Wajah Kelam Anak Indonesia, Glowingkan dengan Islam
Oleh: Ranita
Lensa Media News – “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu“. Demikianlah bunyi kutipan ayat 6 QS. At Tahrim. Ayat ini secara lugas memerintahkan orang tua untuk menjaga anggota keluarganya, termasuk anak-anaknya, untuk terhindar dari bahaya yang mengantarkan pada dosa. Hal ini tentu tidak mudah. Terlebih umat Islam hari ini terpaksa hidup dalam kondisi yang bukan habitat aslinya. Umat Islam hari ini dipaksa hidup dalam sistem hidup yang bertentangan dengan Islam: kapitalisme sekuler. Dalam kapitalisme sekuler, agama dan halal-haram harus dipisahkan dalam aktivitas harian manusia. Akibatnya, manusia beraktivitas tanpa memperdulikan syariat tuntunan Tuhan.
Salah satu korban penerapan kapitalisme sekuler ini adalah anak-anak. Dalam kapitalisme, anak-anak telah mengalami pelecehan dan eksploitasi. Di Jakarta misalnya, Polda Metro Jaya menangkap seorang mucikari yang menjaring anak-anak dibawah umur untuk prostitusi (mediaindonesia.com, 24/9/2023). Mucikari tersebut menjerat korbannya melalui medsos, kemudian dijual seharga 1,5 juta- 8 juta perjamnya. Tak hanya itu, di Medan, dua panti asuhan diketahui mengeksploitasi anak-anak asuhnya lewat live TikTok (detik.com, 23/9/2023). Dua panti asuhan ini memanfaaan anak-anak untuk menggugah hati netizen untuk memberikan donasi. Demi mendulang beberapa rupiah, kehormatan anak-anak dirampas untuk memuaskan syahwat ekonomi segelintir orang tanpa peduli halal-haram.
Anak Tak Aman, Negara Lepas Tangan
Realitas prostitusi dan ekploitasi anak adalah bukti nyata bahwa dunia saat ini tak aman untuk tumbuh kembang anak. Di satu sisi, orang tua harus bekerja keras untuk memenuhi pembiayaan pendidikan, kesehatan, dan berbagai sarana hidup hingga tak cukup waktu memperhatikan anak. Di sisi lain, lingkungan yang menyajikan gaya hidup permisif (serba boleh), hedonis dan menjamurnya flexing, membuat anak mudah tergiur dengan iming-iming rupiah dengan menghalalkan berbagai cara. Jadilah terjerat dalam eksploitasi ekonomi maupun seksual.
Hal ini diperparah dengan abainya negara terhadap berbagai urusan rakyat. Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan negara mendorong para ayah dan ibu bekerja hingga mengabaikan quality time bersama keluarga. Sistem pergaulan liberal yang dijajakan media juga diizinkan meracuni anak-anak melalui berbagai tayangan hiburan. Sistem hukum yang ada juga tak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku eksploitasi anak. Alih-alih menjaga, negara justru berlepas tangan dari tanggung jawab riayah (pengasuhan) kepada rakyat. Hal ini wajar terjadi dalam negara kapitalis-sekuler. Rakyat dituntut untuk mandiri dalam segala hal, termasuk urusan jaminan keamanan anak.
Khilafah: Negara Riayah
Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem kapitalisme, Khilafah yang menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, justru mengambil peran penuh dalam jaminan keamanan, disamping pendidikan, ekonomi dan pergaulan. Dalam Islam, negara adalah pihak yang berkewajiban menanggung keamanan anak. Penjagaan Islam atas jaminan keamanan dan keselamatan anak, ditempuh dengan beberapa langkah berikut: (1) Negara hanya menerapkan politik ekonomi berbasis Islam. Dengan politik ekonomi ini, sumber daya alam yang merupakan milik umum akan dikelola oleh negara, dan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi umum yang layak, air dan listrik, serta penyediaan lapangan kerja untuk seluruh rakyat. Dengannya, para ayah bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekunder, dan para ibu bisa menjalankan perannya mendidik dan menjaga anak secara optimal tanpa perlu mengkhawatirkan kesejahteraan ekonomi keluarga. (2) Negara akan memblokir seluruh akses kemaksiatan, diantaranya khamr, media dan web porno termasuk prostitusi melalui jejaring media sosial, maupun lokalisasi ataupun penginapan yang terbukti digunakan sebagai tempat maksiat. (3) Negara akan mengajarkan etika pergaulan laki-laki dan perempuan agar kehormatan rakyat senantiasa terjaga melalui tsaqofah Islam yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan. (4) Negara akan memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan, terutama kejahatan yang mengantarkan pada penodaan kehormatan manusia, termasuk anak-anak.
Beberapa mekanisme tersebut, pernah diberlakukan dalam institusi Khilafah selama hampir 14 abad sebelum akhirnya Khilafah diruntuhkan pada 1924. Terbukti, selama rentang waktu itu kejahatan kepada anak dapat dicegah secara praktis dan sistematis. Wajah kelam anak Indonesia saat ini pun dapat kembali cerah jika sistem Khilafah ini kembali mengatur kehidupan manusia, insyaallah.
[LM/nr]