Korupsi 271 Triliun, Duit Semua Bukan Daun!
Oleh Ummu Zhafran
Pegiat Literasi
Lensa Media News–Kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 mendadak viral. Bukan hanya karena berpotensi merugikan negara hingga 271 triliun namun juga karena keterlibatan suami salah seorang selebriti tanah air di dalamnya.
Seperti diberitakan, sebanyak 16 orang telah dijadikan tersangka dalam kasus tersebut. Selain suami sang artis, menyusul juga seorang wanita crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka (detik.com, 29/3/2024). Luar biasa!
Tanpa merendahkan kerugian negara pada perkara korupsi lainnya, memang nominal kali ini sangat fantastis. Tidak sedikit dari kalangan publik yang menganalogikan uang 271 Triliun itu bila disusun, mirip dengan satu gedung pencakar langit ratusan lantai. Lainnya lagi berandai-andai jika dibagikan sebagai THR ke 271 juta rakyat Indonesia maka tiap orang akan mendapat sekitar 900juta!
Malangnya, uang sebanyak itu justru dikangkangi hanya oleh segelintir orang saja. Siapa lagi kalau bukan oknum pejabat perusahaan milik negara yang berselingkuh dengan oligarki pengusaha tambang. Ya, kronologinya dimulai dari adanya pertambangan ilegal di dalam wilayah IUP PT. Timah yang merupakan badan usaha milik negara. Namun aktivitas tambang ilegal ini justru diakomodir atas nama sewa menyewa peralatan proses peleburan timah.
Beberapa smelter swasta pun digandeng untuk terlibat. Suami sang artis di sini berperan sebagai pihak yang menghubungkan PT Timah dan oligarki swasta. Ringkas cerita, PT. Timah kemudian membeli timah hasil peleburan smelter tersebut.
Oleh oligarki pemilik smelter, sebagian keuntungan kemudian diberikan kepada suami sang artis dan komplotannya. Demi menghindari kecurigaan, hal itu dilakukan seolah-olah merupakan aktivitas bagi-bagi dana CSR (Corporate Social Responsibility), padahal sedang merampok uang negara (detik.com, 29/3/2024).
Menyedihkan, jelas 271 triliun tersebut bagai bumi dan langit dengan kesejahteraan masyarakat di Bangka-Belitung khususnya. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mencatat angka kemiskinan mengalami peningkatan di Babel. Terhitung hingga September 2022 meningkat 2,9 ribu orang (rri.co.id, 16/1/2023).
Menyimak kronologi di atas wajar bila publik jadi bertanya-tanya, inikah hilirisasi yang diinginkan? Ketika negara membiarkan tambang milik rakyat dikuasai oligarki secara ilegal tapi kemudian membeli hasil tambangnya dari oligarki tersebut dengan legal berikut dengan harganya yang fantastis?
Sungguh peristiwa ini harusnya dipandang publik sebagai tamparan keras untuk selanjutnya tersadar bahwa hilirisasi dapat meningkatkan kesejahteraan hanya tinggal sebatas wacana. Sedangkan yang betul-betul menikmatinya adalah swasta, khususnya oligarki yang berkolaborasi dengan oknum penguasa.
Begitulah, oligarki sejatinya tak bisa lepas dari praktik ideologi kapitalisme. Sementara kapitalisme tidak pernah jauh dari keserakahan. Termasuk konsep menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan sebesar-besarnya, juga akan selalu perilaku laten. Tak peduli meski kesengsaraan rakyat dan rusaknya lingkungan yang jadi taruhan.
Jika kapitalisme sedemikian rusak dan merusak, saatnya untuk berpaling pada tuntunan Rasulullah saw. Ya, karena Islam sebagai ideologi, satu-satunya yang mampu menjawab segala permasalahan manusia hatta soal tambang ini.
Islam mengatur SDA tambang (minerba, migas) sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Oleh sebab itu, tambang tidak boleh dimiliki/dikelola atas nama individu, apalagi oleh oligarki lokal maupun asing. Negara, menurut Islam, wajib mengelola tambang untuk dikembalikan dalam kemanfaatan yang besar bagi rakyat, bukan dengan prinsip bisnis, yang orientasinya profit.
Rasulullah saw. juga pernah bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Berdasarkan kedua hadis ini, Islam menutup ruang bagi adanya privatisasi tambang, maupun SDA lain yang semuanya berstatus kepemilikan umum.
Selain itu, ketegasan sistem Islam dalam memberantas korupsi berlaku konsep zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan dapat menebus dosanya di akhirat kelak.
Bandingkan dengan kondisi sekarang. Pasca ditetapkan sebagai tersangka pun tak tampak aura sedih dan penyesalan. Seperti yang sudah-sudah, bukan mustahil setelah episode penahanan dalam penjara, para pelaku tidak segan mengulangi perbuatan yang sama. Astagfirullah! Wallahualam bissawab. [LM/ry]