Keimanan Kritis Melahirkan Individu Sadis

Oleh: Wulandari Eka Putri

 

Lensamedianews.com, Opini – Tega, kejam, sadis, tidak punya hati, dan masih banyak lagi kata-kata yang ingin dilontarkan ketika mendengar atau melihat berita tentang kasus pembuhunan ataupun KDRT. Lemahnya pengelolaan emosi dan keimanan serta ketidakmampuan dalam menghadapi beratnya kehidupan menjadi akar dari permasalahan yang terjadi.

Baru-baru ini  kasus pembunuhan terjadi di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Seorang suami bernama Panca Darmansyah tega membunuh 4 orang sang buah hati yang diketahui berinisial VA (6), S (4), A (3), dan AS (1) dirumah kontrakannya di Gang Haji Roman, RT 04/03, pada tanggal 06 Desember 2023. Istrinya yang diketahui berinisal D diketahui sedang dirawat di salah satu rumah sakit di RSUD Pasar Minggu akibat KDRT yang dilakukan pelaku pada Sabtu, 2 Desember 2023. Saat ini pihak RS Kramat Jati telah memulai autopsi terhadap keempat jasad korban untuk mendalami penyebab kematian utama. (megapolitan.kompas.com, 11/12/2023).
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam mengungkapkan motif P tega membunuh 4 anaknya adalah karena cemburu terhadap istrinya. Karena kecemburuannya itu membuat P melakukan aksi KDRT terhadap sang istri hingga berujung membunuh keempat anaknya dan juga melakukan percobaan bunuh diri dengan melukai pergelangan tangan kirinya dengan pisau. Alasannya agar istrinya bisa hidup lebih leluasa dan dia pergi bersama anak-anaknya. (cnnindonesia.com, 12/12/2023).

Mengapa Terjadi Kekerasan?

Peristiwa KDRT yang berujung maut tak hanya terjadi satu atau dua kali saja. Peristiwa ini seringkali menghiasi berita-berita media baik media online maupun televisi. Berbagai motif mengemuka, mulai dari ekonomi hingga terbakar cemburu dapat mematik emosi pelaku.

Namun, maraknya peristiwa KDRT dinilai sebagai akibat dari buruknya penanganan kasus-kasus KDRT oleh pihak kepolisian. Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Bapak Aan Eko Widiarto menyatakan kepolisian masih minim rasa kepekaan terhadap laporan-laporan KDRT untuk menangani dugaan KDRT sejauh ini karena kerap dianggap kejahatan yang tak begitu serius. Ia juga menyoroti adanya perbedaan perlakuan yang dilakukan pihak kepolisian saat menindaklanjuti kasus KDRT. Jika korbannya adalah masyarakat biasa, polisi terkesan lamban. Berbeda jika pelapor adalah orang terkenal atau masyarakat dari kalangan berada.

Definisi KDRT sendiri menurut UU No. 23 tahun 2004, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Merenggut nyawa orang lain merupakan dosa yang sangat besar. Islam sangat melindungi wanita dan memberikan tanggung jawab ini kepada laki-laki. Hal ini ditunjukan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 34 yang artinya, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” 

Dalam Islam pun seorang anak adalah perhiasan dunia. Hal itu diungkap dalam surah Al-Kahfi ayat 46 yang artinya, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” 
Ayat-ayat di atas sudah sangat jelas bahwa Islam sangat menjaga anak dan wanita. Sebagai seorang suami harus bisa menjadi kepala rumah tangga yang mampu menjaga keluarganya dengan dibekali akidah Islam. Dengannya,  seorang suami dapat menghadapi kesulitan dan keimanannya dapat menjadi perisai untuk tetap sabar dan tidak berbuat kemaksiatan. Negara adalah pihak yang harus senantiasa hadir untuk memenuhi kebutuhan dan menyejahterakan rakyatnya dengan penerapan Islam kaffah. Wallahu a’lam. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis