Lensamedianews.com, Opini- Salah satu penyebab harga rumah mahal adalah dampak pembangunan perkotaan yang tidak merata sehingga lahan semakin sempit. Menurut Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah dalam webinar Pembangunan Perumahan untuk Rakyat yang digelar Republika bekerja sama dengan Bank BTN, “harga tanah ini tidak pernah ada turunnya apalagi di perkotaan yang mana lahan itu sempit dan terbatas. Kemudian seiring perkembangan kota, beberapa daerah tidak lagi menjadi pinggiran tapi menjadi tengah kota. Maka harga tanahnya dipastikan naik, karena walau suplai besar permintaannya juga masih tinggi. Sayangnya, kemampuan membeli masyarakat masih sangat terbatas. Sementara kecenderungan pengembang perumahan menahan harganya agar bisa mengejar keuntungan lebih banyak. Untuk mengejar backlog atau permintaan kebutuhan perumahan agar seimbang, caranya bukan dengan menurunkan harga rumah. Para pengembang memang membutuhkan keuntungan untuk mengembangkan perumahan baru”. (republika.co.id, 10/25/2023).
Sri Mulyani mengatakan, “Bantuan itu akan diberikan dalam bentuk biaya administrasi. Bantuan akan diberikan atau berlaku selama 14 bulan. Hal ini diberikan untuk menyelamatkan ekonomi nasional dari guncangan ketidakpastian ekonomi global. Selain fasilitas itu, pemerintah juga menggratiskan PPN atas pembelian rumah berharga di bawah Rp2 miliar. Demi menggairahkan ekonomi, pemerintah juga menggelontorkan banyak stimulus. Pertama, paket penebalan bansos berupa tambahan bantuan beras dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kebijakan ini bertujuan menjaga daya beli, stabilisasi harga, dan pengendalian inflasi imbas El Nino yang terjadi belakangan ini. Tambahan bantuan beras akan diberikan kepada 21,3 juta kelompok penerima manfaat sebesar 10 kg selama Desember dengan total kebutuhan anggaran Rp2,67 triliun. Sedangkan BLT akan diberikan kepada 18,8 juta kelompok penerima manfaat sebesar Rp200 ribu per bulan selama November-Desember dengan total kebutuhan anggaran Rp7,52 triliun. Paket kebijakan kedua ditujukan untuk mengoptimalkan peran UMKM melalui percepatan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menkeu menargetkan KUR pada tahun ini dapat mencapai Rp297 triliun.” (cnnindonesia.com, 09/04/2023).
Tetapi apakah dengan semua bantuan yang dijanjikan pemerintah menjadi solusi dan membuat rakyat dapat mempunyai rumah yang layak huni? Sedangkan angka pengangguran cukup besar, menurut Badan Pusat Statistik jumlah pekerja komuter Agustus 2023 sebesar 7,38 juta orang, turun sebesar 0,69 juta orang dibanding Agustus 2022. Dan tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen, turun sebesar 0,54 persen poin dibanding Agustus 2022 (bps.go.id 10/06/2023).
Dengan harga yang melangit dan terbatasnya lahan pekerjaan yang menjadikan faktor utama mengapa para gen Z tidak dapat membeli rumah.
Dalam Islam rumah adalah salah satu kebutuhan pokok yang akan dipenuhi oleh negara. Negara yang memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pelayanan pendidikan, dan Kesehatan. Negara tidak boleh bertindak hanya sebagai regulator yang menyerahkan seluruh pengurusan tersebut kepada pihak swasta ataupun asing. Sebab Rasulullah Muhammad saw. bersabda, “Imam adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggungjawab atas urusan rakyatnya.”(HR. Al-Bukhari).
Pemenuhan kebutuhan hunian rakyat semua ditempuh pada mekanisme secara syar’i. penerapan ekonomi sesuai syariat Islam memastikan rakyat khususnya laki-laki sebagai penanggung jawab pencari nafkah yang mampu bekerja mudah mendapatkan lapangan pekerjaan. Penghasilan dari rakyat itulah yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokok termasuk hunian. Bagi rakyat yang tidak mampu bekerja maka negara akan membangunkan perumahan bagi rakyat miskin.
Dengan sistem Islam maka rakyat akan sangat mudah mendapatkan hunian. Beda sekali dengan sistem yang dipakai saat ini yaitu sistem kapitalis yang mana para pengusaha akan terus diuntungkan, sementara rakyat sangat kesusahan dalam memiliki hunian. Wallahu a’lam bishshawab.[LM/Ah]