Memaknai Kemerdekaan Hakiki

Oleh Hesti Muharani

 

LenSa Media News _ Banyak yang tidak menyadari bahwa pada saat ini kita masih berada dalam penjajahan.  Sebagaimana diketahui bahwa penjajahan di dunia ini dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu:

 

Pertama, penjajahan fisik yaitu dilakukan dengan pendudukan (ihtilâl), yakni menduduki wilayah, menguasai sumber daya alam, menundukkan sumber daya manusianya, kemudian mengontrol kekuasaan militer, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, dan sebagainya.

 

Kedua, penjajahan non-fisik yaitu dilakukan melalui pemikiran, pendidikan, budaya dan soft power yang lainnya. Biasanya dilakukan dengan menggunakan strategi dan agen. Agen tersebut ditanam di semua sektor; mulai dari sektor politik, pemerintahan, militer, ekonomi, budaya, agama, hukum dan sebagainya.

 

Penjajahan fisik maupun non fisik tersebut dilakukan oleh negara-negara penjajah Barat. Notabene mereka adalah para pengusung utama ideologi kapitalisme-sekularisme pada masa sekarang di Dunia Islam, termasuk negeri ini.

 

Secara de jure bahwa negeri-negeri kaum Muslim, termasuk negeri ini, memang sudah dinyatakan merdeka. Tapi, secara de facto pemikiran, mindset dan cara pandang penjajah, tetap dipertahankan, karena tanpa disadari penjajah itu diundang  untuk mengangkangi dan mengeruk kekayaan negeri dengan dalih “investasi” dan sebagainya.

 

Indonesia Hari ini

 

Indonesia saat ini sudah terbebas dari penjajahan secara fisik. Bahkan telah merayakan Hari Kemerdekaan sekaligus sekaligus Hari Ulang Tahun yang ke-78.

 

Namun sayang, setelah 78 tahun merdeka, cita-cita kemerdekaan yang diharap-harapkan oleh bangsa ini masih jauh dari kata merdeka. Terbukti angka kemiskinan masih tinggi, banyaknya pengangguran, biaya pendidikan dan kesehatan mahal, kesenjangan ekonomi pun semakin melebar, utang negara semakin bertumpuk.

 

Semua persoalan yang membelit bangsa ini bermuara pada terjajahnya bangsa ini secara non-fisik. Bahkan dalam wujud yang paling fundamental, yakni terjajah secara pemikiran/ideologi kapitalis-sekular di dalam berbagai bidang terjajah, baik secara ekonomi, social, politik, budaya, hukum, pendidikan, dll.

 

Merdeka dari Segala Bentuk Penjajahan

 

Penjajahan, baik fisik maupun non-fisik, sesungguhnya merupakan manifestasi dari isti’bâd (perbudakan). Yaitu menjadikan manusia sebagai budak bagi manusia lainnya. Karena itu Islam telah mengharamkan penjajahan. Allah SWT berfirman:

 

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لاَ إِلَٰهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي

 

Sungguh Aku adalah Allah. Tidak ada tuhan yang lain, selain Aku. Karena itu sembahlah Aku (QS Thaha [20]: 14).

 

Kemerdekaan Hakiki

 

Atas dasar itu, menjadi kewajiban kaum muslim secara bersama, untuk bertafakur menyertai rasa syukur, dengan melihat realitas yang ada di negeri kita di segala bidang. Sudahkah sistem yang mengatur kehidupan umat di segala bidang ditegakkan di atas prinsip tauhid?

 

Jika belum, menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki itu. Jika perjuangan dulu bertujuan untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan fisik, kini diperlukan perjuangan baru untuk membebaskan umat dari penjajahan ideologi kapitalisme-sekular, hukum jahiliah, ekonomi kapitalis, budaya dan segenap tatanan yang tidak islami.

 

Berikutnya kita wajib berjuang untuk menegakkan tatanan masyarakat dan negara yang benar-benar bertumpu pada prinsip-prinsip tauhid. Tatanan tersebut tidak lain adalah tatanan yang diatur oleh aturan-aturan Allah atau syariah Islam. Inilah kemerdekaan hakiki dalam pandangan Islam.

 

Selain itu, misi Islam adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

 

Alhasil, bangsa dan negeri ini pun, jika ingin lepas dari “kegelapan” menuju “cahaya”. Atau jika ingin bebas dari segala keterpurukan (sebagaimana saat ini) menuju era kebangkitan dan kemajuan, mau tidak mau, harus merujuk pada Islam. Caranya dengan menerapkan pemikiran/ideologi dan sistem Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bis ash-shawab.

(LM/SN)

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis