Perundungan Kian Marak, Imbas Sistem Pendikan Sekuler
Oleh: Hikma Mutaqina, S.Pd
Lensamedianews.com– Kasus perundungan di negeri ini makin marak, bahkan juga semakin sadis. Sekolah tidak lagi dihormati sebagai tempat mencari ilmu, guru tak lagi dihargai sebagai pemberi ilmu. Ilmu yang diajarkan tidak lagi mampu menangkal hawa nafsu dan amarah.
Bahkan kasus terbaru menyebabkan nyawa melayang. Kejadian tersebut terjadi di sekolah menengah tingkat atas di Banjarmasin, pada Senin 31 Juli 2023. Salah satu siswa menikam dan menusuk temannya saat pelajaran berlangsung di dalam kelas.
Di hari yang sama juga terjadi bullying di salah satu SMP di Baubau Sulawesi Tenggara, korban yang dikeroyok oleh dua orang temannya saat pulang sekolah harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka yang diderita, sampai tidak sadarkan diri selama tiga hari.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini (BBC News Indonesia, 22/07/2022).
Tidak hanya itu, data riset yang pernah dirilis oleh Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 juga menunjukkan bahwa sebanyak 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan.
Mengapa Perundungan Makin Marak?
Perundungan di dunia pendidikan tercatat sebagai salah satu dosa besar pendidikan yang masih terus menjadi catatan. Perbaikan moral melalui proyek profil pelajar Pancasila dengan sikap gotong royong, demokrasi dan Islam rahmatan lilalamin, diharapkan bisa mengatasi problematika pendidikan. Tetapi masih belum juga terselesaikan.
Psikolog dari Universitas Indonesia, Dr. Rose Mini Agoes Salim pun berpendapat bahwa moral adalah faktor terpenting dari pola asuh. Namun, moral tidak bisa tumbuh dengan baik tanpa ada stimulasi.
Sebab faktor terbesar penyebab perundungan adalah pola asuh. Anak yang dibesarkan dengan kekerasan, tentu memiliki luka batin. Dia akan mencari cara melampiaskan kemarahan kepada teman-temannya yang lebih lemah, baik di sekolah ataupun di lingkungannya.
Alhasil masalah moral tentu butuh peran orang tua, sekolah, dan tentunya peran negara untuk menjaga masyarakat yang kondusif untuk kepribadian generasi. Anak yang tumbuh di lingkungan pencuri, orang tua yang kasar, pasti akan belajar mencuri. Keluarga broken home, perselingkuhan yang menjamur, juga mempengaruhi tumbuh kembang anak. Ditambah juga media yang semakin bebas turut mewarnai pola asuh generasi saat ini.
Akan tetapi, kurikulum pendidikan diperbaharui hanya untuk menjawab tuntutan zaman. Namun, solusi tak pernah menyentuh akar. Paradigma komprehensif dibutuhkan untuk mensolusi masalah pendidikan. Bukan semata mengejar perkembangan teknologi dan pekerjaan. Tetapi akhlak dan moral tergadai ketika hidup tak punya iman.
Sistem pendidikan yang lahir dari asas liberalisme, memisahkan agama dari sistem aturan kehidupan tidak akan bisa mencetak pribadi generasi yang berakhlak mulia. Karena sejatinya akhlak lahir dari ketundukan seorang muslim kepada Tuhannya.
Negara dengan asas sekulerisme seperti saat ini juga tidak bisa mengontrol peran media yang makin liberal. Bahkan tindak kekerasan juga biasa menjadi tontonan bahkan viral. Sehingga bullying bahkan menjadi kian marak karena pola pikir generasi yang makin bebas dan tak bermoral.
Islam Solusi Komprehensif
Islam diturunkan oleh Sang Khalik untuk mengatur dan mensolusi seluruh problematika kehidupan. Dalam masalah perundungan, Islam memiliki solusi kuratif dan prefentif. Dari sisi prefentif atau pencegahan dengan mengembalikan peran keluarga, masyarakat dan negara. Sedangkan solusi kuratif atau pengobatan dilakukan dengan mengobati mereka yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perundungan dengan mengubah pola berfikir mereka secara mendasar sehingga mereka akan meninggalkan perbuatan tersebut dengan penuh kesadaran.
Islam menjadikan keluarga sebagai benteng pertama dan utama mencetak kepribadian generasi. Orang tua harus memberikan teladan kepada anak dalam berkata dan bersikap. Karena prilaku keluarga yang tidak baik menjadi salah satu faktor terjadinya perundungan. Perkataan yang kasar dan buruk dari orang tua berakibat kurang baik untuk kepribadian anak. Orang tua wajib menanamkan aqidah dan akhlak yang terpuji. Sehingga orang tua juga harus memahami ilmu Islam.
Islam memandang pola asuh generasi juga menjadi tanggung jawab masyarakat dan negara. Anggota masyarakat wajib melakukan nasihat dan menjauhkan generasi dari tindakan tercela. Fungsi kontrol dari masyarakat akan menjaga generasi dimanapun mereka berada akan senantiasa menjaga akhlak.
Sedangkan peran negara adalah menyaring media dari tontonan yang bebas, tindak kekerasan yang berakibat buruk pada kepribadian generasi. Juga mewujudkan sistem pendidikan dengan kurikulum yang berlandaskan pada aqidah Islam sehingga terwujud generasi berakhlak qur’ani. Sehingga tidak akan ada kasus perundungan dalam pendidikan. [LM/UD]