Potret Buram Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalis

Potret Buram Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalis

 

Oleh : Cita Rida

(Aktivis Dakwah)

 

LenSaMediaNews.com – Seorang mahasiswi Universitas Indonesia (UI) Depok, berinisial MNZ (19 tahun) ditemukan meninggal dunia dalam keadaan terbungkus plastik sampah hitam di kamar kosnya di kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok, Jumat (4/8/2023). Korban diduga dibunuh senior kampusnya sendiri, AAB (23 tahun) yang saat ini sudah diamankan Polres Metro Depok. Pelaku melakukan pembunuhan itu lantaran terlilit sewa bayar kos dan pinjaman online (pinjol) sehingga mengambil barang milik korban berupa laptop, HP, dan dompet. Pelaku juga mengaku merasa iri dengan kesuksesan korban. (Republika.co.id, 5/8/2023).

 

Dunia pendidikan tidak pernah berhenti mendapatkan catatan buruk. Selain kasus pembunuhan mahasiswa UI, yang terbaru, ada dua kasus yang menyita perhatian publik. Pertama, kasus penikaman yang dilakukan seorang siswa terhadap teman sekolahnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pelaku penikaman mengaku sakit hati lantaran kerap dirundung oleh korban. Kedua, seorang guru di SMAN 7 Rejang Lebong, Bengkulu matanya cacat permanen karena diserang dengan ketapel oleh wali siswa yang tidak terima sang guru menegur anaknya merokok di sekolah dengan menendang wajah si anak. Kasus ini menambah daftar bukti bahwa dunia pendidikan dalam sistem sekulerisme tidak pernah luput dari masalah.

 

Petaka Sistem Pendidikan Sekuler

Inilah petaka sistem pendidikan sekuler. Semua berawal dari penerapan sekularisme di lingkup pendidikan yang meminggirkan Islam sebagai aturan kehidupan. Agama sebatas pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan jam pelajaran yang sangat minim. Agama (Islam) hanya dikenal pada peringatan hari besar. Islam tidak menjadi dasar dan acuan dalam regulasi pendidikan.

 

Mari berpikir sejenak, berkali-kali negeri ini berganti kurikulum, tetapi faktanya output pendidikan tidak kunjung menghasilkan generasi berkepribadian mulia. Krisis adab menggejala, dekadensi moral merebak, dan generasi jatuh pada jurang kenistaan parah. Revolusi mental dan program nawacita berbasis pendidikan karakter yang dibangga-banggakan juga tidak berdaya menghadapi problematik pendidikan yang makin pelik.

 

Sebaik apapun program pendidikan, jika napas pendidikan masih berasas sekuler, tidak akan terwujud generasi berkualitas. Hal ini dikarenakan sekuler menihilkan peran agama dalam kehidupan, mengakibatkan aturan dibuat berdasarkan akal manusia. Sedangkan kita semua tahu bahwa akal manusia bersifat lemah, terbatas, tidak tahu mana yang terbaik untuk dirinya, mengakibatkan pendidikan sering bergonta-ganti kurikulum, tapi tidak pernah menghasilkan generasi yang mulia dan cemerlang.

 

Islam Mewujudkan Generasi Cemerlang 

Sistem pendidikan dalam Islam dengan sistem pendidikan sekuler memiliki perbedaan bagaikan ufuk timur dengan ufuk barat. Dalam catatan sejarah, peradaban Islam terbukti menghasilkan generasi berakhlak mulia yang menjadi problem-solver di tengah masyarakat. Setidaknya ada 3 faktor penyebab mengapa sistem Islam bisa mencetak generasi emas yang taat kepada Allah secara massal.

 

Faktor pertama: Aqidah Islam menjadi landasan dalam membuat aturan dalam negara, termasuk dalam membuat regulasi pendidikan. Negara menyusun dan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan kurikulum ini, semua perangkat pembelajaran akan merujuk pada penguatan akidah dan pemikiran Islam pada generasi. Tidak ada yang namanya pemisahan antara iman dengan ilmu, sehingga para lulusannya menjadi generasi yang tidak hanya pintar secara akademis namun juga sholih dan taat kepada Allah SWT. Generasi sadar bahwa seluruh hidupnya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah sehingga anak didik maupun tenaga pendidik akan mendedikasikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT di segala bidang kehidupan.

 

Faktor kedua: Ada sokongan (support-system) dari negara. Negara memberi apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap para anak didik serta tenaga pendidik. Mereka diberi fasilitas yang sangat memadai dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar biaya pendidikan karena semua fasilitas pendidikan disediakan negara secara gratis dengan kualitas terbaik. Telah ditulis dalam sejarah pada masa kepemimpinan Umar Bin Khattab, guru pengajar setingkat taman kanak-kanak (TK) pada masa itu digaji 15 dinar per bulan (setara 30-33 juta rupiah per bulan).

 

Faktor ketiga: Disaat kurikulum sudah berasaskan Islam dan pendidikan sudah diselenggarakan dengan biaya murah bahkan gratis, tetapi masih terjadi tindakan pelanggaran yang dilakukan baik peserta didik maupun tenaga pendidik, maka negara akan memberlakukan sanksi tegas. Aturan sanksi juga bersumber dari hukum syara’ sehingga hukum tidak memihak kepada siapapun dan tidak mengandung kepentingan apapun.

 

Selama generasi diasuh dengan sistem sekuler, tidak akan terbentuk profil generasi salih salihah. Mari selamatkan generasi dengan memformat ulang sistem pendidikan negeri ini berdasarkan syariat Islam kaffah.

Wallahu’alam bishowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis