Pelecehan Seksual Marak, Bukti Gagalnya Penegakan Hukum oleh Negara

Oleh : Annisa Zahratul Jannah

 

Lensa Media News – Fenomena pelecehan seksual semakin marak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, oknum pemerintah pun tak luput dari fenomena ini. Seperti halnya kasus yang menimpa seorang perempuan berinisial SR yang hendak mengurusi dokumen kependudukannya, ia mengaku disetubuhi oleh perangkat Desa Banyusari di Bandung berinisial R di sebuah hotel.

Berdasarkan penjelasan kuasa hukum SR, peristiwa ini bermula ketika SR dimintai uang 1 juta rupiah oleh R di kantor desa untuk mengurusi dokumen. SR pun menyetujui nominal yang diminta R. Kemudian, R mengajak kliennya itu menemui seseorang bernama Nia yang disebut dapat mengurusi dokumen yang dibutuhkan. Namun, alih-alih membawa SR pada Nia, R malah membawanya ke sebuah hotel yang ada di kabupaten Bandung. Di kamar hotel, SR ditekan dan diintimidasi oleh R untuk melakukan persetubuhan, jika menolak maka semua dokumen yang dia urus tidak akan dibereskan semua. (Kumparan.com)

Kasus ini merupakan satu dari banyaknya kasus serupa yang terjadi di zaman ini. Hal ini membuktikan akan rusaknya sistem yang dipakai oleh negara ini. Sistem kapitalisme-sekuler merusak pola pikir dan pola sikap setiap lapisan masyarakat. Sistem ini, menuntut masyarakat agar mengabaikan dan menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, masyarakat tidak peduli lagi akan halal-haram, tidak takut neraka, apalagi mau merindukan surga. Mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa peduli terhadap syariat. Dari sinilah terwujudnya masyarakat liberal yang memunculkan beraneka macam tindak kejahatan.

Faktor lain penyebab hal ini pun adalah aspek sanksi yang tidak menjerakan. Dalam sistem saat ini hukuman bagi pelaku pelecehan seksual tidak sampai hukuman mati, melainkan hanya dipenjara, bahkan realisasinya sangat ringan. Hal ini menjadikan tidak adanya efek jera bagi pelaku dan selanjutnya ia maupun orang lain sangat enteng melakukan kejahatan serupa karena tidak takut terhadap ancaman hukumannya.

Seiring dengan maraknya kejahatan seksual ini, Islam datang membawa solusi permasalahan ini. Islam melahirkan dan membentuk pribadi yang bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Sistem Islam memisahkan pergaulan antara kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali jika ada keperluan yang dibenarkan syara. Tidak akan terjadi interaksi khusus antara laki-laki dan perempuan non-mahram selain dalam ikatan pernikahan.

Apabila terjadi kasus pelecehan seksual di dalam kepengaturan sistem Islam, maka negara akan memberikan sanksi tegas. Pelecehan seksual yang terjadi sampai terkategori zina, hukumannya adalah 100 kali dera atau cambuk bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah. (Hadits Muslim no. 3199 dan Q.S. An-Nur 1-2)

Adapun perkosaan bukanlah hanya soal zina, melainkan sampai melakukan pemaksaan yang perlu dijatuhi sanksi tersendiri. Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Istidzkar menyatakan, “Sesungguhnya, hakim atau qadi dapat menjatuhkan hukuman kepada pemerkosa dan menetapkan takzir kepadanya dengan suatu hukuman atau sanksi yang dapat membuat jera untuknya dan orang-orang yang semisalnya.” Adapun tazkir memiliki 15 macam, dan diantaranya adalah dera dan pengasingan.

Dengan hukuman dan sanksi yang tegas dari negara, akan timbul efek jera pada pelaku dan timbul pula rasa takut pada masyarakat. Sehingga kasus seperti ini tidak akan mudah terjadi dalam naungan sistem Islam. Maka, solusi paling tepat dari permasalahan ini adalah dengan menerapkan Islam dalam seluruh aspek, individu, masyarakat, maupun negara.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis