Waspada Pecah Belah Rakyat dalam Kampanye

Oleh : Sulistyowati
LenSa Media News _ Masa Kampanye Pemilu dan Pilpres 2024 telah dimulai sejak 28 November 2023-10 Februari 2024 nanti. Hal itu telah ditetapkan KPU, berikut jadwal pemungutan suara pada tanggal 14 februari 2024. Pada tanggal 6 Desember lalu Bawaslu Kota Surabaya mencatat sejumlah Alat Peraga Kampanye (APK) yang melanggar aturan selama masa kampanye.

Pada masa kampanye kontestan bersaing merebut perhatian massa dengan berbagai macam cara. Parahnya demi mendapat dukungan rakyat dan meraih kemenangan, cara-cara yang sarat dengan dengan kecurangan pun ditempuh, seperti pencitraan, black campaign, dan lain-lain.

Kondisi ini tentu menimbulkan perselisihan dan konflik ditengah masyarakat. Konflik tersebut menguatkan bahwa Sistem pemilu demokrasi penuh dengan intrik, tipu-tipu, dan lain-lain. Modus kecurangan tersebut bukan sekedar anomali dalam sistem demokrasi, tetapi tidak lepas dari prinsip demokrasi. Demokrasi menetapkan manusia memiliki hak dalam kedaulatan, dimana manusia menetapkan sendiri sistem dan undang-undang yang diterapkan. Juga menetapkan bahwa manusia memilki hak didalam kekuasaan yaitu memilih sendiri penguasanya melalui pemilihan. Kedaulatan menurut mereka adalah benar-benar ditangan manusia.

Padahal realitas menunjukkan bahwa pemilihan penguasa oleh rakyat seperti di Barat merupakan pemilihan formalistik dan tidak hakiki. Sebab pemilik modal, orang kaya, dan orang yang berpengaruhlah yang hakikatnya menentukan siapa yang menjadi orang yang memerintah. Dengan sistem dan prosedur pemilu yang rumit hanya mereka yang bisa mempengaruhi opini publik dan mengarahkan untuk memilih siapa yang mereka inginkan. Hanya mereka yang mampu membiayai kampanye pemilu yang mahal.

Ini merupakan fenomena yang sudah diketahui banyak orang. Kepentingan segelintir orang (pemilik modal) dan orang-orang berpengaruh dalam pemilu sejatinya hanya akan menguntungkan kelompoknya bukan kepentingan rakyat. Tak heran dengan kekuatan politik dan ekonomi mereka miliki, kecurangan-kecurangan bisa mereka lakukan termasuk di masa kampanye. Apalagi calon-calon pemimpin dalam sistem demokrasi dipilih oleh partai yang sering kali tidak memiliki kapabilitas. Konsekuensinya tidak ada keunggulan yang bisa diandalkan untuk mempengaruhi rakyat, akibatnya cara curang pun menjadi pilihan. Inilah fakta bobroknya sistem demokrasi kapitalisme yang lahir dari asas pemisahan aturan agama dari kehidupan atau sekulerisme.

Karena itu aturan Islam tidak akan pernah diberi untuk mengatur negara, maka wajar jika segala cara tak peduli halal/haram akan dilakukan seseorang demi meraih kekuasaan. Tidak peduli resiko konflik ditengah masyarakat.
Berbeda halnya dengan sistem islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah Islamiyah. Islam memandang kepemimpinan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Islam memiliki mekanisme pemilihan pemimpin terbaiik. Dengan asas akidah Islam, pelaksanaan akan tertib dan lancar serta penuh kebaikan, termasuk dalam interaksi warga. Sebab landasan akidah Islam memastikan praktik pemilu memenuhi syarat yang ditetapkan Islam.

Kebolehan pemilu dalam Islam disebabkan karena Asy-Syari’( Allah) telah meletakkan kekuasaan sebuah negara ada ditangan umat, namun Islam menetapkan bahwa kedaulatan bukan ditangan umat akan tetapi di tangan Allah SWT. Artinya penguasa yang dipilih oleh rakyat hanya boleh menjalankan aturan dari Allah saja bukan aturan kesepakatan diantara para pejabat yang didukung oleh pemilik modal sebagaimana dalam sistem demokrasi. Islam juga telah menjadikan politik sebagai jalan melayani kepentingan publik, sebab politik dalam Islam bermakna mengurusi urusan umat. Oleh karena itu siapapun yang menjadi calon penguasanya, maka ketika terpilih ia wajib melakukan ri’ayah (melayani kepentingan umat) bukan kepentingan segelintir orang. Hanya pemilihan dalam sistem Islam yang membawa kebaikan bagi umat.

Wallahualam bissawab.

 

(LM/SN)

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis