Pajak THR Resahkan Rakyat


Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSa MediaNews__Hari gajian pada Maret 2024 justru menjadi hari yang mengejutkan dan meresahkan banyak orang, ramai dibicarakan di media sosial X sejak Selasa (26-3-2024) karena besarnya nilai pajak Tunjangan Hari Raya (THR). Nominal pajak THRnya lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, sebagai dampak penerapan penghitungan pajak dengan metode tarif efektif rata-rata (TER), yang mulai digunakan sejak 1 Januari 2024 (bbc.com)

 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, membantah tudingan bahwa potongan pajak THR menjadi lebih besar setelah penerapan sistem TER. Menurutnya, tidak ada perubahan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak (tirto.id).

 

Mengapa Pajak Jadi Andalan?

Pajak menjadi sumber pemasukan utama di negara Indonesia yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebagai sumber dana pembangunan nasional (Kompas.com). Pemungutan pajak dianggap cara termudah untuk mengumpulkan dana dari seluruh lapisan masyarakatnya, lewat berbagai ragam cara terhadap seluruh lapisan masyarakat, tanpa lagi memandang besarnya pendapatan perorangan, baik yang miskin maupun yang kaya. Hal ini legal dijalankan negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, karena salah satu asasnya adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha seminimal mungkin.

 

Untuk melancarkan usahanya tersebut, dibuatlah slogan-slogan yang rutin digaungkan seperti “Orang Bijak Taat Pajak”, “Bangga Bayar Pajak”, “Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya”, “Ayo Peduli Pajak”, dan “Apa Kata Dunia”. Dengan masifnya penggaungan slogan ini, seluruh lapisan masyarakat tanpa sadar telah diafirmasi bahwa membayar pajak adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan dengan rasa bahagia sebagai warga negara yang baik.

 

Penguasa juga mengatakan bahwa pajak adalah oleh dan untuk rakyat, untuk membiayai sektor publik dan pembangunan infrasruktur. Lewat pemungutan pajak diasumsikan negara menjadi sejahtera dan berkemajuan. Akhirnya penguasa berhasil menjadikan pajak menjadi pemasukan andalan utama negara yang men-support lebih dari 80% pos penerimaan negara, seperti yang ditunjukkan Data BPS 2023 (indopos.co.id).

 

Pajak menjadi andalan utama pemasukan di negara-negara yang menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalisme, akibat minimnya pemasukan lewat non pajak, misalnya dari kekayaan sumber daya alam. Padahal Indonesia, sebagaimana negara-negara mayoritas muslim lainnya, dikaruniai Allah ta’alaa dengan sumber daya alam yang melimpah. Seharusnya dengan sumberdaya alam yang melimpah, Indonesia adalah negara kaya raya, tidak perlu lagi bergantung pada pungutan pajak dan utang dari luar negeri. Namun faktanya mayoritas rakyat negeri ini hidup dalam kesempitan dan kemiskinan, karena sektor kepemilikan umum seperti sumber daya alam bebas dimiliki oleh swasta/perorangan, baik asing maupun lokal. Alhasil keuntungannya hanya bisa dimanfaatkan dan dinikmati oleh segelintir orang saja.

 

Pajak dalam Sistem Islam

Sistem Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama kas negara (Baitulmal), karena telah memiliki sumber pemasukan tetap yang melimpah, yaitu fai’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, kepemilikan umum, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang serta harta zakat. Kepemilikan umum yaitu air, api, padang rumput, hutan dan tambang, juga tidak boleh dikuasai individu (swasta), sehingga pemasukan akan mengalir deras untuk baitulmal. Apabila harta-harta tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat, maka tidak dilakukan pemungutan pajak.

 

Pajak dalam Islam disebut dharibah, merupakan pilihan terakhir yang dilakukan negara untuk mengumpulkan dana, dan hanya dipungut dari kaum muslimin yang kaya saja. Pungutannya pun bersifat temporer, hanya dilakukan jika kas negara kosong dan ketika negara membutuhkan dana yang mendesak saja. Pungutan dharibah akan berakhir setelah keperluan tersebut selesai atau kas negara sudah terisi kembali.

 

Tinta emas sejarah mencatat bahwa selama Khilafah Islamiyyah berjaya menaungi 2/3 dunia selama 1400 tahun, sangatlah jarang didapati kondisi baitulmal yang kosong. Keberadaannya menjadikan kehidupan rakyat yang adil, makmur dan sejahtera berhasil diwujudkan. Oleh karenanya, wahai kaum muslimin, jika kita ingin hidup dalam keadilan dan kesejahteraan, berjuanglah agar Islam kembali berjaya agar syariat Islam bisa diterapkan secara kaffah. Allahummanshuril bil Islam, in syaa Allah. Wallahu a’lam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis