Pembangunan Infrastruktur dalam Sistem Pemerintahan Islam
Oleh Firda Umayah
Lensa Media News—Pembangunan infrastruktur di bumi Khatulistiwa terus berlanjut di berbagai wilayah. Salah satunya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) di Mimika, Papua Tengah. Setelah memperpanjang kontrak dengan pemerintah RI, PTFI pada 2020 telah mengirimkan material tailing atau pasir sisa tambang sebagai material agregat infrastruktur jalan di Merauke. Kini, proyek pelapisan aspal dengan material tersebut berlanjut di Timika (papua.antaranews.com, 12/11/2023)
Ideologi Kapitalis dan Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus diperhatikan dan menjadi prioritas negara. Sayangnya, dalam sistem pemerintahan berbasis ideologi kapitalisme, pemerintah tak serta merta menjadi penyedia atas semua penyediaan infrastruktur tersebut. Sebab, pemerintah perannya bukan sebagai pengurus segala urusan rakyat, melainkan sebagai regulator dan fasilitator antara para kapital dengan rakyat.
Negara juga membuka peluang bagi pihak swasta dan asing untuk bekerja sama dalam penyediaan infrastruktur yang tentu saja akan banyak menguntungkan pihak swasta dan asing. Hal ini dapat dilihat dari gencarnya pembangunan beberapa tol yang melibatkan pihak swasta. Di satu sisi rakyat mendapatkan kemudahan dalam menghemat waktu perjalanan, namun di sisi lain, besarnya biaya tarif tol juga membuat rakyat harus merogoh kantong dalam-dalam.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang kerap dianggap memaksakan diri, selalu menuai polemik dan kerugian di sisi rakyat dan negara. Contohnya adalah pembangunan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang menambah utang negara. Corak pemerintahan seperti ini sejatinya tak lepas dari tangan para kapitalis yang selalu berusaha menyetir pemerintah agar mengikuti kemauannya. Megaproyek dengan dana yang didominasi oleh Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) merupakan ancaman serius yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Sebab, kerja sama ini jelas mengancam kedaulatan negara. Terlebih lagi, ketika ekonomi negara lemah, maka beban utang luar negeri dan pungutan pajak ke rakyat juga akan makin meningkat. Semua itu hanya akan merugikan rakyat dan negara.
Islam dan Pembangunan Infrastruktur
Islam sebagai sebuah ideologi yang berasal dari wahyu, yaitu dari risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Memiliki pandangan tersendiri terkait pembangunan infrastruktur. Dalam pandangan Islam, infrastruktur merupakan hak warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana publik. Hal ini karena negara dalam sistem pemerintahan Islam bertugas sebagai pengurus rakyat sebagaimana sabda beliau saw.,“Imam (kepala negara) laksana penggembala, dia bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih)
Oleh karena itu, Islam memiliki seperangkat aturan dan mekanisme agar negara mampu memenuhi kebutuhan infrastruktur tanpa mengeyampingkan kebutuhan lain. Pembangunan infrastruktur dilakukan setelah negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat akan sandang, papan, dan pangan. Sekalipun untuk membangun infrastruktur membutuhkan biaya yang besar, sistem ekonomi Islam telah menetapkan banyak sumber pemasukan yang dapat dilakukan negara untuk memenuhi segala kebutuhannya. Diantaranya, pemasukan yang berasal dari jizyah, fa’i, ganimah, kharaj, usyur, pengelolaan kepemilikan umum, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Islam juga mampu melahirkan para pemangku kekuasaan yang amanah, beriman, dan bertakwa kepada Allah SWT. Sebab syariat Islam menjadi tolak ukur segala perbuatan muslim dan warga negara Islam. Para penguasa memahami betul konsekuensi yang ada di pundaknya saat menerima beban sebagai pengurus rakyat. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw.,“Hai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah dan hal ini adalah amanah. Ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambil dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR. Muslim)
Cara Islam Membangun Infrastruktur
Ketika ekonomi negara stabil bahkan surplus ditambah dengan pemimpin yang amanah, pembangunan infrastruktur dalam negara Islam jelas dapat berjalan sesuai prioritas. Prioritas utama pembangunan ada pada infrastruktur kesehatan, pendidikan, sarana publik, dan infrastruktur lain yang menunjang aktivitas ekonomi rakyat. Selain itu, jika infrastruktur yang ada masih dapat digunakan dengan baik dan tidak mendesak untuk dilakukan pembangunan, maka negara tidak menjadi skala prioritas agar keuangan negara tetap aman.
Proyek pembangunan juga berada dalam kendali negara, tidak diserahkan langsung kepada pihak swasta atau asing. Negara Islam akan memanfaatkan keahlian warga negara dalam proyek pembangunan sehingga pembangunan yang dilakukan berbasis masyarakat. Seperti dalam permbangunan proyek jalur kereta api Hijaz sepanjang 1464 km yang digunakan sebagai penunjang transportasi haji warga negara. Jalur kereta yang menghubungkan kota Damaskus dan Madinah tersebut mampu memperpendek perjalanan yang biasa ditempuh dalam waktu 40 hari menjadi 5 hari saja. Jumlah penumpang yang diangkut pun tak kalah besarnya, yaitu mampu membawa 300 ribu orang dalam satu pemberangkatan.
Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur lain seperti pembangunan rumah sakit pada masa kekhilafahan Umayyah, pembangunan infrastruktur pendidikan pada masa kekhilafahan Abasiyyah, dan lain-lain. Sungguh, Islam telah begitu apik dalam mewujudkan semua kebutuhan rakyat.
Sehingga lahir pula para ilmuan, ahli fikih, ulama, dan lain-lain dalam masa sistem pemerintahan Islam. Keberhasilan sistem pemerintahan Islam dalam membangun infrastruktur negara dapat kita lihat hingga kini pada negeri-negeri muslim sebagai bukti kegemilangan peradaban Islam. Wallahu a’lam bishawab. [LM/ry].