Waspada, Masa Kampanye Masa Rawan Konflik

Oleh : Sri Gita Wahyuti A.Md

(Aktivis Pergerakan Muslimah)

 

Lensa Media News – Kampanye Pemilu sudah dimulai. Tepatnya sejak 28 November 2023 dan akan berlangsung hingga 10 Januari 2024. Sementara itu, kampanye di berbagai media elektronik, cetak dan ciber akan berlangsung pada 21 Januari hingga 20 Februari 2024 mendatang. Para kontestan pun sudah terjun ke lapangan menyambangi masyarakat untuk berkampanye. Masing-masing berupaya memperoleh sebanyak-banyaknya dukungan dari rakyat.

Di samping mempromosikan visi, misi, dan program kerja, berbagai janji politik pun ditebarkan seperti janji akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, membuka lapangan pekerjaan, pemberian subsidi, penurunan harga bahan pokok, bantuan sosial dan lain-lain. Tak hanya itu, kampanye hitam pun biasa saja dilakukan, dengan cara memfitnah atau menyerang berbagai kekurangan kandidat lain. Hal ini rawan memunculkan konflik di antara para pendukung disebabkan adanya perbedaan pilihan politik masing-masing. Realitas seperti ini sudah sering terjadi di tengah masyarakat.

Terbukti, sebelum masa kampanye dimulai, muncul isu dugaan kecurangan dalam pemilu. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Beliau mewanti-wanti mengenai kemungkinan adanya potensi kecurangan dalam rangkaian Pemilu 2024. Selain itu juga ditemukan kasus pakta integritas Pj. Bupati Sorong, Yan Piet Mosso yang berkomitmen mencarikan dukungan untuk capres-cawapres Ganjar-Mahfud (BBC, 15-11-2023). Ketua KPU, Hasyim Asy’ari ikut bersuara, dia mengatakan bahwa kampanye merupakan sebuah arena sarat konflik (KPU Kab-Gowa, 10-11-2023).

Kampanye di media sosial yang bermuatan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) serta yang mengandung ujaran kebencian merupakan kampanye yang dinilai banyak menimbulkan konflik. Sesuai hasil pemetaan oleh Kepolisian, terdapat 12 daerah rawan konflik Pemilu 2024, yakni Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan Barat, Bali, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatra Utara, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Papua (Metro TV News, 11-10-2023). Ini artinya, pemilu yang damai masih jauh panggang dari api.

Dari potensi konflik yang sangat tinggi dalam pemilu tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jalannya pemilu dalam sistem demokrasi memang penuh dengan intrik, tipu-tipu juga dipenuhi dengan kebohongan. Para kontestan begitu mudah menebar janji-janji, meski itu palsu sekalipun. Janji-janji yang mampu membius rakyat sehingga mereka percaya pada janji yang dilontarkan padahal realisasinya nol besar.

Entah mengapa, rakyat masih saja tertipu oleh janji-janji manis nan palsu mereka, padahal rakyat sudah tahu bahwa kelak mereka akan diliputi kekecewaan tersebab janji-janji kampanye itu tidak ada yang terealisasi, kecuali sangat sedikit. Apakah mereka tidak menyadari bahwa

pemimpin yang adil, tidak mungkin muncul dari sistem demokrasi yang justru membenarkan pemilu yang menghalalkan segala cara, berbohong, menipu bahkan memfitnah?

Demikian itu jalannya pemilu pada sistem demokrasi. Untuk memenangkan persaingan politik, segala cara bisa ditempuh, halal haram bukan sesuatu yang harus mendapatkan perhatian khusus. Memoles diri agar terlihat baik adalah hal yang dianggap paling penting. Sangat berbeda dengan Islam yang menganggap bahwa jabatan adalah amanah. Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban atas amanah tersebut di akhirat nanti.

Islam melarang seorang pemimpin mengkhianati amanah yang ada di bawah tanggung-jawabnya. Sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat Al-Anfal ayat 27 yang berbunyi;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”

Asas pemilihan pemimpin dalam Islam adalah akidah Islam. Akidah ini akan mendorong para politisi untuk bertindak dan bertingkah laku sesuai syariat dan tidak akan menghalalkan segala cara. Karena itu Islam akan mampu mewujudkan para pemimpin yang amanah. Para pemimpin dalam Islam sadar betul bahwa sikapnya akan dipertanggungjawabkan tak hanya kepada manusia melainkan juga kepada Allah Swt.

Dengan asas akidah Islam, pelaksanaan pemilu akan berjalan tertib, lancar, dan penuh kebaikan. Tidak akan ditemukan potensi konflik maupun perpecahan antar masing-masing pendukung calon penguasa. Keberkahan justru akan menaungi, berbagai kebaikan akan makin bertambah. Keadilan pun akan mudah untuk diwujudkan.

Wallahu ‘alam bishawwab

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis