Selamatkan Anak dari Serangan Predator
Oleh: Tessa Pridha Purwati, S.Ak
Lensamedianews.com– Banyak korban yang takut dan berpikir kalau menceritakan kejadian pelecehan atau kekerasan seksual yang dialaminya ke orang tua atau keluarga merupakan aib atau mencoreng nama baik. Dimana seharusnya orang tua menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi.
Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, “Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” tutur beliau dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta. (idntimes.com 26 Agustus 2023)
Hampir setiap hari selalu ada pemberitaan terkait kekerasan seksual baik di media cetak maupun elektronik. Hal ini bukan baru-baru saja terjadi, melainkan kasus kekerasan seksual ini masih menjadi pokok permasalahan penting yang dihadapi bangsa ini. Bahkan ternyata semakin meningkat dihitung dari banyaknya yang melapor. Lalu, bagaimana dengan yang tidak melapor? Mungkin jumlahnya lebih banyak lagi.
Sang pelaku kekerasan seksual ini rata-rata adalah orang terdekat atau orang yang sudah dikenal oleh korban. Seperti kerabat, tetangga, bahkan ada pula anggota keluarga korban sendiri. Sungguh ironi, ini akan menorehkan trauma mendalam bagi korban. Kekhawatiran dan ketakutan untuk menceritakan kekerasan seksual yang mereka alami lebih besar karena adanya ancaman dari pelaku. Akibat dipaksa diam oleh pelaku, korban anak di bawah umur pun cenderung mengalami kekerasan seksual berkali-kali.
Perlu dipahami, kekerasan seksual pada anak tentunya tidak terjadi begitu saja. Kekerasan seksual adalah hasil dari kemunculan sistem sekuler sang biang keladi. Sepatutnya ini menjadi alarm bersama. Sejatinya muncul perbuatan keji ini adalah akibat pola pikir serba bebas yang dibiarkan tumbuh sebagai konsekuensi tegaknya sistem demokrasi. Yang tak lain adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Ditambah adanya media sosial yang menjadi sarana menyebarkan ide-ide liberal, konten yang berbau pornografi dan pornoaksi turut mempercepat terjadinya kekerasan seksual. Lemahnya filter yang diperparah tipisnya kadar keimanan individu, yang sudah tak melihat benar atau salah bahkan abai pada standar halal haram. Pada akhirnya, anak-anak yang polos dan lugu pun tak terhindarkan menjadi korban.
Permasalahan orang dewasa seperti konflik perkawinan mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua pada anak. Adanya kuasa serta kesempatan untuk melakukan kekerasan seksual merupakan faktor yang menjadi jalan untuk memuaskan hasrat sang predator. Ketika dia memiliki kekuasaan lebih, juga dominan dan superior, serta ada kesempatan, nah itu dijadikan suatu cara bagi para predator untuk memuaskan keinginan seksualnya.
Tak hanya itu, hukum yang diterapkan pun terasa masih lemah untuk menghukum para predator-predator anak. Karena dari banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi, kasusnya hilang begitu saja, entah bagaimana kelanjutannya. Dari lemahnya hukum itulah yang menyebabkan para predator seksual merasa leluasa untuk melancarkan aksinya.
Mencermati pelaku yang mayoritas orang terdekat, hanya mengandalkan keluarga atau orang tua untuk melindungi anaknya ini sulit. Karena ternyata tidak sedikit justru orang tua lah yang menjadi predator seksual pertama dan utama untuk anak-anak di keluarga tersebut.
Di lain sisi, ketakutan korban untuk melapor menjadi keuntungan bagi pelaku. Ini jelas tidak bisa dibiarkan. Korban harus berani mengungkapkan tindakan kemaksiatan yang menimpanya. Masyarakat di sekitar tempat tinggal korban pun harus peduli dan memberikan perlindungan. Masyarakat jangan abai dan individualis, karena kekerasan seksual jelas merupakan tindak kriminal yang keji dan harus disikapi secara tegas.
Islam hadir memberikan solusi tepat dan tuntas dalam menanggulangi kekerasan seksual. Mulai dari mengatur bagaimana menjadi individu yang taat, keluarga yang menanamkan akidah Islam dan menerapkannya sebagai landasan hidup. Masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam akan menjadikan amar makruf nahi mungkar menjadi aktifitas harian mereka.
Pemerintah harusnya menetapkan kebijakan yang tegas sesuai syari’at Islam agar kekerasan seksual bisa dihentikan secara sistemis. Yakni berupa sanksi yang memberikan efek jera bagi pelaku dan mampu mencegah orang lain melakukan tindakan yang sama sehingga terciptalah keadilan hukum yang nyata.
Sebagai pemimpin yang paham bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, akan berusaha maksimal mengayomi dan mengurusi kebutuhan rakyat. Mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan umat. Menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah. Maka dari itu, seorang pemimpin haruslah menjalankan syariat Islam dengan sempurna. begitu pula masyarakat mukmin wajib mengikuti aturan tersebut.
Wallahua’lambishawab. [LM/UD]