Dilema Cuti Ayah dalam Sistem Kapitalisme

 

LenSaMediaNews.com__Wacana “cuti ayah” disambut positif oleh berbagai kalangan. Karena memang disadari bahwa kehadiran ayah sangatlah penting dalam keluarga. Bahkan regulasi terkait hak cuti pendampingan bagi ASN pria ketika istrinya melahirkan sedang diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan dari UU No.20/2023 tentang ASN.

 

 

Cuti ayah bukanlah hal yang baru di dunia ini karena beberapa negara telah menerapkan cuti ayah. Ada hampir 109 negara yang memberikan cuti ayah, 47 di antaranya bahkan memberikan cuti hampir 4 minggu (kompas.com, 15/03/2004).

 

 

Adanya kesadaran pentingnya hadirnya seorang ayah di kehidupan awal anak dan pendampingan istri adalah faktor utama adanya cuti ayah. Hanya saja realitanya berkata lain, karena meskipun di berbagai negara maju diperbolehkan cuti ayah dan tetap mendapatkan gaji, tapi sering kali fasilitas cuti ayah tersebut tidak optimal atau bahkan tidak digunakan sama sekali.

 

 

Kekhawatiran tentang keberlangsungan karir menjadi pertimbangan besar dari cuti ayah. Karena dalam sistem kapitalisme, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangat tinggi.

 

 

Oleh karena itu, cuti ayah bukanlah solusi holistik terkait peningkatan kualitas hidup generasi dari suatu bangsa. Butuh didukung oleh sistem hidup yang shahih. Negara haruslah memiliki regulasi untuk merealisasikan pelayanan pada umat.

 

 

Melalui mekanisme sesuai syariat dalam pemenuhan jaminan kebutuhan pokok. Sehingga adanya cuti ayah akan makin terasa manfaatnya. Hal ini hanya bisa didapatkan jika sistem hidupnya berlandaskan syariat Islam secara kaffah. Wallahu a’lam. 

Riri Rikeu, Kontributor Lensamedia. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis