Harga Beras Melambung Tinggi, Dampak Kapitalisme Pangan
Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Lensa Media News-Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Tetapi sejak setahun terakhir, harga beras terus memanas. Bahkan hingga saat ini harganya tidak kunjung turun, justru terus membumbung. Badan Pangan PBB alias Food and Agriculture Organization (FAO) was-was dengan harga beras yang naik mencapai level tertinggi, dalam 12 tahun bakal memicu lonjakan inflasi pangan di Asia. Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium hari ini naik Rp20 ke Rp12.110 per kg, rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran.
Menurut Pengamat Pertanian Khudori, ia mengatakan, harga beras mahal di periode ini sebenarnya adalah siklus normal. Yaitu, siklus dimana harga gabah/ beras tinggi saat musim gadu (Juni-September), dibandingkan saat musim panen raya (Februari-Mei). Namun, imbuh dia, saat ini harga memang sudah lumayan tinggi dari harga pembelian pemerintah (HPP). Dimana ujarnya, HPP gabah kering panen (GKP) di petani sebesar Rp5.000 per kg. “Tapi harga di pasar sudah jauh meninggalkan HPP. Rerata sudah lebih dari Rp6.000 per kg. Bahkan ada yang sudah menyentuh Rp7.000 per kg. Ini kenaikan yang luar biasa.” kata Khudori.
Khudori pun memaparkan faktor pemicu kenaikan beras saat ini. Pertama, adanya penurunan pasokan beras dalam negeri akibat musim kemarau. Kedua, terjadinya El Nino yang menyebabkan suhu permukaan air laut naik, sehingga berdampak kekeringan ekstrem pada pertanian. Ketiga, India mengeluarkan kebijakan penutupan ekspor beras non basmati (beras pecah). Keempat adanya persaingan pasar. Para pengusaha tidak mau rugi dengan usahanya. Mereka tidak peduli stok surplus ataupun minus, yang penting dapat untung. Kelima, adanya konversi lahan secara besar-besaran. Peralihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman atau industri membuat luas lahan pertanian makin sempit. Keenam, biaya produksi yang tinggi. Kenaikan pupuk dan tenaga kerja disinyalir juga mempengaruhi kenaikan harga beras (CNBC Indonesia, 22/8/2023).
Kenaikan harga beras yang kian melambung tinggi, menunjukkan Indonesia gagal mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini dikarenakan Indonesia menerapkan kebijakan pangan berdasarkan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator, dan terus membiarkan korporasi menguasai tata kelola pangan dan berbagai proses produksinya. Hal ini tampak dari dua hal. Pertama, ketergantungan pada impor. Kedua, menjadikan impor sebagai penyelesai masalah instabilitas harga pangan. Dengan kebijakan impor ini, maka semakin menjauhkan negara dari upaya yang benar dalam mewujudkan pemenuhan pangan rakyat.
Namun berbeda jika negeri ini menggunakan sistem Islam. Islam sangat memperhatikan masalah pangan karena merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara (khalifah) dan jajarannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, terutama pangan. Dengan dorongan iman, mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah dan akan diminta pertanggung jawaban kelak di akhirat. Alhasil, mereka akan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sistem pengelolaan dalam Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok rakyat. Tidak hanya memperkirakan kecukupan, tetapi memastikan kebutuhan setiap individu dapat terpenuhi semua. Islam mengharamkan pemerintah mematok harga, tetapi Islam tetap memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga. Sedangkan untuk kebijakan impor, negara Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat, seperti larangan bekerja sama dengan negara kafir harbi. Kebijakan ini diterapkan agar kaum muslim tidak bergantung pada asing, dengan begitu negara bisa bersifat independen.
Negara dalam sistem Islam juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, di antaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Intensifikasi adalah seperti meningkatkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian dan seterusnya. Selain produksi, negara juga mengatur distribusinya dengan memotong rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya. Alhasil, harga bahan pokok tidak akan naik jauh.
Hukum Islam juga akan memberikan sanksi bagi pelaku kecurangan, hukuman tegas diberikan agar tidak ada pihak pihak yang berani berlaku curang. Semua itu dilakukan semata mata karena dorongan taqwa kepada Allah. Maka hanya negara yang berlandaskan Islamlah yang dapat mewujudkan ketahanan pangan secara mandiri dan berkelanjutan.Wallahu a’lam bisshowab. [LM/ry].