Learning Poverty, Cerminan Buruknya Kurikulum ala Sekularisme

Learning Poverty, Cerminan Buruknya Kurikulum ala Sekularisme

 

Oleh : Yuke Octavianty

(Forum Literasi Muslimah Bogor)

 

LenSaMediaNews.com – Kemiskinan dalam memahami materi pembelajaran, alias learning poverty, menjadi salah satu masalah yang hingga kini belum temu titik terang. Beragam kurikulum berganti, ternyata belum mampu mensolusi. 

 

Kurikulum Berbasis Sekularisme

Secara normalnya, anak usia maksimal 10 tahun telah mampu memahami beragam makna bacaan. Namun faktanya, masih banyak yang belum memiliki kemampuan dasar. Alhasil, tenaga pendidik pun kalang kabut mengejar ketertinggalan. 

 

Berdasarkan hasil assessment kognitif siswa baru SMPN 11 Kota Kupang pada bulan Juni 2023 lalu ditemukan sebanyak 21 siswa  belum bisa membaca. Bahkan ada juga siswa yang tidak mampu menulis hingga membedakan huruf (tribunflores.com, 10/8/2023). Kepala Sekolah SMPN 11 Kupang, Warmansyah, mengungkapkan masih ada siswa yang masih mengeja dengan lambat atau bahkan tak bisa membedakan huruf. Kecakapan menanggapi bacaan terkategori lamban. Semestinya kemampuan ini sudah diperoleh saat di bangku kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar, dalam konsep Merdeka Belajar. 

 

Fakta yang ada merupakan refleksi dari hasil kurikulum pendidikan yang kini diterapkan. Setiap kesalahan kurikulum hari ini melahirkan minimnya kemampuan dasar. Kurikulum yang sering berganti. Pergantian kepemimpinan melahirkan perubahan kebijakan. Namun perubahan ini tak memberikan pengaruh positif bagi dunia pendidikan. Justru sebaliknya, pendidikan yang ada makin jungkir balik. Kualitasnya makin tidak baik. Meskipun diklaim bahwa perubahan kurikulum akan menciptakan kualitas pendidikan yang cemerlang. Namun faktanya, tidak demikian.

 

Inilah realitas konsep pendidikan ala sekularisme kapitalistik. Sistem yang menjauhkan aturan agama dalam menjalankan kehidupan. Sehingga terciptalah sistem kapitalisme, yang mengutamakan keuntungan materialistik di dalamnya. Alhasil, kebijakan yang ada pun hanya berorientasi pada hasil pendidikan. Sementara prosesnya tak mampu optimal dilakukan. Generasi yang ada hanya disiapkan sesuai kebutuhan pesanan korporasi. 

 

Hasil pendidikan berupa nilai akademik dan ketrampilan menjadi tujuan utama. Nilai-nilai agama yang seharusnya ditanam sejak dini, justru diabaikan. Sehingga peserta didik yang belum mampu mengikuti kurikulum yang ada, ditinggal begitu saja. Fakta ini pun semakin diperparah dengan adanya sarana dan prasarana yang berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Diskriminasi fasilitas, tentu saja memberikan hasil yang berbeda.

 

Sebagian besar guru yang ada saat ini masih akan mengajar hingga 2030.  Laporan terbaru Bank Dunia, Fixing the Foundation: Teachers and Basic Education in East Asia and Pacific menekankan  pada usaha guna meningkatkan kemampuan guru. Walaupun data yang ada menunjukkan persentase yang signifikan perihal tim pengajar yang dilatih di kawasan ini setiap tahun. Penelitian baru di Kamboja, Fiji, RDR Laos, Mongolia, Filipina, Thailand, Timor-Leste, Tonga, dan Vietnam menunjukkan bahwa program-program pelatihan tidak menerapkan praktik-praktik yang terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa. Kebijakan ini pun mempengaruhi hasil kurikulum pendidikan yang ada. Jelaslah, berbagai fasilitas pendidikan yang diklaim gratis, seperti sekolah-sekolah negeri ataupun inpres, tak mampu memberikan solusi masalah learning poverty

 

Betapa buruknya, kebijakan pendidikan ala sistem sekularisme kapitalistik. Kebijakan pendidikan ala korporat oligarki yang hanya mengedepankan hasil demi memperoleh keuntungan. Sementara kualitas anak didik, sama sekali tak diperhatikan. Tujuan utama pendidikan yang seharusnya mencerdaskan anak bangsa pun, terlalaikan begitu saja. 

 

Pendidikan Islam Mencerdaskan Generasi

Islam menetapkan bahwa generasi adalah pejuang perubahan dan tonggak peradaban. Tanpa ada generasi yang cerdas, tidak mungkin dicapai peradaban gemilang. 

 

Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan setiap individu. Wajib disediakan oleh negara. Baik kurikulumnya, sarana dan fasilitasnya. Ilmu bagaikan sumber kehidupan. Pendidikan adalah hak dasar bagi umat.

Konsep pendidikan dasar dalam Islam ditujukan untuk mencerdaskan setiap warga negara. Sistem Islam dalam wadah Khilaf4h menjamin terselenggaranya kurikulum terbaik bagi umat. Anggaran pendidikan diambil dari Baitul Maal untuk seluruh umat, pertama dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara. Tidak ada diskriminasi dalam pelayanan pendidikan, semua mendapatkan pendidikan berkualitas yang merata dengan biaya ringan bahkan gratis. 

 

Syekh Atha’ bin Khalil menjelaskan dalam Kitab Dasar-dasar Pendidikan dalam sistem Khilafah. Pertama, pendidikan wajib melahirkan generasi berkepribadian Islam. Tsaqafah Islam diberikan sebagai bentuk pendidikan dasar agar membentuk pola sikap dan pola pikir sesuai akidah Islam. Semua bidang keahlian pun disandarkan pada tsaqofah Islam. Alhasil, kepribadian Islam mewarnai setiap nidamg kelimuan.

 

Betapa sempurnanya pola pendidikan dalam sistem yang menyeluruh. Kurikulum yang ditetapkan akan membentuk individu berkepribadian Islam. Sehingga mampu menjadikan pendidikan sebagai bekal utama untuk meraih rida Allah SWT. Alhasil, selamat dunia dan akhirat pun didapat.

Wallahua’lam bisshowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis