Peraturan PPKSP, Solusi Tindak Kekerasan Di Satuan Pendidikan?

Peraturan PPKSP, Solusi Tindak Kekerasan Di Satuan Pendidikan?

 

Oleh : Punky Purboyowati

(Komunitas Ngobrol Opini)

 

LenSaMediaNews.com – Baru-baru ini Mendikbud Ristek secara resmi meluncurkan Merdeka Belajar ke 25: Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) sebagai payung hukum bagi seluruh satuan pendidikan. Peraturan ini dibuat dengan tujuan untuk mengatasi dan mencegah kasus kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Selain itu, peraturan ini membantu lembaga pendidikan menangani kasus kekerasan, termasuk bentuk daring dan psikologis, sambil memberikan prioritas pada perspektif korban.

 

Menekankan bahwa Permendikbud Ristek PPKSP bertujuan melindungi siswa, pendidik, dan staf pendidikan dari kekerasan selama kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. Peraturan ini juga menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lembaga Pendidikan. (https://itjen.kemdikbud.go.id/8/8/2023). 

 

Solusi Kekerasan Perspektif Sekuler

Dunia pendidikan memang sedang tidak baik-baik saja. Tak sedikit kasus menimpa guru maupun anak didik. Mulai dari masalah pendidikan, ekonomi, keluarga, pergaulan yang berimbas pada moral / akhlak. Alhasil terjadi bullying, tawuran pelajar, pelecehan terhadap guru dan murid, anak berani pada orangtua bahkan anak membunuh orangtua dan sebaliknya. Ini merupakan fenomena kejahatan yang sangat mengerikan di dunia pendidikan. Padahal sekolah tempatnya menimba ilmu dan pembentukan kepribadian. Lalu apa yang salah dalam dunia pendidikan hari ini?

 

Bila dicermati, maraknya tindak kekerasan di lingkungan sekolah sebagai akibat dari penerapan sistem sekuler liberal. Sekuler adalah pemisahan agama dari kehidupan. Sekolah hanya fokus pada nilai materi sementara minim sekali nilai agama. Mata pelajaran agama dalam seminggu hanya dua jam saja ini menunjukkan sangat minim sekali pembinaan akidahnya. Terlebih saat ini hanya lima hari sekolah atau full day. Bahkan sayangnya, ada tambahan jam ekstrakurikuler yang sebenarnya tidak begitu penting justru menambah beban anak didik.

 

Sejatinya, anak didik memerlukan pembinaan agama yang lebih agar dapat memahami hakikat penciptaan manusia di dunia. Memahami hak dan kewajiban baik pada Tuhannya, pada sesama manusia dan dirinya sendiri. Mengerti tanggungjawabnya menjaga keharmonisan antar sesama, guru, dan orangtua. Dengan begitu terbentuk suatu pemahaman untuk senantiasa beriman dan bertaqwa. Merasa diawasi Allah dimanapun ia berada dan memunculkan rasa takut ketika hendak bermaksiat. Dengan demikian tindak kekerasan minim terjadi.

 

Tidak seperti saat ini, beberapa solusi yang ditawarkan tetapi semakin muncul masalah baru. Sebab solusi tidak menyentuh akar persoalannya. Seperti fenomena gunung es, melihat persoalan pada permukaannya saja sementara tidak menyentuh dasarnya yang justru lebih parah. Oleh karena itu, lahirnya peraturan PPKSP akan menjadi sia-sia. Apalagi membentuk tim khusus tidak akan efektif sebab pendalaman terhadap persoalan kekerasan menggunakan perspektif sekuler liberal.

 

Solusi Tindak Kekerasan Perspektif Islam

Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Aturannya bersifat komprehensif sehingga persoalan apapun sangat mampu diatasi termasuk tindak kekerasan dimanapun dan dalam bentuk apapun. Kekerasan bukanlah fitrah manusia sebab fitrah manusia menginginkan kelembutan. Jika ditemukan seseorang yang suka dengan kekerasan maka ada sebab yang membuatnya melakukan hal tersebut. Maka aturan Islam sejak dini mengatasinya dengan cepat.

 

Sebab kekerasan bukan metode mendidik terlebih pada anak didik. Kecuali pada hal yang sifatnya memperingatkan namun tidak boleh melukainya. Rasulullah saw bersabda, “Pukul lah mereka jika mereka meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Seorang muslim yang meninggalkan salat, harus diingatkan, sebab akan membawa pelakunya menjadi kafir. Kafir merupakan sifat zalim. Oleh karenanya, Islam melarang keras perbuatan zalim, menyakiti, bahkan membunuh. Perkara ini tidak boleh dianggap sepele.

 

Maka pemahaman ini harus dimulai dari kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Agar guru dan anak didik memiliki iman yang kuat, ilmu dan tsaqofah Islam yang kokoh agar mampu menjalankan perannya sebagai anak maupun menjadi orangtua. Sebab Islam menjadi landasan beraktifitas. Dalam hal interaksi diajarkan cara bergaul dengan lawan jenis dan interaksi lainnya. Guru dan anak didik saling amar makruf nahi munkar ketika ada yang berbuat kejahatan. 

 

Selain itu, negara harus bersikap tegas memberi sanksi jera terhadap apa-apa yang dapat menimbulkan tindak kekerasan. Seperti ucapan sadis, kotor, pun seperti media berbau kekerasan, pornografi dan lainnya. Semua itu dapat diwujudkan dengan Islam kaffah dalam negara. Niscaya keamanan akan tercipta tidak hanya dalam lingkungan sekolah, namun di semua tempat.

Wallahua’lam bishowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis