Perpanjangan Kontrak PT. Freeport Memperpanjang Penjajahan

Oleh: Dian Agustin Rini

LenSa Media News _ Dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joe Biden dan Presiden Joko Widodo di White House, Washington DC, 13 November 2023, telah dibahas sejumlah hal termasuk yang terkait dengan konflik di Gaza. Hal lain yang juga dibahas adalah perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia di Papua yang akan berakhir tahun 2041. Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) bisa diperpanjang hingga tahun 2061 mendatang lantaran cadangan sumber daya mineral yang terhitung masih ada dan dapat terus dimanfaatkan.

 

Dalam keterangan terpisah usai pertemuan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim Erick Thohir menilai bahwa saat ini hubungan antara Indonesia dengan Amerika Serikat terus meningkat, utamanya dalam bidang perdagangan. Erick pun menilai sejumlah hal yang disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tersebut sangat baik guna meningkatkan investasi yang akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia (Sumber : CNBC.Indonesia).

Benarkah masyarakat Indonesia sudah sejahtera dengan adanya keberadaan PT Freeport? Bagaimana dengan masyarakat Papua sendiri, sudah sejahterakah kehidupan mereka? Perpanjangan kontrak PT Freeport sejatinya memperpanjang penjajahan. Seharusnya setelah sekian lama dikelola asing, negara mengupayakan Nasionalisasi, mengelola secara mandiri tambang tersebut dengan mengusahakan adanya alih teknologi pada anak bangsa. Namun yang terjadi, hingga saat ini tambang emas Papua masih saja dikelola asing.

Barang tambang merupakan sumber bumi terpenting yang harus mendapatkan perhatian tersendiri oleh manusia, mengingat betapa berharganya barang tersebut di mata dunia. Dalam pandangan Islam, hutan dan bahan tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan dikelola oleh negara. Islam menetapkan pengelolaan kepemilikan umum termasuk SDA apalagi emas, ada pada negara dan menjadikan keuntungannya untuk mensejahterakan rakyat.

Hasil pengelolaan kepemilikan umum harus diberikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah berupa subsidi untuk kebutuhan primer masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Negara-lah yang berhak menangani pengeksplorasian (termasuk di dalamnya pengelolaan) barang tambang dan mendistribusikan hasilnya kepada rakyat suatu negara, tentunya sesuai dengan tolak ukur syari’at Islam.

Memang tidak menutup kemungkinan bagi negara untuk bekerja sama dengan kalangan tertentu dalam mewujudkan pola produksi yang dibenarkan dan merealisasikan keadilan di bidang pendistribusian barang tambang, namun bukan dengan menguasai secara penuh bahkan dengan kata lain menjajah dan menjarah hasil bumi di negara yang bersangkutan.

Faktanya, Indonesia dengan undang-undang Minerba menetapkan bahwa pemerintah boleh memberikan hak kepengelolaan pertambangan kepada ketiga badan usaha (badan usaha swasta, koperasi dan perseorangan), dan/atau baik seluruh maupun sebagian dari kegiatan pertambangan tersebut yang tentunya setelah mendapatkan izin usaha pertambangan dari pihak yang berwenang yakni pemerintah pusat.

 

Alhasil, kesejahteraan yang dimaksud tentunya bukan untuk seluruh rakyat, melainkan untuk penguasa dan kelompok pendukungnya. Kebutuhan primer masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, fasilitas umum sudah pasti jauh dari kata mensejahterakan bagi rakyat.

Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan sistem Islam, dimana sistem ekonomi Islam menjadikan sistem moneter berbasis emas, yang akan menghantarkan negara yg menguasai emas atau memiliki sumber daya emas menjadi negara adidaya. Sebab dinar emas memiliki peran yang penting dalam menstabilkan ekonomi dari perspektif Islam. Nilai intrinsiknya yang tinggi, perlindungan terhadap inflasi, pengurangan hutang publik, dan dampak positif pada ekonomi global membuat dinar emas menjadi pilihan yang menarik bagi mereka yang mengutamakan stabilitas dan keadilan ekonomi.

Itu baru keuntungan dari satu sisi dalam bidang sistem ekonomi Islam jika diterapkan, bagaimana jika seluruh hukum syariat Islam diterapkan? Maka tentu bukan saja kesejahteraan yang terwujud, melainkan keamanan, perlindungan dan keseimbangan akan menyelimuti seluruh alam.
Wallahu’alambishawab.

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis