Penembakan Mati di Prancis, Bukti Kuatnya Rasialisme di Barat
Oleh: Diana Kamila
LenSa Media News – Akhir-akhir ini dunia dikejutkan dengan berita penembakan pihak kepolisian di Paris. Penyebab kerusuhan di Prancis dipicu aksi penembakan terhadap seorang remaja bernama Nahel M (17) oleh polisi setempat hingga tewas. Dilansir AFP, peritiwa penembakan terjadi dipinggiran Kota Paris, Nanterre, Selasa pagi. (news.detik.com, 27/6/2023).
Berdasarkan sebuah video yang beredar, yang diautentikasi oleh AFP, menunjukkan dua polisi menghentikan remaja laki-laki itu karena melanggar aturan lalu lintas. Namun, salah satu polisi tampak menodongkan senjatanya ke pengemudi melalui jendela dan menembak dari jarak dekat. Lalu, mobil korban terlihat bergerak beberapa puluh meter sebelum menabrak.
Petugas layanan darurat mencoba menyadarkan remaja berusia 17 tahun tersebut di tempat kejadian. Namun, remaja tersebut meninggal dunia tidak lama kemudian.
Usai insiden penembakan remaja oleh polisi di Prancis, pada selasa (27/6/2023) malam, terjadilah kerusuhan. Aksi unjuk rasa di Nanterre diwarnai menyalakan api, membakar mobil, dan menghancurkan halte bus saat ketegangan meningkat antara polisi dan penduduk setempat. (news.detik.com)
Ibu Nahel mengatakan pada Kamis, bahwa dia yakin rasialisme menjadi motif kematian putranya. Dalam wawancara yang disiarkan pada saluran TV France 5, ibu Nahel, Mounia, mengatakan bahwa petugas polisi itu “melihat wajah seorang Arab, seorang anak kecil”, dan “ingin mengambil nyawanya” (Jatim.antaranews.com).
RASIALISME BERKELIDAN BUKTI CACATNYA SISTEM
Negara-negara Barat termasuk Prancis merupakan negara yang mengadopsi ide Hak Asasi Manusia (HAM). Atas dasar kemanusiaan, mereka merumuskan hak asasi manusia, agar manusia mendapatkan haknya baik dalam berpendapat, berekspresi, bahkan hak kehidupan mereka. Namun kenyataanya, kebebasan yang diberlakukan di negara-negara Barat memiliki standar ganda dan dinilai hipokrit terhadap penduduk minoritas, yakni kaum muslim dan mereka yang berkulit hitam.
HAM yang menjadi jargon andalan mereka justru kontras dengan rasialisme yang kerap terjadi. Rasialisme di Prancis dan negara-negara Barat sudah terjadi sejak lama, bahkan menjadi persoalan sistemik. Mulai dari gerakan “Black Lives Matter setelah tewasnya George Floyd di Amerika Serikat pada 2020 lalu, sampai kerusuhan di Prancis menyusul tewasnya Nahel baru-baru ini.
Jelas diskriminasi rasial adalah persoalan sistemik yang merupakan cacat bawaan sistem sekulerisme-demokrasi. Mereka yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan akal manusia sebagai standar baik buruknya kehidupan. Disamping itu, ikatan yang mengikat masyarakat sekulerisme adalah ikatan emosianal dengan taraf berpikir yang rendah lagi pragmatif, sehingga dengan mudahnya mereka menggangap kulit putih lebih tinggi derajatnya dibandingkan mereka yang berkulit hitam. Framing buruk mengenai islam dan kaum muslim terus mereka gaungkan hingga muncullah islamophobia di tengah masyarakat.
ISLAM MENGHAPUS DISKRIMINASI RASIAL
Islam adalah agama yang mulia. Islam memposisikan keberagaman bahasa dan warna kulit sebagai fitrah alami manusia sekaligus membuktikan kekuasaan Allah SWT. sebagaimana dalam firman-Nya :
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan langit dan bumi serta ragam bahasa dan warna kulit kalian. Sungguh pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahuinya” (QS. ar-Rum: 22).
Rasulullah Saw. dalam berbagai sabdanya mempertegas bahwa kemuliaan seseorang bukan ditentukan oleh warna kulit maupun suku bangsa, tetapi ditentukan oleh ketakwaannya kepada Allah SWT.
“Lihatlah, engkau tidaklah akan lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa’ (HR. Ahmad).
Maka hanya dalam naungan Daulah Khilafah saja keadilan dapat dirasakan rakyat secara keseluruhan. Mereka akan mendapatkan pelayanan yang sama tanpa memandang warna kulit, ras bahkan agama mereka. Namun, semua ini takkan terealisasi jika tidak ada dari ummat Islam yang mau memperjuangkan tegaknya kembali Daulah Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah.
Wallahu ‘alam bissawab.