Beragama Ikut Rasul? Yaiyalah
Oleh: Lulu Nugroho
LenSa MediaNews__Ramai di dunia maya diskusi tentang bagaimana kita harus menjalankan aktivitas keagamaan kita. Diskusi ini merupakan lanjutan kritisi terhadap salah seorang ulama, yang menyampaikan dakwahnya tentang musik dalam pandangan Islam. Akhirnya kaum muslim pun terbelah dengan gagasan mereka masing-masing. Tiap-tiap kubu tentu merasa pendapatnya benar. Hingga sampailah pada pertanyaan tentang siapakah sosok yang harus kita ikuti, apakah mengikuti ulama atau Rasulullah?
Hal semacam ini tak akan pernah berhenti ya sobat muslimah, akan terus terjadi selama kaum muslim tidak membersamai Al-Qur’an dan As-Sunah. Maka sepanjang waktu itulah mereka akan berada dalam kebingungan. Miris kan sob, umat Islam ada di kondisi minimalis atau bahkan tanpa ilmu, saling menyalahkan dan merasa diri paling benar. Ini memang kondisi akhir zaman sob. Islam menjadi sesuatu yang asing, akibat diterapkannya sekularisme. Hingga kehidupan berjalan tanpa melibatkan peran Allah sebagai Sang Pengatur (Al-Mudabbir)
Maka bisa kita lihat sekarang, sob, sulitnya menjalankan aturan Allah SWT. Manusia enggan taat syariat, dan sedikit demi sedikit meninggalkan agamanya. Akhirnya tatkala menghadapi persoalan, tak tahu lagi harus merujuk ke mana. Mereka terbiasa jauh dari tuntunan, sehingga merebak kebodohan di tengah umat.
Bertebarannya ulama su‘ atau ulama buruk di dekat penguasa, pun memengaruhi arah pandang kaum muslim. Tak ayal banyak aturan agama yang diselewengkan dan ditafsirkan mengikuti hawa nafsu dan kepentingan individu tertentu. Ulama yang seharusnya meluruskan kebijakan bengkok, justru terlibat menyesatkan umat.
Di samping itu, upaya-upaya menjauhkan kaum muslim dari ketaatan, luar biasa banyaknya, sob. Selain penerapan aturan yang tidak bersumber dari syariat, juga ada upaya mempersempit ruang dakwah Islam, seperti persekusi ulama dan dakwah. Termasuk adanya sanksi yang membuat jeri kaum muslim, saat menjalankan ketaatannya. Bahkan sedihnya lagi, sebagian dari mereka menanggalkan keislamannya atau berada pada posisi netral. Artinya, keislaman mereka berada dalam posisi tawar. Maka wajar jika kaum muslim tidak memiliki identitas yang jelas.
Diperparah lagi dalam bidang pendidikan, sob, jam pelajaran agama semakin ringkas, membuat keimanan anak didik tidak terbina dengan baik. Kurikulum pun tidak menancapkan akidah. Agama dipandang sebagai sesuatu hal yang privat, yang hanya cukup dipenuhi di rumah masing-masing. Maka akhirnya, kepribadian Islam tidak tampak pada diri seorang muslim.
Ihsanul Amal
Padahal di dalam Islam, aktivitas seorang muslim tersebut ada panduannya, sob, tidak sembarangan atau sekehendak hati. Menurut Fudhail bin Iyadh, syarat diterimanya amalan yaitu dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai sunah Rasulullah saw. Karenanya mau tak mau, kita wajib menuntut ilmu, agar memahami Islam dengan baik.
Pun kita harus mempelajari metode dakwah Rasulullah yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Dari sini akan tampak, mutlak dibutuhkan adanya negara yang akan menegakkan syariat Allah dan menjamin tegaknya hukum Allah SWT secara kaffah. Negara tersebut juga akan memberikan kemudahan dan fasilitasi bagi setiap warga untuk mengenal Islam melalui edukasi, keberadaan para ulama, dan syi’ar-syi’ar Islam. Hingga mudah bagi individu muslim beraktivitas dengan benar (ihsanul amal).
Maka terjawablah pertanyaan di awal tentang siapa yang patut kita ikuti, jawabannya adalah Rasulullah saw. sebagai uswatun hasanah. Namun karena jauhnya rentang kehidupan beliau saw. dengan kita, maka kita perlu merujuk kepada para ulama. Tentu tidak sembarang ulama. Apalagi hanya belajar otodidak melalui google, ulama dunia maya yang hanya kita temui melalui gawai. Nggak bangetlah sob.
Perlu ada proses belajar tatap muka yang talaqiyan fikriyan, yaitu proses belajar yang menghasilkan pemahaman tentang Islam, hingga dapat membentuk tingkah laku. Seraya terus mengamati fakta yang terjadi di lingkungan di sekitar kita, dalam lingkup nasional, hingga skala dunia. Susah nggak sih sob? Di awal mungkin iya, tapi jika terlatih sejak usia dini, maka akan mudah memahami persoalan umat.
Sebab ulama adalah pewaris para nabi (waratsatun anbiya). Melalui merekalah kita mengenal agama kita, hingga mampu beraktivitas mulia. Maka wajib pula bagi kita berkhidmat terhadap ulama, tidak mencederai mereka, serta turut terlibat dalam aktivitas perjuangan kebangkitan umat. So, ngaji yuk. Thalabul ilmi faridhatun a’la kulli muslimin.