Pupuk Subsidi Langka, Petani Kembali Merana
Lensa Media News-Pupuk sebagai instrumen penyubur tanaman pangan menjadi suatu komoditi penting demi menjaga kualitas maupun kuantitas hasil pertanian. Oleh sebab itu, para petani sangat membutuhkannya. Jika hasil panen baik dan berlimpah, maka kesejahteraan petani juga meningkat. Sayangnya, kondisi ketersediaan pupuk menjadi langka. Hal ini tentu menarik perhatian wakil rakyat untuk mengkritisi dimana letak kesalahannya.
Komisi IV DPR menyoroti perbedaan alokasi dan realisasi kontrak pupuk subsidi antara Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia. Awalnya Kementan mengalokasikan pupuk subsidi sebanyak 7,85 juta ton pada 2023. Namun, dalam kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan Pupuk Indonesia, realisasinya hanya 6,68 juta ton. Berarti terjadi selisih 1,17 juta ton. Perbedaan ini disinyalir terjadi akibat keterbatasan anggaran Kementan. Dengan adanya perbedaan tersebut, wajar saja jika muncul praduga negatif terhadap alokasi dana pupuk subsidi.
Faktanya, penyediaan pupuk tidak dapat dipisahkan dari kebijakan ekonomi kapitalis yang memungkinkan adanya monopoli perusahaan pemilik modal besar. Hal ini merupakan satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Sementara itu, dalam sistem Islam terdapat regulasi yang memudahkan para petani dalam berusaha, yaitu dengan membuat berbagai kebijakan yang berpihak pada rakyat, bahkan ada mekanisme pemberian negara tanpa kompensasi termasuk sarana produksi pertanian. Dengan kebijakan yang diterapkan dalam sistem Islam, memungkinkan negara memiliki ketahanan pangan yang kuat. Dian Agus Rini. [LM/IF/ry]