ASN Naik Gaji, Apakah Ada Kepentingan Birokrasi?
Oleh: Novriyani, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
LensaMediaNews__Pemerintah akan mengusulkan rencana kenaikan gaji bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Kenaikan ini juga diikuti oleh penyesuaian tunjangan pensiun yang juga naik. Usulan ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan pergerakan ASN yang lebih profesional.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rangka penyampaian RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan. Pihaknya menyampaikan bahwa RAPBN 2024 akan mengusulkan perbaikan penghasilan berupa kenaikan gaji untuk ASN Pusat dan Daerah/ TNI/Polri sebesar 8% dan kenaikan untuk Pensiunan sebesar 12% (CNBCIndonesia, 28-8-2023)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang memastikan kenaikan gaji ASN serta TNI/Polri 2024 tidak akan memicu lonjakan inflasi. Target inflasi tahun depan sudah diperhitungkan berada di level 2,8% (detikFinance, 23-8-2023)
Memang benar, gaji pokok ASN belum mengalami kenaikan selama 4 tahun ini. Namun, sejatinya pendapatan ASN tidak hanya berasal dari gaji pokok saja. Di beberapa instansi pemerintah, unsur gaji terbesar ASN berasal dari tunjangan kinerja (tukin). Pasalnya, di tahun ini tunjangan kinerja juga akan mengalami kenaikan. Jumlah kenaikannya berbeda disesuaikan dengan kinerjanya masing-masing.
Beberapa hal tersebut sesuai dengan harapan Jokowi bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara konsisten dan berhasil. Oleh karena itu, perbaikan kesejahteraan bagi ASN disesuaikan dengan kinerja dan produktivitas. Benarkah tujuannya demikian?
Pemerintah bisa saja berargumen bahwa kenaikan gaji ASN dalam rangka meningkatkan kinerja, produktivitas, dan menggiatkan reformasi birokrasi. Namun, tradisi kenaikan gaji bagi ASN yang dilakukan Jokowi bersamaan dengan akan hadirnya pesta demokrasi tahun 2024 mendatang. Terkesan adanya potensi kampanye terselubung yang mengarah pada politik uang.
Hal ini juga memastikan bahwa ASN yang berada di bawah kebijakan Jokowi merasa disejahterakan dan dipenuhi harapannya. Preferensi politik ASN diharapkan sejalan dengan preferensi politik Jokowi. Maka, ketika Jokowi menunjuk presiden tertentu harapannya para ASN dan keluarganya akan mendukung yang menjadi preferensi politik Jokowi. Sehingga terkesan kenaikan gaji ini hanya sebagai strategi kampanye politik saja. Pemerintah setengah hati dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya sendiri. Padahal, jika dilihat dari beban yang harus dilakukan ASN tidak sebanding dengan kenaikan gaji yang diberikan.
Setiap aturan maupun kebijakan yang dibuat manusia sejatinya tidak akan mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi siapapun. Sebagaimana sistem kapitalisme yang direalisasikan negeri ini. Sistem yang mengedepankan pada keuntungan atau materi. Maka bisa dipastikan regulasi yang dibuat harus yang memberikan manfaat dan keuntungan di dalamnya.
Realitas yang dialami ASN era kapitalisme sangatlah berbeda dengan realitas masa peradaban Islam. Islam sangat memperhatikan kesejahteraan setiap umatnya. Penentuan upah atau gaji akan sesuai dan adil karena standar penentuannya berdasarkan aturan syariat Islam dan tidak akan menzalimi manusia.
Islam mendefinisikan pekerja (ajir) sebagai orang yang bekerja dengan gaji (upah) tertentu. Sementara, ASN adalah pekerja atau pegawai yang dipekerjakan oleh negara sehingga kepada mereka bisa diberlakukan hukum-hukum ijarah (kontrak kerja).
Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.” (HR Ad-Daruquthni, dari Ibnu Mas’ud ra.)
Konsep gaji, Islam mengatur sistem pembayaran gaji harus jelas. Jika terjadi perselisihan gaji, maka dikembalikan kepada konsep upah yang sepadan dengan kerja maupun pekerjanya. Namun, penentuan upah adalah semata-mata oleh mereka yang memiliki keahlian menentukan upah, bukan negara atau siapa pun, juga bukan berdasarkan kebiasaan penduduk suatu negara.
Kesejahteraan setiap individu (termasuk ASN) ditaksir berdasarkan terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) mereka yang distribusinya dijamin oleh penguasa secara personal. Hal ini menjadi tanggung jawab negara dalam menjamin pembiayaan urusan publik, seperti kesehatan, pendidikan, ataupun transportasi, sehingga gaji warga tidak habis untuk membiayai kebutuhan tersebut.
Dengan demikian, negara akan senantiasa memerhatikan kesejahteraan rakyatnya tanpa membedakan posisinya. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer dan urusan publik rakyatnya dengan baik dan gratis. Oleh sebab itu, sudah selayaknya rakyat menjadi bagian dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam yang realitasnya mampu memberikan kesejahteraan bagi semua rakyatnya dalam sebuah institusi Islam, yakni Khilafah Islamiyyah. Wallahu’alam