atu di pinggir perbatasan wilayah. Padahal mereka juga punya hak yang sama terhadap akses pendidikan.
Namun apakah tujuan negara mencerdaskan bangsa tercapai dengan menjamurnya program beasiswa ini? Malah semakin hancur, sebab pendidikan menjadi semakin ekslusif. Mereka yang berduit bisa apa saja, belajar apa saja, sedangkan yang tidak seperti sedang berjudi, jika mujur maka makmur, jika tidak maka hancur.
Islam Solusi Pendidikan Terbaik
Pendidikan adalah pangkal dari peradaban. Maka, dalam pandangan Islam pendidikan wajib diselenggarakan oleh negara dengan kualitas terbaik dan gratis. Akan ada mekanisme sedemikian rupa agar setiap anak di berbagai belahan wilayah negara daulah mendapatkan aksesnya dengan adil dan merata.
Negara tak hanya menyusun kurikulum, tapi juga penyediaan SDM dan seluruh sarana yang berkaitan dengan suksesnya tujuan pendidikan yaitu manusia yang berkepribadian Islam. Sehingga hidup bukan hanya untuk bekerja namun bagaimana ilmu yang diperoleh bisa mewujudkan maslahat umat dan meninggikan Islam. Wallahualam bissawab. [LM/ry].