Refleksi Hari Guru, Merdeka Belajar Apakah Solusi Pendidikan?

Oleh : Epi Lisnawati

 

Lensa Media News – Hari Guru Nasional yang diperingati setiap tanggal 25 November 2023 usai digelar. Peringatan hari guru ini merupakan salah satu bentuk penghargaan dan apresiasi kepada para pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka telah mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan membebaskan generasi dari kebodohan.

Tema yang diusung pada perayaan Hari Guru Nasional 2023 berdasarkan surat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) nomor 36927/MPK.A/TU.02.03/2023, tema Hari Guru Nasional 2023 adalah “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”.

Tema ini dipilih untuk memberikan penghargaan kepada guru dan tenaga kependidikan yang telah memberikan layanan pendidikan secara baik bagi para murid serta memiliki semangat belajar, berkarya, dan berbagi sesuai dengan visi Merdeka Belajar. (katadata.co.id, 23 November 2023).

Berdasarkan pilihan tema yang diusung di peringatan hari guru tahun ini, terlihat jelas bahwa pemerintah serius untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka. Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia pun semakin masif. Hal ini ditandai dengan Surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Nomor 022/H/KR/2023 tentang Satuan Pendidikan Pelaksana Implementasi Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2023/2024.

Kurikulum merdeka yang sedang digulirkan ini digadang-gadang dapat menyelesaikan seluruh problematika yang terjadi di dunia pendidikan. Benarkah demikian? Jika kita telisik lebih lanjut terkait dengan kurikulum merdeka landasan kurikulumnya sama saja dengan kurikulum terdahulu yaitu sekuler dengan lebih memperkuat nasionalisme , yaitu memasukan P5 ( Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dalam kurikulumnya.

Tujuan utama yang ingin diraihnya yaitu lulusan yang siap kerja dan memenuhi kebutuhan industri sedangkan dari sisi pembentukan moralitas dan akhlak bukan jadi prioritas utama. Kurikulum merdeka yang berasaskan sekuler kapitalisme ini, secara umum masih belum mampu membawa pendidikan menuju tujuan pendidikan yang benar. Akselerasi literasi dan numerasi masih hanya sebatas keilmuan belum membawa kemajuan dan menyelesaikan permasalahan dalam dunia pendidikan.

Permasalahan di dunia pendidikan tak kunjung usai. Diantaranya yaitu tawuran, pergaulan bebas hingga kehamilan di luar pernikahan, maraknya kasus bunuh diri karena putus cinta, terlilit utang pinjol, hingga permasalahan keluarga. Masalah lainnya yang sering menimpa para pelajar juga adalah perundungan, perkelahian, narkoba, hingga pembunuhan. Fakta-fakta ini menunjukan dengan jelas bahwa kurikulum yang diterapkan saat ini tidak tepat dan bermasalah.

Kurikulum pendidikan yang diterapkan saat ini, walau sering berganti tak menyentuh akar permasalahannya. Saat ini landasan kurikulum yang dijadikan pijakan adalah sekularisme yaitu memisahkan agama dengan kehidupan. Meniadakan aturan Sang pencipta untuk mengatur manusia termasuk dalam pendidikan. Keimanan dan ketakwaan tidak diajarkan di sekolah karena perkara ini dianggap perkara pribadi sehingga melahirkan pribadi yang tak beradab, egois, hedonis tanpa mengenal batas syariat.

Pendidikan yang berasaskan sekularisme kapitalisme ini sangat berbahaya karena orientasinya materi. Generasi hanya terus didorong menjadi pekerja yang menghasilkan pundi-pundi uang tanpa memikirkan masalah umat. Pendidikan yang berasaskan sekuler juga gagal mencetak generasi mulia.

Kurikulum yang benar seharusnya mengarah pada pembentukan kepribadian Islam yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, memiliki akidah dan keimanan yang kokoh menguasai ilmu saintek. Kurikulum merdeka saat ini yang berlandaskan atas sekuler tidak mampu membentuk keimanan yang kokoh dan berakhlak mulia. Oleh sebab itu, sesering apa pun negara mengganti kurikulum, selama memakai sekularisme kapitalisme sebagai landasan dalam pendidikan hasilnya sama saja.

Dalam Islam sistem pendidikan yang diterapkan berlandaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan yang ingin diraihnya yaitu mewujudkan kepribadian Islam yaitu agar setiap peserta didik memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dalam Islam pun ilmu dan tsaqofah yang dipelajari untuk diamalkan bukan hanya sekedar teori semata. Sehingga hal ini tentu akan berdampak pada perilaku para peserta didik yang akan bersikap sesuai dengan ilmu yang dipelajari selama mengikuti proses pendidikan.

Dalam Islam para pendidik pun akan sungguh-sungguh untuk mendidik para peserta didiknya dengan sebaik-baiknya.

Para pendidik diberi penghargaan oleh negara dengan sebaik-baiknya. Kesejahteraan mereka terjamin, mereka dimuliakan. Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas).

Islam juga mewajibkan orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan akidah dan syariah sejak dini. Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama. Kemudian juga masyarakat menjadi tempat yang nyata bagi anak-anak untuk belajar mengamati penerapan syariat. Maka keterpaduan tiga pilar yaitu keluarga, masyarakat dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi berkualitas.

Dalam catatan sejarah masa keemasan Islam, ketika sistem pendidikan Islam diterapkan mampu melahirkan generasi cemerlang yang menjadi agen perubahan di tengah-tengah masyarakat. Memiliki akidah dan keimanan yang kokoh, kepribadian Islam yang kuat dan mumpuni di bidang keilmuannya. Maka sistem pendidikan Islamlah satu-satunya solusi yang akan menyelesaikan semua problematika yang terjadi dalam dunia pendidikan dan mencetak generasi terbaik pengukir peradaban terbaik. Wallahualam Bishawwab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis