Benarkah Masyarakat Menjadi Korban Sistem Kapitalisme?

Oleh: Muflihatul Chusnia

 

Lensamedianews.com, Opini – Sungguh tak dapat dipercaya, pada Rabu (20/9/2023) kemarin ditemukan seorang ibu (66) meninggal, kemudian anaknya yang menyandang disabilitas (45) ditemukan dalam keadaan kritis diduga karena kelaparan. Tak lama kemudian sang anak dinyatakan meninggal setelah tenaga medis berusaha untuk menyelamatkannya. (beritasatu.com, 21/9/2023).

Itu hanya satu kejadian yang menimpa rakyat miskin di negeri kita. Krisis ekonomi semakin terasa dengan minimnya penghasilan pedagang kecil, apa lagi pemerintah mendatangkan barang-barang impor yang harganya jauh lebih murah. Belum lagi kebutuhan pokok yang harganya semakin mahal. Para petani pun semakin susah karena tidak ada lagi subsidi pupuk, lapangan pekerjaan juga susah didapat, setelah masa pandemi, jumlah pengangguran bertambah. Sehingga kehidupan rakyat semakin sulit.

Saat ini derita umat semakin parah, kesulitan untuk menyambung hidup semakin rumit, karena biaya hidup terus merangkak naik. Belum lagi kewajiban bulanan, seperti pendidikan, kesehatan, listrik, PDAM, dan BBM. Seakan-akan kehidupan hanya sibuk untuk mencari penghasilan, bahkan sampai tak menghiraukan waktu. Sehingga mengakibatkan tidak peduli terhadap tetangga alias berkurangnya empati.

Di sisi lain, tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat, pemerintah bersikukuh melanjutkan proyek dengan biaya fantastis yang mereka ambil dari dana APBN. Belum lagi ada sekitar 58 proyek yang mangkrak yang merugikan negara senilai 420 Triliun rupiah. Pun Proyek Strategis Nasional (PSN). Yang jelas proyek besar tersebut tidak dirasakan oleh semua masyarakat, misal proyek kereta cepat Bandung-Jakarta itu hanya untuk orang-orang yang berduit saja. Yang dananya mengambil dari uang APBN, jika kurang pemerintah akan membuat keputusan yang membebani rakyat seperti menaikkan harga BBM mulai dari pertalite, solar, dan pertamax.

Kemudian menaikkan tarif sejumlah ruas tol. Sehingga secara otomatis mendorong kenaikan barang dan jasa, dan itu yang menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat dan inflasi. Lagi-lagi masyarakat kena batunya karena beban proyek tersebut dilimpahkan pada masyarakat. Lengkaplah penderitaan rakyat.

Derita rakyat hari ini tidak lain karena buah dari sistem yang batil yaitu kapitalisme. Dimana negara yang seharusnya menjadi pelayan bagi umat, mengurusi urusan umat, dan menjamin kehidupan umat agar sejahtera, negara justru melepas tanggung jawabnya, rakyat dibiarkan berjuang sendiri dengan prinsip survival of the fittesst. Akhirnya kesenjangan sosial semakin lebar, kemiskinan merajalela, kejahatan meningkat.

Karena itu sudah saatnya umat menerapkan syariat Islam, sebab jelas tuntunannya adalah keimanan. Syariat Islam adalah aturan dari Sang Khaliq sehingga memberikan jaminan kehidupan masyarakat mulai dari individu, masyarakat, bahkan negara.

Ada beberapa hukum Islam yang jika diterapkan akan memenuhi kebutuhan hidup tiap individu. Pertama, Islam mewajibkan laki-laki yang sudah balig memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya.

Sabda Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Mulailah dari dirimu sendiri, sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya lagi untuk kerabat dekatmu. Selebihnya lagi untuk tujuan ini dan itu yang di hadapanmu, yang ada di kanan dan kirimu”. (HR Muslim).

Kedua, Islam mewajibkan kepedulian kepada sesama muslim, khususnya orang terdekat dan tetangga. Sabda Rasulullah saw., “Bukan orang mukmin orang yang kenyang perutnya sedangkan tetangganya kelaparan.” (HR Al-Baihaqi).

Ketiga, bagian terpenting dalam jaminan kebutuhan hidup adalah negara. Karena tugas negara adalah mengatur urusan umat, dalam Islam disebut Khilafah. Imam Al-Mawardi menyebutkan dalam kitab Al-Ahkam As-Shulthaniyah bahwa Khilafah adalah menjaga kepentingan negara dan pengaturan dunia. Seperti yang telah Nabi sampaikan,
الامام راع وهو مسؤول عن راعيته
“Imam/ pemimpin itu laksana pengembala dan bertanggung jawab terhadap gembalanya.” (HR Bukhari Muslim).

Ini hanya salah satu syariat Islam yang jika diterapkan akan memenuhi kebutuhan hidup umat secara individu. Bagaimana jika umat menerapkan syariat Islam secara kafah?

Wallahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis