Refleksi Peran Mulia Ibu
Oleh: Najma Nabila, Bogor
Lensa Media News–Kembali kita memperingati hari ibu pada penghujung Desember. Hari Ibu yang telah diperingati sejak tahun 1928 ini menggambarkan bahwa posisi Ibu sangatlah mulia dan dijunjung di tengah perannya dalam keluarga.
Tahun ini, di peringatan yang ke-95, Indonesia mengusung tema “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Diharapkan semua pihak menyadari pentingnya peranan perempuan dalam kemajuan Indonesia. Namun, bagaimanakah peran perempuan yang dianggap penting saat ini?
Tajuk “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”, jangan sampai justru mengecilkan makna perempuan berdaya. Jika dalam sistem kapitalis perempuan dinilai berdaya jika ia bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah, produktif berkarya ke ranah publik, atau punya follower dan subscriber yang banyak, marilah kita refleksikan lagi bagaimana ibu dalam Islam?
Islam tidak melarang perempuan bekerja, berkarya di ranah publik, maupun menjadi publik figur yang diikuti banyak orang. Namun, apakah itu inti dari tujuan Allah menciptakan perempuan? Dalam QS Adz-Dzariyat ayat 56 dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah.
Dalam menjalankan ibadah, kita perlu melakukan prioritas dari yang wajib lalu ke sunnah, menjauhkan diri dari yang makruh bahkan haram, juga bisa mempertimbangkan saat melakukan hal-hal mubah sesuai kondisinya.
Merenungi peran utama perempuan, apalagi sebagai ibu yang punya tanggung jawab kepada suami dan anak-anak, maka peran inilah yang utama bagi perempuan. Peran wajib ini perlu dipahami semua ibu agar perjuangannya untuk mendidik anak dari dalam rumah tidak dianggap sebelah mata.
Maka perempuan berdaya bukan lagi dinobatkan pada perempuan yang sukses secara karir, namun mereka yang bisa mendidik generasi dengan baik, menjauhkan anak-anaknya dari ancaman zaman seperti narkoba dan pergaulan bebas, serta menyiapkan generasi penerus yang bisa membawa kegemilangan dan kemajuan di masa depan.
Peran ini perlu dipandang penting dan diseriusi agar tercapainya kemajuan di tengah-tengah kita bukan sekadar angan-angan belaka. Dengan pandangan penting tersebut dan rasa saling menghargai, maka tak ada perempuan yang tak percaya diri. Mereka akan berupaya sebaik-baiknya menciptakan generasi unggul yang dapat membawa kemajuan dan perbaikan di tengah masyarakat.
Dalam sistem kapitalis saat ini, pandangan kemuliaan perempuan dalam menjalani kewajibannya seolah tergerus oleh masa. Seolah-olah peran perempuan dinilai berdaya jika bisa menghasilkan rupiah atau berkiprah di ranah politik praktis.
Mengembalikan pemahaman bahwa kemuliaan setiap manusia, termasuk para ibu kembali pada peran fitrahnya merupakan tugas bersama. Karena menjalani peran sebagai ibu yang sesuai fitrah dan tujuan penciptaan dari Allah memang makin sulit pada sistem saat ini.
Tengok kanan kiri, melihat media sosial, dan mendengar obrolan teman, mayoritas berbicara tentang ibu yang bisa menghasilkan uang dari rumah, atau melabeli ibu hebat pada ibu-ibu yang punya karya fantastis di luar rumah.
Sudah waktunya kita kembali melihat pentingnya peran ibu mendidik generasi. Tanpa mereka, tak lahir sosok Nabi Ismail as, sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi’i, dan banyak alim ulama lainnya.
Peran ini juga perlu didukung sistem yang kondusif untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak-anaknya serta sistem yang melindungi perempuan. Sehingga tak kita dengar lagi kekerasan pada ibu, ibu menelantarkan anaknya, maupun kasus-kasus di tengah keluarga yang membuat miris dari hari ke hari.
Sistem itu adalah syariat Islam yang diterapkan secara kafah, meliputi seluruh sisi kehidupan manusia. Sebab, Islam adalah Rahmatan Lil Aalamin. Wallahualam bissawab. [LM/ry].