Ambil Wakafnya Buang Syariahnya, Memang Boleh Sepraktis itu?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Redaktur Pelaksana di Lensa Media

 

 

LenSaMediaNews__Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof Muhammad Nuh mengajak peserta Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) XVI Wahdah Islamiyah agar menjadikan wakaf sebagai gaya hidup. “Mari membangun inisiatif kita dalam melakukan gerakan wakaf. Maka tugas kita sekarang adalah bagaimana meneruskan ini, memajukan dan mensosialisasikannya ke masyarakat,” urainya saat memberikan paparan tentang wakaf dengan tema “Era Baru: Wakaf sebagai Lifestyle” di Makassar.

 

 

Dalam kesempatan itu, Prof Mohammad Nuh yang juga pernah menjabat Menteri Pendidikan Indonesia Masa Bakti 2009-2014 ini menitikberatkan persoalan wakaf ini sebagai bagian dari gaya hidup. Ia mengatakan bahwa wakaf ini sudah jelas dan terang. Sudah teruji dan sudah ada bukti sejak zaman Nabi. Ummat Islam jaya dengan wakaf, terlebih di zaman Turki Utsmani (Republika.co.id, 30-11-2023).

 

 

Wakaf Tanpa Makna Hakiki, Dampak Kapitalisme

 

Sembari menyitir QS Al-Kahfi ayat 110, Prof Mohammad Nuh menguraikan bahwa wakaf bukan hanya investasi akhirat, tetapi juga investasi yang manfaatnya bisa didapat di dunia dan di akhirat, bagi diri sendiri dan masyarakat. Jangan sampai di akhirat menjadi pengemis dan gelandangan maka harus dipersiapkan dari sekarang. Pertanyaannya gaya hidup bagi siapa jika Indonesia masuk dalam katagori negara dengan pendapatan low middle income?

 

 

Wakaf adalah salah satu instrumen keuangan dalam Islam selain zakat, infak dan shadaqah. Hanya disentuh dengan keutamaannya, setiap individu muslim niscaya akan serta merta mengeluarkan harta mereka, terlebih ini bagian dari akidah dan diperintahkan oleh Allah swt. Maka banyaklah bermunculan berbagai jenis wakaf, seperti Program Wakaf Hutan yang kemudian masuk dalam bursa karbon yang akan bernilai ekonomi tinggi.

 

 

Institut Pertanian Bogor (IPB) University bersama Himpunan Alumni (HA) IPB membuat program deposito wakaf untuk membantu biaya Pendidikan bagi para mahasiswa IPB yang kurang mampu dari sisa bagi hasilnya. Di bidang kesehatan ada RS Mata Wakaf Achmad Wardi di Kota Serang, Banten yang menarget sebanyak 2.513 pasien selama lima tahun dan pengadaan mobil ambulance gratis, wakaf masjid, wakaf pemakaman dan lain sebagainya.

 

 

Berapa orang yang mampu berwakaf? Sementara faktanya lebih banyak individu rakyat yang meregang nyawa karena beban hidup yang berat. Tentulah karena salah aturan yang diterapkan. Syariat Islam sejatinya bukan hanya wakaf, terlebih perintah Allah adalah masuk Islam secara kaffah ( TQS Al-Baqarah : 208). Mengapa masih mengambil sebagian dan membuang yang lain, bolehkah demikian? Jelas tidak, konsekwensinya sungguh berat, selain kesempitan hidup di dunia, di akhirat pun termasuk merugi.

 

 

Wakaf Jangan Sampai Rancu dengan Kewajiban negara

 

Dalam sistem kapitalisme hari ini, wakaf bak madu yang mengundang semut, hanya menginginkan manfaat materi semata, dan pemanfaatannya pun melenceng dari seharusnya. Memang dana wakaf bisa digunakan sebagai pembiayaan apapun, namun akhirnya rancu karena menyasar kebutuhan pokok rakyat yang seharusnya menjadi kewajiban negara. Akhirnya yang terjadi, hanyalah penggalangan dana atas nama wakaf yang disyariatkan agama dari rakyat, untuk kepentingan rakyat. Peran negara zonk!

 

 

Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari). Dalam sistem Islam, seluruh pembiayaan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dari mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan dari hasil pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara yang disimpan di Baitulmal.

 

 

Ada yang diberi dalam bentuk langsung seperti penyediaan lapangan pekerjaan, modal bergerak maupun tidak bergerak, pelatihan berbagai ketrampilan, subsidi pupuk dan alat-alat produksi dan lain sebagainya. Ada pula yang dirupakan pelayanan tidak langsung seperti pembangunan sekolah, masjid, rumah sakit, jembatan, jalan tol dan sebagainya. Ada pula yang diberikan berupa zatnya semisal energi berupa gas atau BBM. Semuanya dikelola oleh negara dengan melihat kebaikan dan maslahat kaum muslim dan Islam.

 

 

Sehingga pemenuhan kebutuhan pokok individu rakyat ini samasekali tidak ditanggung perusahaan, individu pengusaha atau dana patungan lain, sebab sejatinya rakyat memiliki hak kepemilikan sebagaimana sabda Rasulullah saw., ”Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR Abu Dawud dan Ahmad). Artinya negara bertindak sebagai wakil dari rakyat untuk mengelola dan mengembalikan keuntungannya dalam bentuk pelayanan. Posisi penguasa adalah raa’in atau pengurus bukan pengusaha, pedagang apalagi produsen.

 

 

Ketika segala jaminan terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyat terlaksana, otomatis kehidupan sejahtera, beban yang ditanggung rakyat hilang. Maka posisi wakaf bukan sebagai tulang punggung perekonomian negara bahkan bukan alternatif pendapatan guna mewujudkan kesejahteraan. Wallahualam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis