Malapetaka Baru Eropa dan Bukti Salah Kelola Lingkungan
Oleh: Firda Umayah
Lensamedianews.com, Opini- Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Mungkin itulah yang terjadi pada Eropa saat ini. Ya, malapetaka baru dikabarkan melanda sebagian besar wilayah tersebut. Kebakaran hutan, banjir, kelumpuhan di aliran air, hingga gangguan tenaga nuklir terjadi di sana. Bahkan, Eropa terancam krisis ganda akibat invasi Rusia kepada Ukraina. Krisis ganda ini merupakan krisis geopolitik dan ekonomi. (cnbcindonesia.com, 5/9/2023).
Namun, krisis karena bencana alam di Eropa jauh lebih luas dampaknya daripada krisis akibat geopolitik dari konflik dua negara. Sejumlah wilayah Eropa yang mengalami bencana dalam berbagai hal diduga disebabkan oleh cuaca ekstrem. Tercatat bahwa berbagai bencana yang ada telah menewaskan sekitar 195.000 orang dalam kurun waktu 1980-2021. Lantas, benarkah semua itu karena perubahan cuaca ekstrem semata? Adakah solusi untuk mengatasi malapetaka baru di Eropa?
Eropa dan Berbagai Bencana
Secara umum, sebagian wilayah Eropa adalah wilayah rawan gempa, kecuali daerah bagian utara (tidak termasuk Islandia sisi barat). Risiko aktivitas seismik meningkat pada beberapa bagian dari pesisir pantai Mediterania dan daerah di selatan Turki. Gempa bumi yang terjadi pada daerah-daerah tersebut disebabkan oleh lempeng Benua Afrika yang menjorok ke atas lempengan Eurasia di bawah laut Adriatik.
Gelombang panas ekstrem yang terjadi sejak tahun lalu juga menyebabkan sungai-sungai di Eropa kering. Krisis air juga melanda wilayah ini karena musim panas yang sangat terik. Kebakaran hutan di berbagai negara di Eropa juga tak terelakkan akibat gelombang panas ini. Namun, banjir mematikan justru terjadi di Slovenia karena tingginya curah hujan pada awal Agustus lalu.
Pembangkit listrik tenaga nuklir juga terancam dan rentan mengalami kecelakaan atom di Eropa. Ancaman ini makin serius ketika pertikaian Ukraina-Rusia tidak kunjung reda. Keamanan fasilitas nuklir terancam karena sering terjadi saling tembak antara dua negara yang bertikai di daerah fasilitas tersebut. Pemadaman listrik pun kerap kali berulang.
Kondisi Berbagai Wilayah Eropa
Hingga saat ini, dampak dari berbagai bencana yang terjadi di Eropa dapat dilihat pada uraian berikut.
1. Kebakaran hutan di Yunani yang sulit dikendalikan. Kebakaran yang didorong angin kencang tersebut merupakan kebesaran terbesar di Eropa sejak tahun 2000. Berbagai negara Eropa seperti Spanyol, Prancis, Jerman, Kroasia, Swedia, dan beberapa negara lain dikerahkan untuk memadamkan api melalui jalur udara.
2. Prancis, Italia, Spanyol, Jerman, dan Portugal mengalami krisis air akibat gelombang panas ekstrem yang menyebabkan sungai-sungai kering. Pemerintah setempat juga mengimbau masyarakat untuk menghemat air. Akibat dari krisis air ini, arus lalu lintas air, pertanian, dan sejumlah sektor terganggu.
3. Setelah kebakaran hutan di barat laut Turki, penghentian pengiriman melalui Selat Dardanella masih berlanjut. Ini menyebabkan lebih dari 100 kapal kargo menunggu untuk melintasi selat tersebut.
4. Suhu ekstrem yang melanda wilayah Eropa menyebabkan angka kematian meningkat, terutama di sebagian wilayah seperti Italia, Serbia, Bosnia, Kroasia, Montenegro, dan Spanyol.
5. Krisis energi yang melanda wilayah Eropa menyebabkan melonjaknya harga energi. Ini berimbas kepada ekonomi di Eropa yang mengalami kebangkrutan dunia usaha.
Penyebab Bencana Eropa
Pada dasarnya, cuaca ekstrem adalah kejadian fenomena alam yang tidak normal. Ini terjadi karena adanya gangguan atmosfer bumi yang ditandai dengan perubahan curah hujan, suhu udara, arah dan kecepatan angin, dan kelembapan udara.
Cuaca panas ekstrem dan penurunan curah hujan yang terjadi sejak tahun lalu memang memicu terjadinya berbagai bencana di Eropa. Namun, ini tak lepas dari dampak perbuatan masyarakat Eropa yang dilakukan jauh sebelumnya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa cuaca panas ekstrem merupakan imbas dari pengelolaan lingkungan hidup yang tak semestinya. Hal itu dapat dilihat dari uraian berikut.
1. Buruknya pengelolaan sampah makanan. Sebuah studi menyebutkan bahwa 15% kenaikan suhu bumi disebabkan karena sistem makanan global. Gas metana yang berasal dari sawah, peternakan, dan makanan busuk menyumbang sekitar 60% gas emisi di udara. Sedangkan sisanya berasal dari pupuk kimia berlebih dan efek penggunaan bahan bakar pada transportasi.
2. Polusi udara yang disebabkan oleh aktivitas pembakaran seperti pembakaran sampah, kebakaran hutan, gas pembakaran bahan bakar, dll. Semua ini menghasilkan emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida.
3. Maraknya pengembangan pembangunan industri yang tidak diimbangi dengan upaya kelestarian lingkungan yang memadai. Lemahnya legitimasi yang dibuat untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan tampak tidak memberikan dampak yang besar. Pemberian denda bagi pelaku pencemaran lingkungan juga tidak mampu memberikan efek jera.
Semua penyebab di atas sejatinya tak lepas dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang mengagungkan keuntungan materi kerap membuat pembangunan industri yang ada tak memedulikan kondisi lingkungan. Ini bisa dilihat dari perubahan ekosistem alam akibat hal tersebut. Efek rumah kaca yang terus meningkat membuat alam tak lagi memiliki ritme kondisi yang tetap. Curah hujan menjadi tak menentu, pengikisan lapisan ozon makin lebar menganga, suhu udara menjadi saat ekstrem antara suhu panas dan dinginnya, dan lain sebagainya merupakan imbas dari semua perbuatan manusia. Maka benarlah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 41 bahwa telah tampak kerusakan di bumi dan lautan akibat ulah perbuatan manusia.
Islam sebagai sebuah ideologi memiliki pandangan yang utuh terhadap segala permasalahan hidup. Terkait dengan cuaca ekstrem yang merupakan fenomena alam, pada dasarnya negara harus memiliki upaya pencegahan ketika bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir, dan lain sebagainya terjadi. Tak hanya itu, negara juga harus memiliki solusi ketika bencana itu terjadi.
Mitigasi bencana sebagai langkah untuk mengurangi dampak bencana merupakan hal yang harus dilakukan negara. Ini dilakukan sebelum, saat, dan setelah terjadinya bencana. Sebelum terjadinya bencana, negara harus memetakan wilayah rawan bencana dan melakukan upaya pembangunan yang sesuai dengan kondisi wilayah tersebut. Misalnya, membangun bangunan tahan gempa bagi wilayah rawan gempa, masif melakukan penghijauan hutan untuk wilayah rawan longsor, penanaman bakau untuk wilayah pesisir, dll..
Edukasi masyarakat terhadap segala risiko dan dampak bencana juga harus diberikan. Masyarakat harus memahami apa saja yang harus dilakukan untuk meminimalisasi bencana. Masyarakat juga harus ditekankan untuk menjaga lingkungan hidup dan saling mengingatkan ketika ada yang lalai. Negara juga harus memiliki kebijakan yang tegas dan mengikat agar semua elemen masyarakat mematuhi semua kebijakan yang telah ditetapkan termasuk kebijakan untuk menjaga lingkungan. Pemberian sanksi juga berlaku bagi para pelanggar hukum.
Saat terjadi bencana, negara sigap menanggulangi bencana dengan fokus menolong para korban dan mengantisipasi kerusakan yang terjadi akibat bencana. Evakuasi korban harus segera dilakukan dengan akses komunikasi dan jalur yang baik. Pemulihan setelah bencana juga harus segera dilakukan. Penyediaan sarana dan prasarana untuk memulihkan kondisi kesehatan masyarakat harus siap diberikan. Begitu juga dengan pembangunan infrastruktur yang rusak.
Semua persiapan mitigasi bencana juga masuk dalam anggaran belanja negara yang telah dipersiapkan jauh sebelumnya sehingga tak ada kisah bahwa negara meminta sumbangan kepada masyarakat untuk menanggulangi bencana ketika kas negara masih cukup memenuhi segala kebutuhannya. Perubahan paradigma juga harus dimiliki oleh masyarakat bahwa hidup harus serta menjaga lingkungan. Tidak mengikuti hawa nafsu untuk mencari keuntungan materi yang menimbulkan kerusakan lingkungan. Masyarakat juga harus menjadikan Islam sebagai landasan berpikir agar semua tindakan yang dilakukan memiliki pertimbangan yang tidak menyalahi syariat Islam.
Menjaga lingkungan hidup harus menjadi kebiasaan masyarakat karena ini merupakan bagian dari perintah Allah SWT. Dalam surah Al-A’raf ayat 85 dijelaskan bahwa Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan (Allah) memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Allah juga berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 205, Al-A’raf ayat 56, dan berbagai ayat yang lain agar manusia menjaga lingkungan hidup dan tidak merusaknya. Sungguh, Islam dan semua aturannya sejatinya merupakan kebaikan bagi manusia.
Penutup
Malapetaka yang melanda Eropa saat ini merupakan dampak dari perubahan fenomena alam yang ekstrem. Perubahan ini rupanya tak lepas dari imbas perilaku manusia yang memengaruhi perubahan suhu dan ekosistem alam yang ada. Paradigma sistem kapitalisme yang menyebabkan masyarakat abai untuk menjaga lingkungan merupakan bukti nyata bahwa sistem ini tidaklah ramah lingkungan karena hanya mengutamakan kepentingan materi semata.