Maraknya Kasus Perceraian, Salah Siapa ?
Oleh : Anis Nuraini
Lensa Media News–Akhir-akhir ini kasus perceraian semakin marak terjadi, seperti di wilayah Garut, dan Karawang, serta wilayah lainnya. Kasus perceraian tengah melanda dan menjangkiti berbagai kalangan, mulai pejabat tinggi, artis hingga rakyat biasa, berseliweran di media sosial. Dan yang paling banyak mengajukan percerai adalah pihak istri. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Pengadilan Agama Karawang kelas I A mencatat, angka perceraian ditahun 2022 di Kabupaten Karawang meningkat, permohonan perceraian ada sebanyak 3.873 dengan rincian cerai talak ada 1029 dan cerai gugat 2844.
Kemudian ditahun 2021 ada 4041 laporan dengan rincian cerai talak 1057 dan cerai gugat 2984. Dan ditahun 2022 ada 4342 dengan rincian cerai talak 1053 dan cerai gugat 3289. Dengan jumlah komulatif rata-rata setiap tahunnya ada 75 persen dari laporan tersebut merupakan cerai gugat atau permohonan cerai yang dilakukan oleh sang istri kepada suami (inews.id,17/1/2023).
Banyaknya kasus perceraian di Indonesia, penyebabnya sangat beragam, misalnya masalah kecanduan judi online oleh suami atau maraknya perselingkuhan. Bahkan perselingkuhan tidak hanya dilakukan oleh para suami, istripun melakukanya.
Suami sudah seharian capek bekerja tetapi istri tidak mau melayani suaminya dan sebaliknya istri sudah capek-capek bekerja dan mengurus rumah tangga dan menjaga anak-anaknya tetapi tidak dihargai suaminya. Faktanya, banyak suami dan istri mencari kenyamanaan dan kesenangan diluar rumah.
Masalah ekonomi pun merupakan salah satu penyebab perceraian terbanyak, Istri sering menuntut lebih kepada suaminya, padahal penghasilan suami tidak seberapa. Sehingga perselisihan dan pertengkaran yang terjadi menimbulkan KDRT berkelanjutan menjadi perceraian.
Tingginya perceraian menujukan bukti rapuhnya bangunan keluarga akibat sistem kapitalisme yang menjauhkan manusia dari tuntunan agama, pun lepas tanganya negara dalam menjaga ketahanan individu dan keluarga, sehingga institusi keluarga rentan mengalami guncangan.
Negara tidak mau ikut campur terhadap hak dan kewajiban suami istri, sehingga mereka tidak tahu peran masing-masing. Peradaban sekuler kapitalistik telah menggerus dan menjauhkan peran laki-laki sebagai pemimpin (qawwam) dan kaum perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt.
Ide-ide di luar Islam hari ini, menjadikan perempuan tidak paham hak-haknya dan tuntutannya yang sering salah arah. Feminisme dan kesetaraan gender telah menipu banyak perempuan, sehingga perempuan kehilangan peran untuk menjadi seorang ibu dan mendidik anak-anaknya, sebaliknya perannya teralihkan menjadi lebih fokus untuk bekerja. Perempuan dianggap berdaya jika menghasilkan materi.
Pernikahan sebagai ikatan yang suci, merupakan sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang saling mencintai, visi yang dibangun keluarga muslim seharusnya adalah melahirkan generasi qurrata a’yun (menyejukan pandangan mata). Sebagai pasangan suami istri yang bertujuan untuk membangun keluarga atau rumah tangga dengan rasa bahagia lahir dan batinnya dan bersifat kekal.
Di dalam syariat Islam suami istri memiliki tanggung jawab hak dan kewajiban yang sama. Suami wajib memberikan perlindungan dan nafkah baik lahir dan batin kepada istri, sedangkan seorang istri wajib mentaati suami kalau tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena surga seorang istri ada di suami, kalau perintah suami menyimpang dari syariat Islam maka seorang istri tidak wajib mentaati suami.
Beda halnya dengan negara yang menerapkan Islam yang akan menjamin sistem ekonomi berlandaskan Islam, sebab perekonomian baik, maka kesejahteraan keluarga akan baik pula. Negara mengelola sumber daya alam dan hasilnya akan dibagikan kepada rakyatnya secara tak langsung seperti papan, pangan, sandang, dengan mudahnya diakses rakyat. Dan secara langsung berupa layanan kesehatan dan pendidikan murah dan gratis. . Sehingga alasan perceraian karena masalah ekonomi akan berkurang, karena berada dalam jaminan negara.
Dan bagi warga yang sudah siap menikah atau sudah baligh, baik akal dan fisik, tetapi tidak mampu, maka negara akan membiayai pernikahanya secara gratis. Negara akan terlebih dahulu memberi edukasi mengenai pernikahan untuk warga yang kurang ilmunya, seperti edukasi bagaimana membangun hubungan di antara suami dan istri, cara mendidik anak dengan pola asuh sesuai Islam, ekonomi keluarga dan pemenuhan gizi keluarga. Hal itu pun akan mengurangi kasus-kasus perselingkuhan yang menjadi biang perceraian.
Negara Islam memiliki berbagai mekanisme untuk mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman, menetapkan jalan keluar bagi kegagalan dalam pergaulan suami dan istri sebelum kata cerai. Dengan langkah-langkah praktis untuk menyelesaikannya. Mahligai rumah tangga akan terjaga jika Islam diterapkan dalam kehidupan saat ini. Wallahualam bissawab. [LM/ry].