Kisruh Beras, Kebijakan Makin Tak Beres

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

Lensa Media News–Harga beras makin melangit. Angkanya mencetak rekor, yakni Rp 15.000 per kilogram. Tentu saja, hal ini menyulitkan sebagian besar rakyat mengingat beras adalah salah satu bahan pokok yang utama.

 

Kebijakan Nyleneh ala Kapitalisme

 

Di tengah gempuran tingginya harga beras, pemerintah memyatakan stoknya aman di lapang. Menurut Menteri BUMN Erick Thohir stok beras nasional saat ini sebanyak 1,7 ton dan dipastikan aman hingga akhir tahun 2023 (antaranews.com, 4/10/2023). Pun demikian adanya di beberapa wilayah Indonesia. Di Papua dan Sumatera Utara (papuatimes.co.id, 18/10/2023). Pertanyaan besarnya, mengapa harga begitu mahal, padahal stoknya aman?

 

Harga beras yang tinggi di pasaran membuat rakyat kebingungan. Bagaimana tidak? Karena negara kita, dengan sistem kapitalisme neoliberalisme, menetapkan harga eceran tertinggi suatu produk berdasarkan kepentingan korporasi. Keuntungan materi terus dicari. Sementara rakyat semakin kesulitan mengakses bahan pokok di tengah gempuran tekanan ekonomi. Kepentingan rakyat pun makin tersisihkan. Para pemilik modal semakin berkuasa menetapkan segala kebijakan. Negara pun tak mampu berbuat banyak.

 

Ironisnya, justru kebijakan impor tetap diberlakukan dengan dalih memenuhi kebutuhan dalam negeri. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkapkan bahwa China siap membantu Indonesia dalam memenuhi kebutuhan beras di masa paceklik El Nino.

 

Budi juga mengatakan, China berkomitmen untuk menggelontorkan 1 juta ton beras demi membantu Indonesia (CNNIndonesia.com, 12/10/2023). Tawaran tersebut telah disampaikan Presiden China Xi Jinping kepada Presiden Joko Widodo. Budi pun menegaskan bahwa bantuan dari China tersebut menjadi angin segar bagi Indonesia yang tengah bangkit berusaha menguatkan cadangan beras dalam negeri.

 

Sistem rusak ini diperparah dengan sistem tata kelola pangan yang menyandarkan semua aturan pada sistem kapitalisme. Yakni konsep yang melegalkan segala bentuk komersialisasi, termasuk komersialisasi komoditas pangan yang merupakan kebutuhan utama rakyat.

 

Segala kebijakan dikendalikan para korporasi oligarki. Salah satunya, kebijakan impor yang tetap dilakukan di tengah mahalnya harga beras. Hal ini menunjukkan bahwa ada kekeliruan dalam pengelolaan pangan nasional. Semua konsepnya disandarkan pada konsep kapitalisme sekulerisme. Sistem yang mengutamakan keuntungan korporasi semata, sekaligus menjauhkan pengurusan pangan dari aturan agama. Alhasil, hanya kezaliman yang dirasakan rakyat.

 

Islam, Menjamin Pangan Rakyat

 

Islam menetapkan bahwa rakyat adalah prioritas utama dalam pelayanan. Mekanisme penetapan pangan rakyat termasuk salah satu hal utama yang wajib dijaga stabilitasnya oleh negara. Sistem Islam dalam institusi Khilafah, menerapkan syariat Islam yang kaffah dalam pengurusannya.

 

Setiap pemimpin menyadari bahwa kebijakan yang ditetapkan olehnya akan berimplikasi pada kesejahteraan rakyat. Dan semua keputusannya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari akhir.

 

Ibnu umar ra. berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakat yang dipimpinnya” (HR. Bukhori Muslim).

 

Khilafah akan memastikan kestabilan harga pangan di pasaran. Sekaligus menjamin keamanan stok di lapang. Tak hanya itu, negara pun menjamin rakyat mampu menjangkau seluruh kebutuhan dasarnya, termasuk pangan harian. Khilafah juga akan mengawasi produksi dan distribusi bahan pangan dari sektor hulu ke hilir. Setiap kecurangan yang terjadi akan ditindak tegas oleh negara.

 

Ketahanan pangan didukung secara optimal oleh negara. Baik dari sisi edukasi, dan anggarannya. Petani didorong untuk selalu berinovasi agar menghasilkan bibit unggul yang mampu berdaya saing tinggi dan menciptakan kestabilan panen. Sehingga ketahanan pangan mampu terwujud sempurna. Tanpa perlu bersandar pada kebijakan impor yang menekan produk dalam negeri. Apalagi, kebijakan impor yang kini ditawarkan bersandarkan pada utang ribawi yang semakin membelit negara.

 

Semua konsep ini hanya mampu terwujud dalam Khilafh yang menerapkan sistem ekonomi Islam yang amanah. Seluruh sumber keuangan negara baik dari ghanimah, jizyah, fa’i, kharaj, rikaz, dan lainnya, dihimpun dalam Baitul Maal yang dipergunakan untuk kepentingan rakyat.

 

Sempurnanya pengaturan kepentingan rakyat jika sesuai syariat Islam. Kebutuhan pangan terjamin. Rakyat sejahtera merata. Lantas apa lagi yang harus diragukan? Islam-lah satu-satunya solusi yang menyelamatkan. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis