Festival Film Moderasi Beragama, Perlukah?
Oleh: Rasya Tsaurah
LenSa Media News _ Saat ini, tengah berlangsung penjurian film-film pendek bertema moderasi beragama. Lomba yang menyasar pelajar dan mahasiswa ini, diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) bekerjasama dengan Lembaga Dakwah (LD) PBNU. Lomba ini merupakan upaya untuk mendorong pemahaman dan penguatan moderasi beragama di kalangan generasi muda. Menurut ketua LD PBNU, KH. Abdullah Syamsul Arifin, festival film ini merupakan inisiatif penting dalam mempromosikan kehidupan beragama yang damai dan harmonis. KH. Abdullah juga berharap akan memicu kesadaran dan penghargaan atas keragaman agama di lingkungan sekolah, pesantren, dan masyarakat (Sindonews.com, 2/7/2023).
Moderasi beragama menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kementerian Agama telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya. Mulai dari mengubah muatan buku ajar, menyusun buku moderasi beragama, sertifikasi dai, dan sebagainya. Muaranya satu, agar Islam nampak menjadi agama pertengahan (wasathiyah).
Jika menilik lebih dalam, sejatinya, proyek moderasi beragama di Indonesia merupakan agenda Barat. Atas nama perang melawan radikalisme, Barat berupaya mereduksi ajaran-ajaran Islam lantas mengubahnya agar sesuai dengan nilai-nilai Barat. Mereka juga melakukan propaganda dengan memberikan label negatif kepada orang atau kelompok yang ingin menerapkan Islam secara kaffah dengan sebutan ekstrimis atau radikal. Mereka menggambarkan kelompok radikal ini sebagai kelompok yang anti damai, senang meneror, hobi mengkritik, intoleran, dan merasa paling benar. Mereka berusaha mempolarisasi umat sehingga munculah istilah Islam moderat, Islam radikal, dan Islam tradisional.
Islam, Agama yang Adil
Islam, Allah turunkan kepada Rasulullah SAW. sebagai risalah terakhir. Rasulullah adalah khatamul anbiya (penutup para nabi) dan Islam adalah penyempurna syariat-syariat sebelumnya.
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS. Al-Ahzab: 40)
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah Islam. Tiada orang-orang yang diberi Al-Kitab berselisih melainkan setelah datang kepada mereka ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya.” (TQS. Ali-Imran: 19)
Islam mengajarkan penganutnya untuk berkasih sayang dan bersikap lembut kepada sesama. Rasulullah SAW. bahkan menjadikan kasih sayang sebagai syarat keimanan.
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari Muslim).
Namun di sisi lain, bila ada seseorang atau sekelompok orang yang menghina Allah dan Rasulullah, merendahkan al-Quran atau ajaran Islam lainnya, maka Allah dan RasulNya meminta kaum muslimin bersikap tegas. Bila yang menghina adalah orang kafir, maka wajib diperangi. Bila yang menghina adalah munafik, maka dia dibunuh. Sedangkan bila yang menghina adalah orang muslim sendiri maka ia dianggap murtad dan wajib dibunuh. Semua sanksi ini bukanlah wujud kekejaman, melainkan bagian dari penjagaan aqidah.
Begitu pula halnya dengan ajaran birrulwalidain (berbakti kepada kedua orangtua). Setiap muslim diwajibkan untuk berbuat baik pada kedua orangtuanya, meskipun orangtuanya berbeda keyakinan. Berbuat baik pada orangtua yang berbeda keyakinan misalnya dengan menjaga silarurahim, memuliakan mereka, menyantuni mereka dengan sebaik-baiknya, dan mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah hingga memeluk Islam. Adapun mendoakan mereka agar mendapatkan ampunan atau mengucapkan selamat hari raya saat mereka merayakan hari raya mereka, ini menyalahi syariat.
Dari sini, kita bisa lihat bahwa Islam adalah agama yang proporsional dan adil. Maka setiap pemeluknya, bila mempelajari, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, niscaya akan menjadi sosok yang adil pula.
Islam, Agama Rahmatan Lil ‘Alamin
Sejarah membuktikan bahwa Islam mampu memimpin dunia selama hampir 13 abad. Sistem pemerintahan Islam atau Khilafah digunakan untuk mengatur urusan umat, bukan hanya umat Islam melainkan juga pemeluk agama lain. Rasulullah SAW saat memerintah Madinah, hidup pula di dalamnya pemeluk Yahudi dan Nasrani. Begitu pula saat akhir masa Dinasti Ustmaniyah, beragam agama hidup di dalam Daulah Islamiyah.
Dalam Khilafah, warga negara non muslim memiliki hak yang sama dengan yang muslim. Harta, jiwa, dan kehormatan mereka wajib dijaga dengan sebaik-baiknya oleh negara. Kemaslahatan dan kesejahteraan mereka pun dipenuhi negara selayaknya kaum muslimin. Dikisahkan pada masa Umar ra. menjabat sebagai Khalifah, beliau mengeluarkan aturan untuk memberikan santunan rutin kepada para lansia, baik muslim maupun non muslim. Sebelumnya, pada masa kekhalifahan Abu Bakar ra., Khalid bin Walid yang menjabat sebagai wali di Hirah membebaskan jizyah bagi para penganut Nasrani yang sudah lansia atau tidak mampu bekerja dan menanggung biaya hidup mereka sehari-hari menggunakan dana Baitul Mal.
Begitulah ajaran Islam jika diterapkan sempurna mampu mendatangkan maslahat bukan hanya bagi kaum muslimin, namun juga bagi seluruh manusia. Maka sudah jelas, ajaran moderasi Islam dalam berbagai bentuk, sesungguhnya tidak diperlukan!
Wallahua’lambishawwab.
(LM/SN)