Nasib Perempuan dalam Kungkungan Sistem Destruktif

Oleh : Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

Lensa Media News–Kekerasan fisik dan verbal sering dialami perempuan saat ini. Beragam kasus mengemuka, namun belum juga ada solusi yang mampu menuntaskan. Buruknya nasib perempuan. Lantas, siapa yang patut disalahkan dari semua kasus kekerasan ini?

 

Sistem Destruktif Memantik Persoalan Pelik

 

Kasus kekerasan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur (31) terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti (28), menyebabkan korban kehilangan nyawa. Ronald adalah putra dari Edward Tannur, anggota Fraksi PKB di DPR RI yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Kekejian yang dilakukan tergolong perbuatan sadisme. Bagaimana tidak? Karena terbakar api cemburu, Gregorius memukul kepala korban dengan botol kemudian menyeretnya dengan mobil dan hampir terlindas (tirto.id, 11/10/2023). Korban pun semakin tak berdaya dan menghembuskan nafas terakhirnya sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit.

 

Tak hanya kasus Gregorius, pembunuhan sadis yang menjadikan perempuan sebagai korbannya pun banyak ditemukan. Seperti kasus Nando yang dengan tega menghabisi nyawa istrinya karena masalah ekonomi keluarga. Bahkan parahnya lagi, sang istri dihabisi di depan anaknya sendiri.

 

Segala bentuk kesadisan yang menjadikan perempuan sebagai sasaran hingga mengakibatkan hilang nyawa, terkategori sebagai femisida. Beragam faktor bisa menjadi pemicu, seperti rasa cemburu yang berlebihan, possesive, superioristik atau hanya sekedar kepuasan batin karena dapat melampiaskan segala kekesalan pada pasangannya.

 

Komnas Perempuan menyebutkan bahwa femisida bukan sekedar kejahatan atau kriminalitas yang biasa (indonesiaonline.com, 14/9/2023). Karena menyangkut budaya patriarki, isu kesetaraan gender, dan dominasi, yang terjadi di ranah privat atau keluarga. Berbagai kasus femisida dilaporkan sebanyak 80% dilakukan pihak suami kepada istri.

 

Nasib perempuan makin memprihatinkan. Tak ada jaminan keselamatan yang mampu sepenuhnya menjaga perempuan. Sistem yang ada justru semakin liar menyasar kaum perempuan. Semua ini karena sistem sekulerisme kapitalistik yang kini diterapkan. Sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan, menjadikan individu tak mampu mengendalikan emosi dan amarahnya.

 

Isu femisida ini pun digiring pada isu kesetaraan gender. Kaum perempuan dianggap tak setara dengan kaum laki-laki. Perempuan selalu merasa dalam posisi yang inferior. Sehingga masyarakat menganggap bahwa perjuangan perempuan demi kesetaraan gender patut dilakukan. Tak ayal, timbullah gerakan-gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Padahal sesungguhnya, femisida timbul sebagai akibat sistem sekulerisme yang semakin akut. Tak ada aturan agama yang mengatur setiap langkah kehidupan.

 

Ketiadaan aturan agama inilah yang menjadi awal kerusakan interaksi antar manusia. Manusia merasa bebas tanpa ada batasan dosa atau pahala. Manusia merasa sah-sah saja melakukan penganiayaan atau kekerasan, bahkan hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

 

Hal ini pun diperparah dengan nihilnya negara dalam menjamin keamanan bagi warga negaranya. Negara hanya mencukupkan diri sebagai institusi yang menciptakan regulasi. Tanpa ada pengawasan atau sistem sanksi yang jelas. Penggolongan jenis kriminalitas, seperti kasus femisida yang marak terjadi akhir-akhir ini, bukanlah solusi yang menyentuh akar masalah. Pun demikian dengan ide kesetaraan gender. Tak mampu menjadi solusi efektif yang dapat menjaga nasib perempuan seutuhnya.

 

Islam Menjaga Keamanan Perempuan

 

Islam memposisikan perempuan sebagai makhluk mulia yang terjaga dengan syariatNya. Dalam Islam, tak dikenal adanya istilah kesetaraan gender. Karena posisi keduanya telah ditetapkan sebagai makhluk yang sama-sama memiliki kewajiban utama yakni beribadah kepada Allah SWT. Tak ada posisi superior atau inferior. Konsep ini akan mencegah kaum lelaki bertindak sewenang-wenang terhadap perempuan. Semuanya dilakukan sebagai bentuk ketundukan pada aturan syariat Islam.

 

Allah SWT. berfirman:”Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.”(QS. An-Nisa’: 124)

 

Secara fisik, perempuan dan laki-laki memang beda. Demikian juga, adanya porsi yang berbeda antara keduanya, seperti dalam aturan hak waris, kewajiban penafkahan, penetapan mahar, tata cara menutup aurat, tugas pengasuhan dan mendidik anak, dan penetapan-penetapan lainnya yang diatur syariat. Semua perbedaan tersebut bukanlah bentuk perbedaan gender. Namun, Allah SWT. menciptakan perbedaan tersebut agar keduanya saling melengkapi perannya dan harmonis dalam menjalankannya. Perbedaan yang ada pun tidak untuk menetapkan siapa yang kalah dan menang.

 

Sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang mampu menciptakan penjagaan terhadap nasib perempuan. Dalam wadah institusi Khilafah, perempuan terjaga secara utuh. Setiap regulasi yang ditetapkan sesuai dengan syariat Islam. Sehingga tak diragukan lagi, negara pun mampu sepenuhnya menjaga kemuliaan dan keamanan perempuan secara menyeluruh dari segala bentuk ancaman.Wallahu’alam bisshowwab. [LM/ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis