Pinjol Semakin Diminati, Dosa Besar Menanti

Oleh: Ummu Syifa

(Dosen PTS Malang)

 

Lensa Media News – Pinjol atau pinjaman uang yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman (lender) kepada pihak peminjam (borrower) secara online kian panas. Masih hangat kasus mahasiswa baru UIN Raden Mas Said Surakarta yang diminta mengajukan permohonan pinjaman online (pinjol) saat acara orientasi mahasiswa pada Agustus lalu.

Ternyata diklaim telah ada kesepakatan Rp 160 juta antara Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dengan pihak ketiga Rp 160 juta (14/8/2023, cnbcindonesia.com). Kasus ini pertama kali muncul di media sosial. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Sukoharjo pun menggelar kegiatan memprotes kebijakan panitia PBAK. UIN Solo pun kemudian melakukan penyelidikan dan peninjauan.

Belum lagi cerita seorang warga Kota Depok yang harus gali lubang tutup lubang dan mengaku memiliki hutang sebesar Rp 500 juta di 27 aplikasi pinjol. Ia mengaku bingung, khawatir, dan tak tahu bagaimana cara melunasi seluruh hutangnya itu (kompas.com, 11/8/2023, kompas.com). Tak hanya itu, tak sedikit berita yang mengabarkan banyak orang terjerat hutang pinjol yang akhirnya depresi hingga bunuh diri atau bahkan membunuh orang dekat untuk menguasai hartanya demi melunasi hutang pinjol.

Banyaknya masyarakat yang tertarik dengan pinjol karena dua hal, yaitu pinjaman tersebut tidak memiliki jaminan serta prosesnya cepat karena persyartannya ringan. Selama proses pengajuan online, syarat yang diminta hanyalah KTP, slip gaji, dan terkadang NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Fenomena ini bisa terjadi jelas karena buah dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Dengan menganut sistem ini, negara tidak memperhatikan aspek halal dan haram dalam pengaturan kegiatan ekonomi. Sektor keuangan yang terlibat dalam transaksi yang bertentangan dengan syariat Islam, termasuk pinjaman dengan mekanisme riba, dianggap sah sepanjang memiliki izin dan mematuhi peraturan yang berlaku.

Padahal jelas-jelas terdapat unsur riba dalam bentuk bunga dalam transaksi pinjol ini sehingga menurut syariat, baik pinjol legal maupun ilegal sama-sama hukumnya haram. Berikut penjelasan ahli fiqih Ust. Shiddiq Al Jawi terkait hukum pinjol. Pertama, terdapat riba, yaitu tambahan yang dipersyaratkan(ziyâdah masyrûthah) dalam akad pinjaman (qardh) dalam 3 (tiga) bentuknya, yaitu bunga, denda, dan biaya administrasi. Dari ketiga bentuk tambahan ini, dalam syariat Islam disebut termasuk riba yang telah diharamkan dengan tegas. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat Al Baqarah ayat 275, bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Begitu juga Imam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Para ulama bersepakat bahwa jika pemberi pinjaman(almuqtaridh) mensyaratkan ada tambahan pada pinjamannya, maka tambahan tersebut hukumnya haram.” (Ibnu Taimiyah, Majmû’ Al Fatâwâ, Juz XXIX, hlm. 334). Imam Ibnu Qudamah juga mengatakan hal serupa di dalam Al Mughnî, Juz IV, hlm. 360, bahwa tidak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya adanya syarat tambahan dalam setiap peminjaman(qardh).

Kedua, terdapat bahaya(dharar) yang dialami oleh peminjam, yakni: adanya intimidasi dan teror saat penagihan pinjaman, adanya penyalahgunaan data-data pribadi peminjam, pemberian bunga yang tinggi(khususnya pinjol ilegal).

Syariat Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya(dharar) dalam segala bentuknya, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadist riwayat Ahmad yang menyebutkan bahwa tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Fenomena pinjol di atas tidak akan terjadi jika menjadikan Islam sebagai dasar negara dan pemerintahan. Negara akan sangat melarang praktik-praktik ekonomi yang bertentangan dengan Islam. Salah satunya adalah transaksi pinjaman yang mengandung riba. Semuanya diatur dalam mekanisme ekonomi islam yang akan mengelola kepemilikan umat untuk kesejahteraan umat itu sendiri. Sehingga warga negara tidak terpaksa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara haram karena semua akan diatur oleh negara. Sudah saatnya kita kembali tunduk pada aturan Allah dengan menerapkan Islam kaffah dalam naungan Khilafah.

Wallahu a’lam bishshowwab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis