Mantan Napi Korupsi Bacaleg, Pantaskah?
Lensa Media News-Dikabarkan dari Kompas.com, 25/8/2023, bahwa Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis nama calon anggota legislatif (caleg), tercatat 12 nama yang merupakan mantan terpidana korupsi yang akan diikutsertakan untuk berkontestasi dalam pileg tahun 2024 mendatang. Hal ini, diungkapkan oleh Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW) terkait 12 nama tersebut dirilis pada 19 Agustus 2023, yang ditemukan dari daftar calon sementara (DCS).
Jadi memang ada beberapa mantan napi koruptor yang mencalonkan diri sebagai bacaleg. Awalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat melarang. Namun, pada tahun 2018 Mahkamah Agung (MA) dengan alasan HAM membatalkannya.
Atas kebolehan ini dalam satu sisi seolah menunjukkan bahwa tidak ada lagi dari pihak masyarakat yang dapat mengemban amanah untuk dicalonkan. Namun, pada sisi lainnya, dengan adanya kekuatan modal yang dimiliki bacaleg tersebut sebagai syarat utamanya. Mengingat untuk menjadi caleg, memang harus mempunyai modal yang tidak sedikit, yaitu harus bermodal besar.
Karena fakta dan realita dalam sistem demokrasi, walaupun misal ada orang yang dianggap baik seharusnya patut dicalonkan, jika tanpa adanya dukungan dan modal tidak akan mungkin mampu bisa mencalonkan diri. Jika para napi korupsi tersebut dibolehkan untuk dicalonkan, tentu akan menimbulkan kekawatiran pada kalangan masyarakat akan ada risiko untuk melakukan tindakan korupsi kembali.
Apalagi dalam sistem kufur saat ini, dimana hukum bisa dibeli, juga tanpa memberikan efek jera bagi para pelakunya. Jelas, ini akan membawa pengulangan tindak pidana yang pernah dilakukan oleh napi tersebut.
Sistem kufur yang diadopsi negara saat ini, jelas berbeda dengan Islam. Aturan dalam Islam, memberikan syarat kepada wakil umat yang terpilih adalah orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Supaya mampu menjalankan perannya sebagai pemimpin umat, karena mereka tahu betul jabatan adalah sebagai amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Aturan hukum yang berlaku dalam Islam, sangat tegas lagi menjerakan. Sehingga, jika diberlakukan kepada para pelaku kejahatan termasuk korupsi, dapat benar-benar bertobat dan kembali pada jalan kebenaran. Karena, hukuman dan sangsi dalam Islam berfungsi sebagai pencegahan (zawajir) dan penebus (jawabir)
Jika hukum seperti ini diterapkan, maka bagi para pelaku tindak pidana akan berpikir dua kali untuk melakukan kejahatannya kembali. Mengingat akan tegasnya hukuman dalam Islam. Rakyat sudah jenuh dengan aturan kufur yang dibuat oleh manusia saat ini. Rakyat sudah menginginkan aturan pencipta yang diterapkan dalam negeri ini. Saatnya mencampakkan sistem kufur yang merusak, dengan mengganti sistem Islam sebagai aturan dalam kehidupan manusia. Mariyam Sundari. [LM/ry]